"Adalah Rei, sepupuku yang datang ke Tasikmalaya tidak lama sebelum terjadi gempa 2 September, yang memberi kabar padaku soal hilangnya Rian kakaknya," Kaharu mundur ke masa lalu. "Dari sana, jelaslah alasan diadakannya rapat besar Keluarga Komaru tiga tahun sebelumnya, acara yang tidak aku ketahui apa latar belakangnya tapi membebaniku dengan tanggung jawab yang saat itu aku belum cukup umur untuk mengerti. Dalam rapat itu, aku melihat sepupunya Rei - namanya Reiko - bersama seorang perempuan yang aku tidak kenal, yang pastinya bukan dari anggota Keluarga Komaru. Waktu itu Reiko beritahu aku, perempuan itu adalah Ranti, teman terdekat Rian di SMA nya, saksi mata hilangnya putra mahkota pertama Keluarga Komaru itu di puncak Bukit Cikutra,"
"Waktu Rei datang ke Tasikmalaya, apakah dia ada cerita tentang Ranti?" tanya Dini.
"Ada, tapi versinya berbeda," Kaharu tidak melewatkan satu detail pun. "Rei meyebut nama teman terdekat Rian sebagai Ran, bukan Ranti. Tambahan lagi, Reiko, ketika rapat tidak memanggil putra mahkota pertama sebagai Rian, melainkan Sahri,"
"Begitu, ya?" Dini pura-puranya baru tahu, aslinya dia sudah tahu dari dulu lewat buku tulis Chaira.
"Justru sekarang aku tidak mengerti,," Kaharu mengaku. "Kenapa orang yang aku kenal sebagai Ran atau Ranti itu sekarang menyebut dirinya Noor dan lebih mengenal Sahri alias Rian sebagai Tio?"
"Alasan Noor merantau ke ibu kota terbaca dari kilasan matanya, Ka," kata Dini. "Dia mencari seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Tio. Sebagaimana Ka yakin kalau Chaira masih ada, Noor juga yakin, Tio masih ada,"
"Tapi aku membaca kilasan ragu pada mata Noor barusan," sanggah Kaharu. "Kira-kira apa maksudnya?"
"Maksud dari kilasan itu tidak berasal dari pencarian Tio, melainkan anggota lainnya dari Keluarga Komaru," pendapat Dini.
"Secara dia tidak ada masalah dengan Keluarga Komaru," Kaharu mengingat kembali apa yang terjadi hari rapat keluarga. "Sepertinya ada hal lain,"
"Jika bukan Keluarga Komaru," Dini mengutip apa kata Noor. "Penjaga kasir minimarket itu pernah bilang sesuatu padaku tentang perang besar preman,"
"Pernah dengar tentang itu juga di rapat keluarga," kata Kaharu. "Ada pengkhianat dalam Keluarga Komaru,"
"Reiko?" Dini menebak siapa yang paling mungkin dimaksud Kaharu. "Menurutku, dia lebih tepat disebut kambing hitam daripada pengkhianat,"
"Masa?" Kaharu tidak cukup yakin.
"Hubungan antara Reiko dan Rav tidak berkaitan dengan perang besar preman," alasan Dini. "Sekalipun Rav adalah putra kepala bagian preman terminal, mereka tidak berperan apapun dalam kejadian hilangnya Rian,"
"Bagaimanapun, mereka diuntungkan," ujar Kaharu. "Dengan tidak adanya Rian sebagai putra mahkota Keluarga Komaru, serikat preman punya kesempatan strategis untuk merebut usaha dagang yang berpusat di Pasar Induk Caringin itu,"
"Ada motif yang tidak dapat dijelaskan dengan bukti yang tersedia sekarang tentang kenapa Rian menghilang," Dini menutup debat kusir. "Hei, kita di mana?"
"Hati-hati, Dini," Kaharu bersiaga. "Ini bukan tempat di mana orang biasa boleh asal nyelonong,"
"Markas preman jalanan," Dini mengenali tembok beton susun yang salah satu ruasnya dijebol asal-asalan lalu dibuat gerbang dengan palang kayu di sisi kiri jalan itu. "Tadi kita salah belok rupanya,"
Dan secara tidak sadar, barusan Dini lewat di depan rumahnya sendiri.
Berhubung Detektif Husin menggelar acara nonton bareng yang memblokir jalan, RM Padang Konco Ambo tidak bisa diakses dari pertigaan langsung, tapi harus memutar lewat gang sempit antara SD Harapan 3 dan SMP Harapan 5. Sebenarnya, waktu awal-awal ngobrol ngalor ngidul dengan Kaharu tadi, Dini sudah belok kiri, tapi karena tidak memperhatikan jalan, sekali lagi mereka belok kiri di jalan raya Distrik Tambora menuju tempat kosong itu sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Lingkaran Hening.
خيال (فانتازيا)Kota. Tempat orang-orang senasib bersatu. Lingkaran. Peristiwa yang terulang kembali. Hening. Mengenang mereka yang telah pergi. Kota Lingkaran Hening. Rantau para penyaksi.