38. Resolusi Kasus JKA.

50 1 0
                                    

"Penyelidikan," jawab Noor. "Entah itu kasus JKA, entah itu pengambilalihan pabrik bata Keluarga Saputra,"

"Pabrik itu," kata Detektif Husin. "Karena suatu hal, membutuhkanku,"

"Tahu dari mana?" Noor tidak langsung percaya. "Jangan bilang perasaan,"

"Memang perasaan," Detektif Husin tidak mengelak dari fakta itu. "Butuh apa aku tidak tahu, sebagaimana aku tidak tahu alasanmu kurang setuju jika tujuan tur sekolah digeser ke Tasikmalaya,"

"Ya sudah," Noor pamit. "Jangan lupa buat neraca saldo, kalau ada waktu aku periksa lagi. Salamu alaikum,"

"Alaikum salam," jawab Detektif Husin.

Sementara itu, di kontrakan Bu Nin, Dini membaca peta di buku paket IPS sebelum matanya bertambah berat, mengantuk, dan akhirnya pergi tidur. Dini sudah amblas ke bawah sadar bahkan sebelum Noor tiba di kontrakan Bu Nin.

Kembali ke RM Padang Konco Ambo.

Detektif Husin melengkapi dan memeriksa jurnal umum sebelum menyusun neraca saldo. "Kas debit penjualan kredit Rp.10.000. Ok, semua benar,"

Neraca saldo debit : kas Rp.1.903.000, prive Rp.43.000, potongan penjualan Rp.20.000. Kredit : modal Rp.831.000, utang Rp.1.000.000, penjualan Rp. 135.000. Jumlah kedua ruas seimbang Rp.1.966.000, beres.

Detektif Husin rebahan di bangku panjang, masih kepikuran akan dua pengeluaran besar yang harus dia sediakan menjelang acara tur sekolah : tunggakan SPP Amat dan kaca depan rumah Bu Nin.

"Skenario terburuk, jika keduanya harus dibayar bersamaan, kas RM Padang bisa habis. Pusing!" Detektif Husin beralih ke masalah lain. "Sekarang coba hitung berapa pengeluaran bulanan,"

Beras Rp.300.000, lauk Rp.500.000, gas Rp.75.000, listrik Rp.80.000, bumbu Rp.125.000. Dengan pendapatan per bulan Rp3.500.000, laba yang mungkin diperoleh adalah Rp.2.420.000 belum termasuk pulsa dan paket internet, bahkan lebih rendah dari UMR ibu kota. Adalah keberuntungan semata jika sampai sekarang Detektif Husin masih hidup dengan perut tidak kosong meskipun badannya kurus kering.

"Istirahat, jam dua pagi ke pasar," Detektif Husin menyetel alarm, memejamkan mata.

Malam baru saja dimulai bersamaan jam pulang kerja kantor pos Distrik Tambora.

"Syukur ya hari ini bisa pulang lebih awal," kata Pak Heryanto. "Biasanya larut malam baru bisa pulang,"

"Lebih syukur lagi mereka yang masih punya waktu luang sehingga bisa langsung pulang," Pak Saputra belok kiri ke arah gang sempit antara SMP Harapan 5 dan SMA Harapan 7.

"Setiap orang punya masalah dan kesibukan masing-masing," Pak Heryanto punya saran bijaksana. "Tinggal bagaimana cara kita menghadapi dan menyelesaikannya,"

Ayah Dini seratus persen yakin, ayah Alif bertolak ke rumah Pak Sudar yang berubah jadi warung kopi dadakan, sebagaimana yakin kalau Dini baik-baik saja meskipun jelas-jelas sudah lama minggat.

Rumah Pak Sudar.

"Samsunar tak hadir?" Pak Sudar bertanya pada Pak Kadirun.

"Sepertinya sibuk mengolah nilai," Pak Kadirun mengingat kalender pendidikan. "Sekarang kan kelas 6 sedang ujian praktek, kelas 1-5 UAS,"

"Masa?" Pak Sudar sedikit ragu. "Samsunar itu lebih cepat menghitungnya dari saya, dan tidak sampai satu jam saya sudah selesai mengolah nilai. O iya, ada dengar kabar tentang Burhan dan Nasser?"

Pak Kadirun geleng kepala. "Dulu yang paling akrab sama mereka Samsunar,"

"Iya juga," Pak Sudar baru ingat. "Eh, Pak Saputra datang. Apa kabar?"

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang