4.1 Menikah

1.1K 41 0
                                    

Aku termangu dengan bodoh di sisi Evan yang saat ini sudah rapi dengan kemeja putih dan jas hitam. Di hadapan Evan seorang lelaki paruh baya berjas navy duduk seraya mengulurkan tangan untuk dijabat Evan di atas meja. Kemudian Evan menerima jabatan tangannya dan pengikraran akad pun terjadi. Sampai di sini aku masih cengo hingga Evan memasangkan cincin di jemariku.

"Pasangkan, Sayang." Evan bertutur lembut.

Aku mengambil cincin di dalam kotak beludru yang merupakan pasangan cincin yang tersemat di jariku. Kemudian perlahan, aku memasangkan cincinnya di jemari Evan. Evan meraih tanganku dan aku mengecup punggung tangan Evan.

"Kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri di mata agama mau pun negara." ucap laki-laki paruh baya yang tersenyum ramah pada kami setelah kami menandatangani surat nikah.

Aku menatap lelaki paruh baya yang mengatakan kalimat barusan. Lalu beralih pada dua orang laki-laki yang di sisi mereka masing-masing duduk seorang wanita cantik.

Aku benar-benar tak menyangka semuanya terjadi begitu cepat. Tadi pagi, aku bangun dengan Evan sudah tak ada lagi di tempat tidur. Ternyata lelaki itu sudah duduk tenang di meja makan dengan pakaiannya yang rapi. Ia lantas menyuruhku mengganti pakaian, tak ada yang patut kucurigai karena Evan sudah terbiasa memakai pakaian rapi seperti itu, dan Evan tidak menyuruhku memakai kebaya atau sejenisnya. Tapi, aku mulai heran ketika Evan membawaku ke KUA. Dan apa yang aku curigai benar, ia akan menikahiku. Ya Tuhan, betapa konyolnya ini semua. Dan tahu apa yang Evan katakan ketika aku menolak untuk menikah dengannya? Dia berkata akan mengakhiri hidup. Dan hardiklah aku sebagai si bodoh, aku percaya saja dan takut itu benar-benar terjadi. Astaga, ini benar-benar!

Evan mengusap kepalaku dengan lembut. "Sekarang kau tinggal di apartemenku. Semua barang-barangmu sudah anak buahku urus."

Aku hanya mengangguk bodoh. Masih bingung dengan ini semua.

"Jangan marah. Aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin kehilanganmu, Shalena."

Aku menatap Evan sejenak. "Sudahlah. Ayo pulang, Van. Aku capek."

Evan menyetujui dan kami keluar setelah Evan mengurus beberapa hal yang tidak kuketahui. Sampai di depan mobil, Evan menatap kedua laki-laki yang tadi menjadi saksi pernikahan kami beserta wanita mereka.

"Terimakasih, Ga, Nil. Sejauh ini kalian selalu mendukungku." Evan berucap pada mereka.

"Sama-sama, Van. Semoga kalian bahagia karena saling mencintai." Satu pria yang memiliki kulit lebih gelap menyahut.

Evan mengangguk, lalu setelahnya kami pergi meninggalkan mereka. Tak ada salam apa pun dariku. Hanya mengangguk sekenanya kemudian berlalu.

[][][]

GALABATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang