10.2 Wanita Paling buruk

1K 43 0
                                    

  Air mata yang sejak tadi meluruh, perlahan mengering tertiup angin saat aku keluar dari dalam taksi. Berdiri di depan sebuah rumah bergaya klasik, kuseka bulir-bulir air mata yang tersisa. Kemudian dengan lemah, kuketuk pintu rumah itu.

     Pada ketukan yang ke sekian, pintu itu terbuka. Sosok jangkung dengan tatapan dinginnya menatapku menyelidik.

     "Aku ingin bertemu Gea," kataku pada laki-laki itu.

     "Kau ..."

     Belum sempat lelaki itu melanjutkan kalimatnya, seorang gadis di belakang berteriak nyaring, "Siapa, Kak?"

     "Shalena," jawab lelaki itu.

     Lalu muncullah seorang gadis berpiyama dengan motif bunga-bunga di depanku. Seperti biasa, wajah gadis itu berseri-seri.

     "Shalena, Ya Tuhan! Kaudatang di saat yang tepat! Aku dan Kak Key sedang menonton drama Ko ..."

     "Ge!" Dengan segera aku menghambur ke pelukan Gea. Rasanya tak sanggup lagi. Aku butuh pelukan seseorang untuk menyalurkan kesakitan yang membatu di hatiku.

     "Shalena, kau ... Kenapa?" Gea bertanya ragu.

     Isakkan yang keluar dari bibirku semakin keras. Bongkahan batu yang besar terasa menghalangi tenggorokan untuk kubernapas. Ini terlalu menyesakkan.

     "Ge, ini ... Evan ..." ucapku tersendat-sendat. Dan pada akhirnya aku tak bisa melanjutkan.

     "Kita masuk dulu," gumam Gea yang lalu membawaku duduk di ruang tamu.

     Aku mengikuti Gea. Menatap sekilas ke arah Keyshon yang seperti biasa menatapku dengan tatapan datarnya.

     "Kakak, bawakan koper Shalena ke kamarku!" perintah gadis itu yang dituruti Keyshon dengan enggan. Lelaki itu menatapku beberapa saat ketika ia melewati tempatku duduk. "Aku bawakan kau teh hangat, ya. Tubuhmu dingin," kata Gea. Ia lantas pergi meninggalkanku sejenak.

     Setelah beberapa saat, Gea kembali dengan segelas besar teh hangat yang ia suguhkan padaku

     "Minumlah," katanya.

     Aku menuruti perintah Gea. Meminum teh hangat itu sedikit. Perasaanku sedikit lebih tenang.

     "Sekarang cerita padaku, kau sebenarnya kenapa?"

     Hening beberapa lama. Aku bingung harus memulai cerita ini dari mana. Dan sebelum bibirku bercerita, air mata sialan ini justru mendahuluiku. Entah mengapa rasanya sulit sekali berhenti menangis. Aku seperti mendapati Shalena yang dulu. Shalena yang cengeng saat Ibu mengusirku.

     "Apa ini berhubungan dengan Evan?" tanya Gea.

     Kembali air mataku meluruh saat kutatap mata Gea. "Ya," jawabku susah payah. "Aku ... aku bukan wanita satu-satunya ..."

     "Maksudmu, Evan berselingkuh!?" pekik Gea. "Lalu, apa kau menyerah? Dengar, Shalena. Kau istri sah Evan, kau berhak memperjuangkannya dan mendepak orang yang sudah merebut ..."

     "Tidak tidak, Ge," jawabku.

     Gea menatapku dengan alis yang saling bertaut. "Lalu?" tanyanya ragu.

     "Aku yang merebut Evan. Dia memiliki istri lain. Aku mungkin hanya istri keduanya."

     "APA!?" pekikan Gea kali ini begitu keras. "Bagaimana bisa?" lirihnya kemudian, seolah bertanya pada dirinya sendiri.

     Aku tersenyum miris, kemudian mulai menceritakan segalanya kepada Gea dengan perasaan campur aduk. Gea hanya bisa menyimak dan mendukung keputusanku. Karena benar, posisiku sulit. Jika aku memilih bertahan dengan Evan, belum tentu orangtua Evan akan setuju. Dan Angela? Wanita itu terlalu tak pantas untuk disakiti.

[][][]

GALABATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang