13. Ayam Bakar Bumbu Rendang.

39 4 0
                                    

Rabu 9 April 2014.

Detektif Husin sedang mengaduk rendang, kali ini tidak salah racik.

"Sabar, Husin, sabar!" Ralf mengawasi.

Husin mengelap keringat.

Rendang itu wangi, tapi uapnya panas.

Rumah Dini.

Satu hal yang luput dari perhatian Dini, mengingat ayahnya bekerja di kantor pos, Dini selalu punya stok perangko meskipun pengiriman surat terus berkurang.

Hari ini, Dini berangkat pagi-pagi sekali. Ke kantor pos dulu, baru ke sekolah. Ada surat yang mau dia kirimkan. Padahal alamatnya kantor pos itu sendiri, ditulis lengkap. Yang bersangkutan, ayahnya.

Pagi-pagi ayah Dini membaca surat itu.

Ayah.

Kalau memang hidup itu pilihan, kapan aku harus memilih?

Dini.

"Sortir, Pak Heryanto!" tegur ayah Alif.

Pak Saputra.

Jembatan Kali Angke.

Sergam memutar selongsong peluru pistol revolver. "Kali ini giliranku, Rhanto. Leave it to the pro. Serahkan saja pada ahlinya,"

"Jangan gunakan trik yang sama dua kali," saran Rhanto. "Aku sudah menembak arah melambung, lurus ke target menembus rimbun pohon mangga, dan mengunci target di bawah jembatan. Semua meleset,"

"Aku tunggu di gerbang sekolah," Sergam memejamkan sebelah mata. "Tidak boleh tidak, siapapun pasti lewat sana,"

Alasan Rhanto dan Sergam menembak jarak jauh pakai pistol revolver, karena itu satu-satunya tembakan yang mereka punya, mereka tidak senapan runduk. Tapi dengan pistol revolver, kemampuan mereka akan lebih terasah jika pakai senapan runduk.

Senapan runduk? Itu lho, SR! Sniper rifle!

"Alif Saputra kaga nongol-nongol," Rhanto mengintip ke bawah jembatan.

"Kau kesiangan sih," sindir Sergam. "Rasakan nih! Target lock!"

Gerbang SD Harapan 3.

Suara perempuan itu berbicara di dalam kepala Dini.

Geser kanan, Dini!

Sama persis suara yang dulu pernah dia dengar di bawah jembatan layang.

Baik, ka. Perempuan bernama Chaira itu... (Bab 3).

"Aku sudah nyangka ada peluru nyasar," kata Dini. "Untung saja aku tidak perlu kehilangan koin,"

"Kau ngomong sendiri, Din?" tegur Alif.

"Kaga," Dini geser samping selangkah.

Cklang!

Peluru revolver bersarang di plat besi pagar gerbang.

Butuh beberapa detik bagi Alif untuk mengerti kejadian barusan.

"Cepat masuk kelas," perintah Alif. "Firasatku kemarin tidak meleset, penembak itu mengincar kau!"

"Takkan," jawab Dini santai. "Sekali tembakan mereka melenceng, target langsung sadar sedang diincar. Mereka takkan tarik pelatuk lagi. Oya, Alif. Kemarin sore kau pangkas rambut, ya?"

"Ketemu Detektif Husin," tambah Alif. "Lagi ngelamun dia, banyak pikiran,"

"Mungkin sekarang dia sedang urus kasus internal sekolah kita," kata Dini. "Tapi yang sebenarnya banyak dia pikirkan bukan itu,"

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang