Dua tahun lalu, di sebuah perumahan sederhana kota Jakarta.
Namaku Shalena Kelsen. Seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang termasuk pada jenis gadis yang pendiam dan penurut. Gadis cupu yang tidak banyak bergaul sana-sini. Aku tinggal bersama ibuku, Melia. Ibu yang membesarkan aku seorang diri, karena Ayah memilih meninggalkan Ibu ketika mengetahui Ibu hamil anaknya. Ya, aku anak dari hubungan terlarang Ibu dan Ayah --yang namanya saja tidak kuketahui--.
Saat ini, aku duduk di bangku SMA kelas dua. Membiayai sekolah dengan hasil keringatku sendiri, karena Ibu yang bekerja hanya sebagai staf admin di kantor, sama sekali tidak ingin tahu menahu tentangku. Aku makan atau pun tidak, sepertinya Ibu juga tak pernah peduli.
Setelah belasan tahun Ibu sendiri, akhirnya sebulan yang lalu Ibu menikah dengan seorang pria bernama Toya. Pria yang kuketahui sudah menikah dan memiliki tiga anak yang salah satu di antaranya seumuran denganku.
"Bu, aku berangkat sekolah, ya." kataku di suatu pagi.
Ibu yang tengah memakan sarapannya, menoleh sebentar padaku. "Ya. Hati-hati," jawabnya singkat. Selalu seperti itu. Aku menatap sekilas pada Om Toya yang terus menatapku dengan tatapan yang aku sendiri tak tahu artinya, lalu berangkat setelah mengucapkan salam.
Pukul tujuh, siswa-siswi sudah berkumpul di kelas dengan buku pelajaran pertama yang sudah tertata rapi di meja. Aku melirik teman sebangkuku yang baru dua bulan, Gea.
"Ge, wajahmu pucat. Kamu sakit?" tanyaku. Pasalnya, mata Gea sedikit meredup dengan bibir pucat.
"Aku?" tanyanya. "Aku tidak apa-apa. Hanya kurang darah saja," jawabnya.
Aku mengangguk-angguk. "Jangan begadang. Makan sayuran yang banyak mengandung zat besi, banyak makan makanan seperti ati ayam juga. Itu bagus buat kamu," kataku seraya tersenyum.
Mata pelajaran dimulai. Semua siswa fokus pada Bu Yuli yang tengah menjelaskan mengenai hukum Newton. Aku melirik Gea yang juga terfokus pada pelajaran Bu Yuli. Sesungguhnya, Gea adalah sahabatku satu-satunya. Sahabat yang kuketahui menyayangiku seperti aku juga menyayanginya. Meski kami berbeda kasta, tetapi dia tak pernah menyinggung soal itu ketika kami berbicara. Dia baik, pintar, cantik dan berasal dari keluarga berada. Sungguh sempurna hidupnya. Hidupku dan hidupnya benar-benar berbanding terbalik. Tapi sejauh ini aku bersyukur memilikinya, temanku berbagi cerita baik itu tangis atau tawa.
Jam istirahat tiba. Seperti biasa, aku hanya pergi berdua dengan Gea. Tidak seperti siswa lain yang bergerombol dengan kawan-kawannya.
"Pesan apa, Ge?" tanyaku.
"Aku mie ayam, deh." Ia tersenyum.
Seperti biasanya, aku yang selalu memesankan makanan untuk kita berdua. Kantin selalu ngantri. Dan Gea tidak bisa berdiri lama-lama. Entahlah. Dia tidak cerita soal penyakit apa yang ia derita. Yang jelas, gadis itu tidak pernah ikut olahraga atau kegiatan berat lainnya.
"Selamat makan!" Gea berseru senang ketika makanan sudah sampai di meja. Ya, aku dan Gea bagaikan dua kutub berbeda, bukan hanya tentang kasta saja, tetapi sifat kami. Jika Gea adalah gadis periang yang optimis maka, aku adalah gadis pendiam yang pesimis. Dia gadis yang nafsu makannya tinggi, sedangkan aku tak jarang hanya minum saja ketika istirahat.
Ponselku berbunyi ketika aku tengah menikmati bubur ketan hitam yang kupesan. Ternyata telepon dari rumah.
"Hallo?"
"Shalena, pulanglah. Ibu sakit!" Suara berat dari seberang sana menyahut.
Aku menelan sisa-sisa bubur ketan di dalam mulutku lalu minum teh hangat di meja. "Ibu? Serius, Om!?" tanyaku panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALABA
ChickLit#155 in Chicklit (1 Mei 2018) #186 in Chicklit (29 April 2018) Private Acak. Follow sebelum baca❤ [][][] Blurb: Shalena Kelsen, yang sejak lahir tak pernah bisa merengkuh cinta. Lahir dari seorang wanita bernama Melia, yang dicampakkan pacarnya...