71. Yang Terjadi Selanjutnya.

32 2 0
                                    

Sudut Distrik Tambora.

"Tidak biasanya ada deru mesin yang membelah hening distrik ini," kata Toharun. "Preman jalanan benar-benar sudah berangkat,"

"Apa rencana kita?" tanya Sergam.

"Tidak banyak berubah," pendapat Rhanto. "Serikat B tetap harus mewaspadai dua pihak. Detektif Husin dan aliansinya yang berpusat di RM Padang, serta kepolisian dan orang-orang gadungan di dalamnya,"

"Bagaimana dengan desas-desus rencana kudeta Pak Sudar?" Sergam merasa itu cukup penting, karena ada uang yang terlibat di dalamnya.

"Tidak usah ambil pusing," saran Rhanto. "Konflik di sana seperti deretan kartu domino. Begitu satu jatuh, maka semua jatuh. Kita tidak perlu ikut campur,"

"Cukup kita pastikan," tambah Toharun. "Kartunya jatuh ke arah yang benar,"

"Ada kabar bagus dari minimarket," lapor Sergam. "Penjaga kasir sana tidak ikut arisan ibu-ibu,"

"Nah," Toharun menjentik jari.

Cthek!

"Di situlah ikan besarnya," lanjut Toharun. "Mengingat pergerakan ibu-ibu distrik tadi sore adalah mengadakan arisan, bisa kita duga kalau besok operasional RM Padang akan menurun,"

"Sama seperti minggu sebelumnya, ya," Sergam membaca pola yang terjadi.

"Bukan berarti kita akan fokus ke sana, kan?" tanya Rhanto. "Dengan perginya preman jalanan, kita jadi punya celah kosong untuk ditempati,"

"Bukan," meniru pola pikir Detektif Husin, Toharun mengambil pilihan yang out of the box, tidak umum. "Kita perkuat lobi-lobi dengan kepolisian, karena saat ini mereka adalah satu-satunya sekutu poros kita,"

"Ada pihak lain yang perlu diperhitungkan, kakek dukun?" tanya Sergam.

"Kalau ada, maka itu adalah Pak Heryanto. Kalian kenal orang itu, kan?" ujar Toharun. "Tukang pos andalan Distrik Tambora. Dia orangnya sulit dibaca. Pembawaan sifatnya tenang, dan sudut pandangnya serba tahu. Yang terakhir harus kita waspadai, karena menilai keberpihakannya dia bukan teman, bukan juga musuh. Hanya tukang pos biasa. Aneh, bukan?"

"Anggap saja begitu," Rhanto menguap lebar. "Hoahem!"

"Ayo kita istirahat," ajak Sergam.

Sementara itu, di Tasikmalaya.

Warung pecel lele dekat pabrik bata Keluarga Saputra.

"Balik kerja begini, enaknya makan nasi pecel lele sama ngopi," kata Adrian.

"Tapi setelah dipikir-pikir ya," Kaharu menghitung dengan jari. "Jumlah hari jaga kita sudah lebih dari syarat minimal sekali seminggu. Itu artinya, pas gajian nanti kita harusnya dapat bonus,"

"Maksudnya kamu tidak ada rencana jaga malam ini, Kaharu?" tanya Adrian.

"Cukup jelas, kan?" Kaharu tanya balik. "Aku pesan nasi pecel lele dibungkus. Kalau kita terlalu rajin, dikhawatirkan akan ada pihak-pihak yang curiga,"

"Benar juga," Adrian setuju.

"Saya balik duluan ya," pesanan Kaharu sudah siap. "Salamu alaikum,"

"Alaikum salam," jawab Adrian.

Setibanya di kontrakan, Kaharu makan malam seperti biasa. Tapi bukan Kaharu putra mahkota kedua Keluarga Komaru namanya kalau tidak punya rencana cadangan. Tentu saja, Kaharu punya.

"Dengan kuasa ini, penyelidikan akan lebih mudah," katanya.

Kaharu menutup sebelah mata dengan satu jari, memata-matai pabrik bata Keluarga Saputra dari jarak jauh.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang