51. Permintaan Bata Meningkat Tajam.

63 2 0
                                    

"Minggu depan kamu masih ulangan kan?" seingat Noor, jadwal sekolah Dini setelah ujian praktek adalah UAS.

"Ya," Dini juga menuangkan minum untuk Noor. "Masalahnya sebelum UAS sudah harus bayar SPP,"

"Begitu ya?" Noor agak perhitungan. "Dari dulu juga begitu sih, berapa SPP nya?"

"Rp.100.000," angka yang disebutkan Dini tidak pernah berubah sejak dia kelas satu. "Tapi rapel tiga bulan,"

Noor menghela nafas. "Kenapa bisa begitu? Tiga bulan terakhir tidak dibayar kah?"

"Kartunya belum keluar," alasan Dini. "Tahu sendiri lah bagaimana kotornya kepengurusan SD Harapan 3 kalau tidak dipegang Pak Sudar,"

"Sekarang ya," Noor tahu siapa kepala SD Harapan 3 saat ini. "Tapi sebelum koruptor itu lengser dari jabatannya seumur-umur kamu sekolah di sana kepala sekolahnya dia, kan?"

"Ya sih," Dini tidak punya jawaban lain. "Kalau yang ditanya Pak Sunar, mungkin jawabannya lain,"

"Baiklah kalau begitu, Noor pergi dulu," penjaga kasir minimarket itu melipat kertas bekas bungkus nasi Padang yang sudah habis. "Salamu alaikum,"

"Alaikum salam," jawab Dini seraya bersiap menuju RM Padang.

Waktu Dini tidak banyak. Kalau jadwal tanding bola dimulai jam 8.30 dan preman jalanan yang berencana datang nonton habis itu mengikuti rapat pemegang tender, mereka pasti makan malam dulu. Karena itu mereka harus datang lebih awal, sekitar jam 7.45.

Dan sekarang sudah jam 7.15.

Menghindari kecurigaan Noor, Dini tidak pakai kuasa portal melainkan jalan kaki.

"Masih ada yang mau ditanyakan?" Detektif Husin menyiram kuah gulai kepala kakap, alamat preman jalanan datang lebih awal lagi - mungkin jam 7.30. "Apapun itu pasti bukan soal kasus JKA, kamu kan sudah terikat perjanjian dengan Alif,"

"Reiko dipindahtugaskan ke mana?" Dini cukup yakin pertanyaan ini tidak terlalu menyerempet kasus JKA.

"Kenal kakek-kakek yang tadi pagi kamu ajak ngobrol?" Detektif Husin tanya balik.

"Sir D Namer yang kartu tanda premannya lagi hilang dan sekarang ada di tangan kita?" Dini tengok kanan kiri memastikan yang diomongin tidak ada di sekitar sana.

"Ada rekannya yang bernama Rogue San, sepertinya dia tahu," Detektif Husin ingin jawab, tapi secara aman sehingga Dini tidak melanggar perjanjiannya dengan Alif.

"Kalau begitu, aku harus ikut rapat pemegang tender, ya?" Dini memeriksa ulang rutinitasnya.

"Kau masih menghindari seseorang, Dini," itu kentara di mata Detektif Husin. "Noor,"

"Malam ini dia lembur," Dini melapor. "Tadi Noor pesan makan malam di sini, kan?"

"Barusan dia kelihatan senang, seperti mau turun gaji dipercepat," begitu kesaksian Detektif Husin. "Sepertinya kau benar kalau Noor punya nomor kontakku yang lama, tapi sejak kapan?"

Dini angkat bahu. "Setidaknya kamu mulai percaya, detektif,"

Dini pulang dengan kuasa portal supaya tidak berpapasan dengan preman jalanan, rekam jejaknya masih kurang bagus. Rapat pemegang saham baru dimulai jam sepuluh malam lewat sedikit, Dini bisa tidur dulu.

Sampai di kontrakan Bu Nin juga Dini tidak sempat tidur, dia menulis perkembangan kasus JKA untuk selanjutnya dikirim ke Sifa lewat pos. Jam sembilan malam lewat lima menit Noor pulang kerja, segera tidur pulas. Saat yang sempurna untuk keluar dengan kuasa portal, tapi sebaiknya tunggu sampai menjelang rapat dimulai. Dini tidak berniat membuka buku tulis Chaira, supaya nanti sekali lapor langsung semuanya.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang