12.Pria Iblis

1K 35 0
                                    

Aku berdiri dari dudukku. Mengetahui aku dan dia berada di jarak yang dekat dengan hati yang jauh begitu menyesakkan. Kejadian dua tahun lalu, saat dengan tega wanita itu memukuli dan mengusirku dengan kejam berkelebat di benak. Rasanya sungguh sesak.

"Ke mana kau?" Keyshon menatapku.

"Toilet," jawabku, berusaha meredam tangis yang siap pecah seketika itu juga.

Dengan langkah selebar mungkin, aku menjauh dari tempat itu. Tempat yang membuat hatiku rasanya ngilu hingga mati rasa.

Aku kehilangan kendali. Air mataku merembes keluar.

Setelah dua tahun, akhirnya, aku kembali lagi menjadi Shalena yang lemah, Shalena yang pecundang.

"Sialan!" desisku di depan cermin toilet. Untung saja toilet sedang sepi sehingga tak ada yang menyaksikan keadaanku yang kacau dengan air mata meleleh dan tubuh bergetar.

"Kenapa aku harus bertemu dengannya, saat hati kita masih jauh? Kenapa, brengsek!?" gumamku lirih. Rasanya masih sesak seperti dua tahun lalu.

Kukira aku akan lebih kuat seiring berjalannya waktu. Kukira aku bukan lagi ulat melainkan kupu-kupu. Tapi yang sebenarnya? Semua itu salah besar! Aku masih tetap ulat menjijikkan. Ulat yang menjadi sumber derita untuk semua orang.

"Shalena!"

Deg. Aku bergeming begitu mendengar suara yang terakhir kali kudengar dua tahun lalu. Suara yang paling aku benci dan tak pernah ingin kudengar lagi. Suara yang kuyakin tertawa melihat kehancuranku dulu.

Aku berbalik dengan sekali sentakan. "Kau!" desisku tajam.

"Ah, ternyata benar. Kau jalang cilikku," gumam lelaki yang paling kubenci di dunia ini. "Apa kabar, Sayang?" Lelaki itu berjalan mendekat, dan aku menatapnya dengan tatapan datar, berusaha menutupi kecemasanku. "Kau semakin cantik, dan tubuhmu ... semakin menggoda," lanjut iblis bernama Toya itu.

Aku berdecih, berusaha menghindari lelaki itu dengan cara mundur secara teratur. Berjalan menyamping, dan membuka pintu toilet. TAPI, terkunci!

"Brengsek! Apa maumu?" umpatku tajam.

Setan bertameng manusia itu tersenyum picik. Mendekat ke arahku. "Tentu aku ingin menyalurkan rasa rinduku padamu."

Jijik, itu perasaan yang paling kentara saat ini. Aku bersumpah, jika saja di negara ini tidak ada hukum membunuh, sudah kupastikan lelaki di hadapanku ini mati sejak dulu.

"Jangan coba-coba mendekat, atau aku akan berteriak!" ancamku.

Jantungku berpacu dengan begitu cepat, apalagi saat lelaki tua itu terus mendekat, menghiraukan ancamanku.

"Sayang, kau ternyata masih jadi jalang cilikku yang bodoh," ucap lelaki itu sebelum terkekeh. "Sebelum aku mendatangimu ke sini, aku tentunya sudah memastikan tidak akan ada yang mengganggu kita. Jadi, aku sengaja menempelkan note di depan pintu sana yang menyatakan bahwa toilet sedang diperbaiki."

Lagi lagi iblis itu tertawa sumbang, dan peluh mulai bercucuran perlahan di sekujur tubuhku. Kejadian dua tahun lalu, ketika iblis itu memperkosaku berkelebat dalam bayangan. Membuat jantungku semakin berpacu dengan cepat dan kepalaku berdenyut nyeri.

Dengan segera, aku berbalik. Menggedor pintu sekuat tenaga dan berteriak keras.

"TOLONG!"

Kurasakan tanganku ditarik secara kasar, tetapi aku bertahan, terus menggedor pintu dengan membabi buta.

"Hei, kau akan kelelahan kalau berteriak-teriak seperti itu. Ayolah, aku tahu kau juga menginginkan ini, kan?"

Dengan kurang ajarnya, dia mulai menarik tubuhku hingga menempel padanya. Astaga, aku jijik dengan semua ini!

GALABATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang