Bola dioper ke Doko yang selanjutnya merencanakan agar kelas lima terkena offside dan kelas enam mendapatkan tendangan bebas langsung. Praktis, Doko ditunjuk jadi eksekutor.
Terinspirasi dari video acak di y** tube, Doko membungkuk sampai posisi rukuk sebelum menendang. Bola menyasar kepala Amat yang jadi pagar, jatuh di belakang gawang. Kelas 6 mendapat sepak pojok.
"Biar aku yang urus!" Aryo mengambil alih posisi Doko. "Kalau saja yang kau incar tadi adalah Tama wibu, kita sudah gol!"
Dini menadahkan tangan supaya tidak kesilauan, mengamati permainan di depan gawang. "Aryo ngapain ke sudut lapangan?"
"Ada apa di sudut lapangan, Dini?" Galang menirukan posisi tangan yang sama seperti Dini. "Sepak pojok?"
"Mungkin, aku tidak tahu apa itu sepak pojok," Dini melihat Aryo menendang bola. "Matamu minus ya?"
"Hei, aku mana ada cukup duit buat beli kacamata?" Galang beralasan. "Toh main bola tidak disarankan pakai kacamata,"
"O-ow," Dini mendapati sesuatu yang tidak beres. "Tidak gol,"
Di depan gawang, Doko menyundul bola. Amat menyundul balik, menyelamatkan gawang kelasnya. "Maju, semuanya!"
Seketika itu formasi kelas 5 berubah jadi 1-4-4-1, memenuhi tengah lapangan dengan delapan gelandang yang mengacaukan penyerang lawan. Efek kaki kebas yang diciptakan Dini sudah lama hilang, hanya bertahan setengah menit.
Tujuan Amat memasang delapan gelandang adalah memastikan Tama selaku ujung tombak selalu dapat operan bola sebagai peluang mencetak gol serta menekan pertahanan kakak kelas. Siasat yang efektif, mengingat separuh pemain kelas 6 masih berada di depan lapangan dan harus tarik mundur dari posisi mereka.
"Gol!" seru Tama.
"Penalti!" Galang tidak setuju.
Alasannya, Tama menjegal salah satu gelandang kelas 6.
"Ada apa ni?" wasit umum kelas 4 terlambat datang ke TKP.
Setelah mendengar duduk perkaranya, keputusan yang keluar tidak masuk akal. Tapi mau bagaimana lagi, kedua tim sama-sama capek, tidak mau berdebat.
"Toss coin, keluar garuda berarti gol,"
"Boleh pakai koinku?" Galang punya koin lima puluh perak warna kuning.
"Sini," wasit kelas 4 melakukan toss coin. "Nanti ambil lagi sendiri ya, aku tidak mau tanganku kotor dua kali,"
Songong betul.
Mana keluarnya garuda!
Pertandingan penentu dominasi lapangan antara kelas 5 dan kelas 6 mencapai titik paling panas. Skor imbang, sisa waktu empat setengah menit.
Mengimbangi pola permainan kelas 5 yang unggul di tengah, Alif mengubah formasi kelas 6 menjadi
"Semoga saja siasat pisau berlaku," katanya.
Dini dan Galang maju ke posisi gelandang. Alif, Saiful, dan Sidak juga mundur ke posisi gelandang. Bahkan Tako yang selama ini jadi kiper juga ditempatkan Alif di podisi yang sama.
"Akhirnya, kesempatanku mengacaukan permainan lawan sampai juga," katanya.
Doko dan Aryo ditugasi sebagai penyerang karena staminanya masih bagus dan tidak terkendala mata minus, melancarkan kick off terakhir pertandingan hari itu.
"Hayo hayo, mau ke mana?" Tako dengan badan tinggi besarnya membendung pergerakan adik kelas.
"Jangan kira mata minus menghalangi permainanku!" Galang merebut bola, melepas tendangan terkuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Lingkaran Hening.
FantasyKota. Tempat orang-orang senasib bersatu. Lingkaran. Peristiwa yang terulang kembali. Hening. Mengenang mereka yang telah pergi. Kota Lingkaran Hening. Rantau para penyaksi.