33. Jangan Sekarang, Nanti Saja.

47 1 0
                                    

"Salamu alaikum," Dini mengetuk pintu ruang guru. "Pak Sudar ada?"

"Alaikum salam," jawab Pak Sunar. "Masuk saja, Dini Safitri,"

Dini mengamati jajaran guru yang sibuk mengoreksi lembar jawaban ujian akhir semester, Pak Sunar tidak ada di sana.

Dini belum sempat berucap sepatah kata pun ketika Pak Sunar bilang kalau Pak Sudar ada di ruang kepala sekolah.

"Pak Sudar kan kepala sekolah, kenapa dia cari di ruang guru?" bisik seorang guru yang bukan Pak Sunar.

Dini sudah lama mempelajari pergerakan Serikat B sejak Doko dan Aryo menawarkan bantuan untuk melunasi utang iuran senter Saiful. Mereka menggunakan strategi tidak langsung untuk menggiring Dini menuju titik lemahnya berdasarkan teori siasat pisau, yaitu ketika berada di dekat banyak orang. Masih dengan cara yang sama, tapi Dini mengubah tujuan awal siasat tidak langsung untuk mencari informasi tentang Alif Saputra. Setelah dari ruang guru (titik lemah dengan banyak orang) baru Dini datang ke ruang kepala sekolah untuk menanyakan sesuatu pada Pak Sudar.

Sebelum ujian praktek IPA dimulai tadi pagi, Dini sempat melihat sesuatu.

Alif Saputra.

Dan Pak Sudar.

Mata mereka berbicara.

"Ada apa, Dini Safitri?" Pak Sudar bertanya sembari menghitung nilai.

"Alif Saputra sepertinya menyembunyikan sesuatu," Dini lebih dahulu menebak apa yang dibaca Pak Sudar dari sorot mata Alif.

"Sesuatu yang bahkan Pak Sudar sendiri tidak tahu," Pak Sudar angkat bahu.

Dini membaca kilasan yang berbeda pada mata Pak Sudar, tadi pagi dan sekarang.

Tadi pagi, jika Alif bilang pada Pak Sudar untuk merahasiakan sesuatu, Pak Sudar setuju. Sekarang, Pak Sudar memberi isyarat yang sama dengan Alif tadi pagi.

Kesimpulannya sederhana.

Tidak ada gunanya bertanya pada Pak Sudar tentang Alif. Praktis, siasat tidak langsung gagal. Mau tidak mau, Dini harus putar arah menanyakan yang lain.

"Adakah suatu hubungan antara Amat kelas 5B dengan Detektif Husin?" Dini juga agak curiga dengan gerak-gerik adik kelasnya yang polos itu tapi sepertinya menyimpan maksud tertentu.

Ada udang di balik rempeyek.

Dini sedikit beruntung kali ini, kemarin sore Detektif Husin tidak bilang pada Pak Sudar untuk merahasiakan rencananya pada siapapun. Jadi Pak Sudar beritahu semuanya pada Dini, apa adanya.

"Begitu, ya?" Dini mencoba memahami sepotong kecil dari peta konflik Kota Lingkaran Hening yang berbelit.

Beberapa saat, ruang kepala sekolah sepi.

"Pak Sudar punya koin Rp.500 dan amplop dengan kop surat SD Harapan 3?" Dini bertanya, akhirnya.

"Ada," Pak Sudar mengambil barang-barang yang Dini maksud.

Uang, barang, dan kembalian pun berpindah tangan.

"Kamu merencanakan sesuatu, Dini Safitri," nada bicara Pak Sudar datar, sama sekali tidak bermaksud untuk bertanya.

"Memang," Dini tidak mengelak.

Dini merobek kertas selembar dari buku tulis Bahasa Inggris yang banyak kosong, menulis pesan di sana tanpa ragu, karena rencana Detektif Husin sudah terbaca di depan matanya.

Amat Penting.

Aku tau kau lagi sibuk persiapan ujian akhir semester, maaf kalau surat ini mengganggu rutinitasmu.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang