35. Ingin Golput, Jadilah Tentara.

47 1 0
                                    

"Buat apa?" Noor memastikan alasan Dini tidak sembarangan.

"Besok Dini ujian praktek PKN, materinya tentang pemilihan umum," anak tukang pos itu menyusun alasan yang masuk akal. "Kan syarat ikut pemilihan umum harus punya KTP, boleh kali Dini tahu bentuknya?"

"Satu menit," Noor membatasi waktunya.

Dini hanya butuh waktu tidak sampai setengah menit untuk mengerti apa yang sebenarnya dia cari. "Terima kasih, Kak Noor. Dini ngantuk, tidur dulu ya,"

Dan atas hasil pencariannya, tidak bisa bohong Dini sedikit kecewa.

Hasil penyelidikannya tentang goresan pensil di kertas HVS tidak didukung data yang ada di sana.

Dengan wajah ditutupi saputangan, Detektif Husin meneliti lebih lanjut harta karun yang bersemayam di kamar tidur Ralf. Selain apa yang ditemukan Dini, Detektif Husin juga menemukan satu jerigen bensin. Dengan begini, biaya penyelidikan sedikit berkurang. Meskipun begitu, ada juga barang yang tidak berani disentuh detektif SMA hilang ingatan itu. Buku alumni SMA milik Ralf. Kalau dipikir-pikir, Detektif Husin ada ide supaya tur sekolah SD Harapan 3 dilengkapi buku yang serupa, tapi sebaiknya jangan karena itu akan menambah biaya perorangan.

"Coba lah debu-debu ini tak bersihkan dulu," Detektif Husin pergi ke dapur mencari lap basah. "Huatsyih!"

Selesai merapikan ruang yang semula laksana kapal pecah itu, Detektif Husin menguji persiapan rencana Dini. Knalpot genset yang dilengkapi penyaring udara dan peredam suara diarahkan ke luar ruangan. Tangki bensinnya diisi penuh, kemudian tuasnya ditarik.

Genset pun menyala.

Detektif Husin sengaja mematikan KWH meter PLN yang terhubung dengan RM Padang Konco Ambo, lalu menghubungkan colokan listrik dari genset ke lubang stop kontak terdekat.

Dari lubang stop kontak lainnya, Detektif Husin memasang kabel daya CPU, kabel penghubung CPU-monitor tabung, mouse, dan keyboard, lalu, menekan tombol power.

Komputer menyala.

"Kelihatan lawas, siapa sangka barang ini spesifikasinya lumayan bagus," Detektif Husin berujar sambil memeriksa file yang tersimpan di dalamnya.

Bahasa program yang penjaga RM Padang itu jelas tidak mengerti.

Meskipun layarnya monitor tabung, resolusi 1024 x 768 piksel tidak terlalu ketinggalan zaman saat ini (tahun 2014). Dan software nya, amboi, Windows 10, bahkan hacker amatir bernama Bu Nin masih menggunakan Windows 7. Jangan tanya RAM dan hard disk nya, tentu juga mendukung apa software nya. Pemutar kaset CD ada, spiker internal ada, akses internet lewat tethering hotspot bisa. Kurang apa lagi, coba?

"Paket data," Detektif Husin merogoh saku.

Tidak terasa, malam mulai larut. Detektif Husin membereskan peralatan yang barusan dibongkarnya, mematikan genset, menyalakan saklar KWH meter.

Bersamaan Detektif Husin tidur telentang di atas dua bangku panjang, penyelidikan Amat baru saja dimulai. Berbekal buku tulis dan sebatang pensil, legenda baru SD Harapan 3 itu bertolak ke sudut distrik Tambora tanpa rasa takut.

Wajar saja, Amat belum tahu kalau yang dia hadapi adalah Serikat B, penguasa jalanan baru yang berambisi menggeser dominasi preman sekaligus memburu bukti kunci kasus JKA, buku tulis Chaira.

Sudut Distrik Tambora.

"Salamu alaikum," Amat menyapa siapapun yang ada di sana.

"Mau jawab saya kakek dukun," alasan Toharun. "Kalian mau jawab kaga, Sergam? Rhanto? Jawab, lah!"

"Mau jawab kami kaki tangannya kakek dukun," Rhanto dan Sergam punya alasan yang sama untuk tidak menjawab salam.

"Ya sudah, langsung saja ke intinya," Amat membuka buku tulis, menghunus pensil. "Dengan Mas Sergam dan Rhanto?"

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang