28. Pandai Kau, Perantau.

52 2 0
                                    

Dan itulah yang terjadi.

Dalam pura-pura pingsannya, Saiful nyengir, tipis dan licik.

Sementara Sidak dan preman jalanan berebut sisa leher botol kaca sirop ABC, sebenarnya Saiful sudah melepaskan senjata tajam dadakan itu dari oposisi kelasnya, sehingga yang digenggam lawannya itu hanya tangan kosong.

Dalam kekacauan macam ini, Mintoha dan Sersan Safrul hanya bisa diam. Bingung mau berbuat apa, karena melerai mereka tidak ada gunanya. Mereka semua kan sesama antagonis.

"Aih, aku baru ingat," polisi gadungan berambut pirang kuning itu telat mikir. "Map kasus JKA dan korupsi internal SD Harapan 3 ada di tangan siapa, ya? Murid kelas 6B yang ngeselin itu apa ayahnya yang saksi kunci kasus JKA?"

"Jangan kebanyakan ngomong," Sersan Safrul menepuk bahu atasannya. "Lihat, apaan ituh,"

"Tidak pernah lihat sebelumnya," Sidak memang belum pernah menyaksikan kuasa yang seharusnya hanya dimiliki anggota Keluarga Komaru itu.

Beberapa saat yang lalu.

Sudut Distrik Tambora.

Dini mengerti kenapa perkelahian ini tidak ada habisnya.

Pertarungan ini bukan dua lawan tiga.

Melainkan tiga lawan tiga.

Masih tanpa sepengetahuan detektif SMA hilang ingatan itu kalau Dini bisa mendapat kuasa portal dari Chaira, korban kasus JKA yang belum sepenuhnya mati, tapi tidak bisa dikatakan hidup lagi.

Dini tahu apa yang seharusnya dia lakukan.

"Mengalah," katanya. "Bukan berarti kalah. Tetapi yakin kalau sebenarnya bisa menang dengan mudah,"

"Aih, siapa bilang?" Toharun terpaku heran, dari mana anak tukang pos itu memulung kata-kata barusan?

Kali ini, Toharun lengah, tapi Dini sengaja tidak melawan.

"Cari mati, ya?" Kakek dukun itu langsung menghajar Dini Safitri dengan tinju tak kasat dari segala arah.

Yang terasa oleh Dini bukan saja sakit atau terdorong, tetapi sekujur tubuhnya tidak berdaya. Adalah suatu hal yang sulit untuk dipercaya kalau sampai sekarang Dini masih berdiri tegak.

Ya. Dini Safitri sudah menyerahkan kendali anggota badannya sepenuhnya pada Chaira.

Kali ini, Dini yakin. Kemenangan benar-benar berpihak padanya.

Dini (atas kendali Chaira) menghindari tinju tak kasat yang melesat segaris antara dia dan Toharun dengan kuasa portal ruang.

Whush!

Dini berpindah ke belakang Toharun, lalu menimpuk kepala Sergam dengan koin seribu Rupiah.

Bletak!

Bletuk!

Bletok!

Dengan sudut sedemikian rupa sehingga tepat mengenai kepala belakang semua anggota Serikat B. Tanpa perlawanan, mereka ambruk tanpa kesadaran.

Grep!

Dini menangkap koin seribu Rupiah yang tadi dilemparnya.

"Bagus, sekarang ambil barang bukti," Detektif Husin beraksi dengan sarung tangan dan karung goni mengamankan sepucuk pistol revolver berikut selongsong amunisinya, sebilah belati, dan sebotol obat bius dietil eter.

"Sekarang kita ke mana, detektif?" tanya Dini Safitri.

"Menuju depan RM Padang Konco Ambo," Detektif Husin tidak lagi bertanya-tanya soal dari mana Dini mendapatkan kuasa portal yang dulu ia miliki.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang