68. Hatur Nuhun.

39 1 0
                                    

"Memang bukan bocah-bocah itu," kata Toharun setelah keluar RM Padang, memimpin jalan Serikat B menuju sudut distrik. "Tapi orang-orang, yang bahkan mereka menghindar darinya,"

"Kekuatannya setara dengan kita?" tanya Sergam.

Kakek dukun geleng kepala. "Tapi ada aura yang pekat menggantung di sekitar mereka,"

"Kasat mata dukun, ya?" Rhanto menilai. "Berarti auranya cukup kuat,"

"Kentara di siang bolong, asap yang membawa kegelapan," ujar Toharun. "Aura kebencian,"

Sementara itu, di RM Padang Konco Ambo.

"Galang, Akano," Dini menyusun rencana. "Habis ini, kita menuju warung Amat. Kalian tanyakan padanya hal-hal berikut. Terima kasih sudah bantu saya belajar kelompok,"

"Cincailah!" Akano ikut saja, berhubung perut kenyang urusan jadi gampang.

Dini juga berpesan pada Detektif Husin. "Detektif, kalau nanti ada yang bisa dikocok, usahakan agar detektif yang kocok,"

"Dari ibu-ibu arisan mungkin ada yang pesan telor dadar?" Detektif Husin memeriksa stok telor di kulkas. "Aman kalau begitu,"

Anak SMA hilang ingatan itu gagal menangkap apa yang Dini maksud 'bisa dikocok', tapi takpe, nanti juga dia mengerti kok.

Dini menutup sebelah mata dengan dua jari, membuka portal ruang menuju depan warung Amat. "Masuk saja, janji aman,"

Warung Amat.

"Dini, tidak biasanya kamu datang bawa teman?" Amat bangun dari rebahannya. "Pasti ada maunya ini, hayo ngaku,"

"Melihat catatan tempel di depan warung, kentara kamu lagi kesal gara-gara Detektif Husin borong garam dari warung tutup," kata Dini.

"Cukup teliti juga ya kamu, anak tukang pos," Amat membenarkan. "Tapi sepertinya urusanmu bukan di situ deh,"

"Memang bukan," kata Dini. "Itu porsi teman-teman saya. Perkenalkan, Amat, ini Galang dan Akano,"

"Bicara soal garam, Mat," Galang membentuk posisi dan alat tawar. "Dikabarkan Detektif Husin beli enam ons dari warung tutup. Anggap stok warung tutup habis, dan saat ini ada lima bungkus garam utuh di RM Padang. Jika kita beli kelimanya dari anak SMA hilang ingatan itu lalu kita jual dengan harga lebih tinggi, maka pasar garam yang sempat direbut warung tutup itu bisa kita ambil lagi,"

"Ide bagus," Amat setuju. "Dengan harga normal garam Rp.2000 per bungkus, kita beli seharga Rp.2500 per bungkus. Jual lagi, Rp.3000 per bungkus,"

"Mengingat harga garam minimarket Rp.5000 per bungkus, Mat," Dini memberi saran. "Sebenarnya jika beli dengan harga Rp.3000 per bungkus dan jual dengan harga Rp.4000 per bungkus masih jadi opsi yang mungkin, dengan untung lebih banyak,"

"Serahkan saja pada Galang," Amat mengambil uang pecahan sebanyak Rp.15.000.

Sementara Galang pergi ke RM Padang, Akano menanyai Amat soal pembeli tadi pagi, dan sesuai perkiraan Dini, jawabannya sama.

"Ada tiga orang dari kelas 5 SD Harapan 3, aku tidak kenal siapa mereka," kata Amat. "Mereka mencari alamat rumah Tama, teman sebangkuku yang jago gambar. Mereka juga bilang sesuatu tentang surat, tapi aku tidak tahu pasti apa isinya, mereka tidak bilang. Aku tanya Pak Heryanto juga, tidak dijawab karena itu data pribadi pelanggan,"

"Gimana nih, Dini?" tanya Akano.

"Takpe," jawab Dini. "Aku masih ada hal lain yang perlu ditanyakan, tapi jangan sekarang, kita cari tempat yang aman,"

"Kalian kira warungku tidak aman?" Amat tidak setuju. "Memangnya kalian copet?"

Amat benar. Di warungnya, copet tidak akan aman.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang