24. Kekuatan Besar yang Terakumulasi.

52 2 0
                                    

Berbeda dengan Dini, Bu Nin, Sersan Safrul, dan Detektif Husin, Pak Sunar tidak melihat Rhanto sebagai salah satu anggota Serikat B, melainkan teman lama saat masih SD dulu, di SD Harapan 3 juga.

"Biasa, jadi kernet bis, jual tiket kereta, atau jualan nasi goreng," Rhanto menghindari menjawab 'serabutan' atau 'anggota Serikat B'. "Oya, kabarnya Kadirun jadi pengacara?"

"Tahu Muktaru, kepala sekolah korup yang sudah puluhan tahun nangkring di sana?" Pak Sunar punya cerita. "Kadirun berhasil mengkudetanya, operasi tangkap tangan sudah lewat dua minggu lalu,"

"Ya," jawab Rhanto, datar. "Kalau bukan karena orang itu, aku mungkin tidak jadi seperti sekarang,"

"Maksud?" Pak Sunar belum faham.

"Sejarah berulang, bukan? Aku dan Sergam, Doko dan Aryo. Siapa yang membentuk mereka jadi seperti itu kalau bukan seorang Muktaru?" tanya Rhanto, retoris.

"Begitu, ya?" Pak Sunar manggut-manggut, enggan berdebat.

"Oya, Samsunar," Rhanto mengingatkan. "Bukannya sekarang kau ada jadwal mengajar? Kenapa tidak di sekolah?"

"Sudah titip tugas," Pak Sunar beralasan. "Asal tahu saja, internal jajaran guru sedang ada kongkalikong untuk menggulingkan guru kita dulu, Pak Semsudar,"

"Beliau jadi kepala sekolah lagi?" Rhanto baru tahu. "Ini serius, kan? Bukannya beliau sudah pensiun?"

"Kalau Muktaru lengser, siapa yang lebih berhak untuk jadi kepala sekolah?" giliran Pak Sunar bertanya retoris.

"Kau lah yang maju," saran Rhanto.

"Ya," Pak Sunar setuju. "Setelah konflik internal benar-benar reda. Aku berangkat dulu, Rhanto. Ketemu lagi kapan-kapan,"

"Tunggu tanggal mainnya, aku punya kejutan," kata Rhanto.

Kelas 6B SD Harapan 3.

"Minggu besok ujian praktek, lalu ujian sekolah dan ujian nasional, ya?" Dini mencatat kalender pendidikan di belakang buku tulis Chaira. "Lihat saja nanti, siapa aku sebenarnya!"

Chaira menuntaskan pelajaran Bahasa Indonesia bab pantun dengan baik. Seperti biasa, begitu bel istirahat berdering dua ketukan panjang, Dini langsung tidur pulas bersandar ke meja.

Selebihnya, rutinitas SD Harapan 3 berlalu seperti biasa. Sifa jajan di kantin belakang sekolah, Alif, Saiful, dan Amat main bola membantai kesebelasan kelas 6A yang diketuai Sidak.

Sudah pasti, hari ini Pak Sunar datang terlambat. Doko dan Aryo juga. Pak Sudar tidak memberi mereka hukuman karena sibuk mengejar ketinggalan materi. Saat bel istirahat berdering dua ketukan panjang, dari kelas 5B, Pak Sunar langsung masuk ruang guru. Melihat peluang ini, tanpa pikir panjang, Doko dan Aryo membolos.

"Kenapa harus bisik-bisik?" Pak Sunar membuyarkan suasana serius rapat upaya kudeta Pak Sudar. "Padahal posisi kita diuntungkan lho,"

Adalah guru olahraga, matematika, seni budaya, dan bahasa Inggris yang menjadi penggerak rapat kudeta itu. Tentu saja, semua orang langsung menaruh curiga pada Pak Sunar.

"Emang situ tahu apa ujuk-ujuk nimbrung?"

"Ya, bukannya Samsunar selama ini pihak pro Pak Sudar jadi kepsek?"

"Tidak salah lagi, ini siasat supaya rencana kita terbongkar,"

"He, kalau memang Samsunar pindah kubu ke kita, bukankah itu bagus?"

"Pendukung kita tambah, Pak Sudar tinggal sendiri, begitu maksudnya?"

"Lebih dari itu, kita punya bahan isu untuk menghilangkan keduanya. Sekali lempar, dua tiga pulau terlampaui,"

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang