7.1 Merindumu

984 35 0
                                    

Hangat mentari pagi menyambut hariku. Dengan malas, kusibak selimut tebal yang membantuku tetap hangat semalaman, meski tak sehangat dekapan Evan. Ah, Evan, aku jadi merindukannya. Ini sudah hari kedua sejak ia pergi. Kuraih ponsel milikku yang tergeletak di atas nakas, kemudian mengetuk papan call pada kontak Evan. Tidak ada jawaban sampai suara operator terdengar. Dia masih tidur? Hm, mungkin saja. Padahal, kemarin pagi-pagi sekali ia sudah menelponku dan mengucapkan selamat pagi yang romantis. Dan pagi ini aku harus kecewa karena sepertinya Evan tidak akan melakukan itu. Baiklah, tolong jangan baper Shalena! Tolong jangan khawatir dan cemas akan hal yang tidak-tidak. Evan di sana bekerja, benar-benar bekerja untukmu. Ya, aku harus yakin!

Baru saja aku beranjak dari tempat tidur, ponselku berbunyi, tanda panggilan masuk. Dengan segera, aku meraihnya lagi, berharap itu adalah panggilan dari Evan tapi, aku harus kembali kecewa, ternyata panggilan dari Gea.

"Shalena! Kau apa kabar, Ya Tuhan? Berapa hari aku tidak bertemu denganmu!"

Dengan segera, kujauhkan ponsel itu dari telingaku. Ghost, suara Gea yang keras membuat telingaku berdengung.

"Telingaku masih normal, Gea! Ya Tuhan, kenapa aku memiliki sahabat sebodoh dirimu!?" gerutuku kesal. Dan kau tahu apa respons Gea? Dia tertawa keras di sana! Astaga, dia benar-benar!

"Cepat kemari. Kalau selama satu jam kau belum kemari, akan aku pastikan Om Dony menjemputmu ke sana!" Shit! Om Dony itu pria sayko yang pernah menyewaku untuk semalam. Aku kira waktu itu, kami hanya akan melakukan seks biasa, dan ternyata apa? Dia hampir saja membunuhku. Dia penderita necrofilia. Kau tahu necrofilia, kan? Sejenis kelainan jiwa, di mana orang itu lebih menyukai bercinta dengan mayat. Beberapa di antara mereka membunuh pasangan seksnya sebelum bercinta. Benar-benar gila! Untung saja saat itu aku berhasil lolos dengan cara menendang kemaluannya kemudian melempar lelaki itu dengan guci. Huh, itu benar-benar pengalaman mengerikan yang membuatku mulai waswas terhadap pelanggan.

Hampir satu minggu aku ketakutan setengah mati setelah kejadian itu. Aku bahkan hampir ingin berhenti jadi pelacur, tetapi sialnya Madam Liya tak mengizinkan, sehingga mau tak mau aku harus melawan rasa takutku. Mau tak mau aku harus tetap bergelut di dunia pelacuran dengan ketakutanku. Ya, meski setelah itu aku menjadi selektif dalam memilih pelanggan.

Baiklah, kembali lagi pada percakapanku bersama Gea, salah satu orang yang tahu tentang kejadian itu selain Barry. Aku benar-benar ingin membunuh Gea karena membahas masalah Om Dony lagi.

"What? Dasar teman sialan! Pemaksa sekali." Aku mengumpat kesal.

Lagi-lagi Gea tertawa di seberang sana. Ya Tuhan, ingin sekali aku mencekik leher temanku itu.

"Aku tunggu. Bye!" Tuuut. Panggilan terputus secara sepihak.

See. Dia benar-benar selalu membuatku ingin menceburkan diri ke dasar samudera berisikan seribu ikan hiu! Ya Tuhan, tenggelamkan saja aku!

[][][]

GALABATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang