25. Rahasia Kalian Rahasia Umum.

60 2 0
                                    

"Jangan bilang kalau aku sedang diawasi," Rhanto melompat turun dari rentang beton setinggi tujuh meter, mendarat ringan di jalan beraspal tanpa suara. "Tahu begini jadinya, aksi terencana harus dipercepat,"

Wsiu!

Angin bersiul tanda Rhanto berlalu dengan teknik gerakan angin yang sudah dia kuasai dua minggu terakhir.

Rencananya, tentu saja tidak beda jauh dari kemarin-kemarin, tujuannya merebut buku tulis Chaira.

Siang bolong menjelang sore, Dini berjalan kaki pulang dari pangkalan rongsok tempat dia menjual hasil memulung dua kilogram gelas plastik bekas seharga Rp.5000. Dini memilih lewat jalan belakang daripada jalan raya Distrik Tambora, menghindari perhatian orang-orang. Sejak peringatan Detektif Husin tadi pagi, Dini sadar kalau dia memang sedang diincar.

Dini melewati RM Padang Konco Ambo dan warung Amat. Keduanya tutup. Detektif SMA dan adik kelasnya itu sekarang mungkin sedang pulas tidur siang. Senangnya bisa rebahan.

Kemudian, perlahan angin sepoi-sepoi bertiup. Awalnya Dini tidak curiga, sampai dia menengadah ke langit.

Gugus awan putih menggantung tidak bergerak. Bukankah ini mencurigakan?

Seharusnya, jika di bawah ada angin, awan di atas ikut bergeser.

Celakanya, Dini tidak cukup cepat untuk menyadari apa yang terdapat dalam hembusan angin semilir ini sehingga Rhanto dalam teknik gerakan anginnya menjalankan siasatnya.

Rhanto yang berulang kali menggunakan teknik gerakan angin melewati Dini, tujuan sebenarnya adalah menyebarkan uap dietil eter. Rhanto sendiri sudah bersiap dengan masker di wajahnya sehingga kebal dari obat bius generasi lama itu.

Pelan tapi pasti, kesadaran Dini menurun. Begitu Dini terkapar pingsan, Rhanto memeriksa isi tas ransel Dini.

Sejauh ini rencana Rhanto berjalan mulus, calo kurus merangkap pegawai minimarket itu sudah memperhitungkan di mana Dini tergeletak tidak kelihatan dari Jembatan Kali Angke. Tidak jadi soal meskipun letaknya di jalan belakang, Rhanto juga sudah memperkirakan gerak-gerik Detektif Husin. Anak SMA hilang ingatan itu jalan pikirannya serba instan. Mana mau dia jalan kaki ke Jembatan Kali Angke, pasti dengan kuasa portal.

Yang jadi soal, sudah lama Rhanto mencari barang bukti kasus pembunuhan yang diperebutkan banyak pihak itu tapi tidak juga ketemu.

"Sialan," Rhanto berkata kasar.

Ya. Tidak semudah itu mengambil buku tulis Chaira dari Dini Safitri. Anak tukang pos itu sudah tahu, pelajaran Bahasa Indonesia hari ini pembagian nilai. Perkara remedial, Pak Sudar juga tidak mau ambil pusing buat soal baru. Prinsipnya yang berangkat dari akhlak dan moral - lebih tepatnya kejujuran, berarti remedial ujian lisan. Tadi pagi Dini disuruh ceritakan ulang apa yang dia tulis waktu ujian. Tidak sulit, tentang murid SD Harapan 5 bernama Dadang dan Bahri temannya, perantau asal Sawahlunto, Sumatra Barat.

Intinya, hari ini Dini tidak bawa buku tulis Chaira. Daripada jadi masalah, lebih baik cari aman.

Ngomong-ngomong, Kota lingkaran Hening serupa dengan cerita pendek yang ditulis Dini. Tentang murid SD Harapan 3 bernama Dini Safitri dan Alif Saputra temannya, perantau asal Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sementara itu, Rhanto juga mikir. Kalau Dini lama tidak muncul, Detektif Husin yang mengawasi dari Jembatan Kali Angke pasti akan curiga.

"Kalau sudah begini jangan tanggung-tanggung," dengan teknik gerakan angin yang dikuasainya, Rhanto membawa Dini ke tempat yang tidak pernah dijangkau seorangpun teman anak tukang pos itu.

"Hey Toharun," Rhanto menyapa kakek dukun yang sedang ngelamun.

"Jangan bilang kau salah sasaran," Toharun sudah tahu apa masalahnya.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang