36. Orang Ini Ngeselin.

48 1 0
                                    

Sesi selanjutnya, penyampaian visi misi.

"Pertama, nomor urut satu calon petahana," Pak Sunar selaku petugas KPU memimpin acara. "Saifulsaka. Apa yang ingin anda harapkan dan capai untuk kelas 6B yang lebih baik di masa mendatang?"

"Saya ingin memperbaiki kepengurusan kelas, menghapus jabatan rangkap yang memberatkan seseorang, melancarkan penarikan kas kelas yang akhir-akhir ini agak macet, dan mengatur penggunaannya untuk hal yang bermanfaat," ujar Saiful.

Tidak ada pertanyaan.

Selanjutnya giliran pendatang baru dari Tasikmalaya, Alif Saputra.

"Kalau kata pepatah apalah artinya sebuah nama, janganlah khianati arti sebuah nama. Nama saya Alif. Dua minggu lagi, kita akan menghadapi sebuah acara besar, yaitu tur sekolah. Tujuan saya di akhir tahun ajaran ini tidak lain tidak bukan hanya satu, sesuai arti nama saya. Memastikan saat acara tur sekolah nanti tidak ada kendala dan murid SD Harapan 3 bisa pulang dengan utuh," Alif menutup pidato visi misi dengan mengulangi kalimat pertamanya.

"Baik, sekarang kalian berdua duduk," Pak Sunar memberi perintah.

"Wah, sepertinya akan ada banyak kudeta dua minggu ke depan," Aryo menyikut teman sebangkunya yang sedang asyik ngelamun. "Woi, dengar kaga Dok?"

"Iya, jangan rese ngapa," Doko tidak suka diganggu. "Lagi laper, ya?"

Kembali ke dalam kelas.

"Perhatikan semuanya, ini kertas suara," Pak Sunar mengangkat secarik kertas bekas lipat empat dan sebatang paku. "Berikut paku coblos. Jika kalian pilih calon ketua kelas nomor urut 1, coblos nomor 1. Hal yang sama dengan nomor urut 2. Ingat betul-betul, jangan terbalik. Jangan coblos di luar nomor, dua-duanya, atau tidak sama sekali karena itu akan dihitung golput dan imbasnya ke nilai. Satu-persatu nama akan dipanggil untuk mengisi surat suara. Ingat, jangan lama-lama. Bilik hanya ada satu dan yang mengantri 39 orang,"

Singkat cerita, pemilihan umum berjalan mulus dan cepat selesai. Pak Sunar selaku petugas KPU mencoblos paling akhir. Doko dan Aryo yang gabut di luar kelas akhirnya dipanggil masuk, dan penghitungan suara dimulai dengan suasana tegang.

Pak Sunar membuka kotak suara. "Dini, maju sini. Tulis hasil perolehan suara di papan tulis. Ingat, jangan curang,"

Dini mana ada niatan memanipulasi hasil perolehan suara, politik uang serangan fajar saja dia tidak tahu. Satu-satunya alasan masuk akal Pak Sunar menunjuk Dini untuk melaksanakan tugas ini adalah supaya beban kepengurusan kelas tidak tertumpu pada pundak Sifa.

"Surat suara terakhir," Pak Sunar menyerukan angka dua. "Alif!"

"Selesai juga tugasku," Dini mencoret garis miring di kolom kanan papan tulis, di atas lidi empat garis tegak, menggenapkan suara yang diperoleh Alif menjadi 20.

Mau tidak mau, suka tidak suka, Saiful harus tergeser jadi wakil.

Perolehan suara 20-19.

Dan Pak Sunar memilih Alif - sebenarnya ini rahasia, tapi penulis sudut pandangnya mutlak serba tahu.

"Baiklah kalau begitu," Saiful bersalaman dengan perantau asal Tasikmalaya itu. "Besok aku harus berusaha lebih baik,"

"Ditunggu kerja samanya," kata Alif.

Hari itu kelas 6 bubar lebih cepat, sebelum bel pulang sekolah berdering tiga ketukan panjang. Semua orang selain Dini bingung mau ngapain, karena anak tukang pos itu langsung pasang mode tidur setiap kali ada waktu luang.

"Bosan membolos ke warnet," Doko dan Aryo akhirnya sepakat menghentikan kebiasaan berandalan mereka itu.

"Bosan juga main bola," Saiful ikut-ikutan.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang