Seandainya sebuah perasaan bisa dideskripsikan dengan hanya satu kalimat, alangkah indahnya. Sayangnya perasaan ini lain. Tidak ada kalimat yang mampu mendeskripsikan perasaan dengan efektif. Ribuan kalimat yang mungkin bisa kutulis saja tidak akan membuat orang lain memahami. Sebab sejatinya, perasaan tercipta untuk tersirat, bukan tersurat.
Seminggu setelah pertemuan pertama. Di mana hari itu ia memintaku menemaninya makan, kemudian saling tarik menarik di sisi jalan saat dia memaksa mengantarku pulang sedang aku tidak mau. Astaga, jika diingat-ingat, itu sangatlah konyol. Dan sore ini lagi-lagi kejadian serupa terjadi. Hanya bedanya, sekarang ia memaksaku untuk menemaninya makan atau apalah itu aku tidak tahu, sedangkan aku benar-benar ingin pulang dan menonton drama Korea yang sudah kudownload seluruh episodenya. Tinggal dua episode terakhir yang belum aku tonton, dan aku sudah berangan-angan sejak tadi ingin menyelesaikan drama itu malam ini.
"Ayolah, Shalena. Aku lapar," rengek Keyshon seperti anak kecil. Bahkan ia tak malu mengatakan itu di hadapan Jeanny yang juga akan segera pulang. Mungkin Keyshon tidak menyadari nada bicaranya itu. Biarkan saja. XD
"Aku ingin pulang, Key." Aku bersikukuh.
Keyshon mengacak rambutnya frustasi. Kemudian merebut tas selendangku dan berjalan setelah mengatakan, "Kalau begitu ayo pulang!" gumamnya. Mungkin dia sudah lelah berdebat.
Aku berdiri cengo di depan toko. Bahkan ketika Nyonya Amber datang setelah membeli kopi. Jeanny terkikik di sampingku.
"Ada apa?" tanya Nyonya Amber.
"Shalena tadi berdebat dengan pria tampan yang tempo lalu datang menemuinya," balas Jeanny sambil terkekeh. Astaga, anak itu! Malah membeberkan semuanya.
Aku tersenyum kikuk kepada Nyonya Amber ketika Keyshon kembali lagi sambil berkata, "Ayo, aku lapar!"
"Pergilah, anak muda. Dia terlalu mencintaimu," gumam Nyonya Amber dengan senyum jenaka di wajah keriputnya.
"Hah?"
[][][]
Apa yang ada dalam pikiran laki-laki menyebalkan yang sialnya tampan ini, tidak ada yang tahu. Saat ini dia membawaku ke dalam sebuah supermarket. Dan kau tahu, dia mengambil begitu banyak bahan makanan seperti dia akan mengadakan pesta perayaan. Ck! Lihatlah bagaimana dia mengambil sayuran tanpa berpikir apakah sayuran akan tahan lama atau tidak sehingga dia membawa sebanyak itu?
Lupakan sayuran. Sekarang lihatlah dia yang kini mengambil beberapa ... pembalut? Aihhs, aku saja malu mengatakannya.
"Kau mengambil ini?" tanyaku sedikit berbisik. Pasalnya dua wanita di sampingku sejak tadi tersenyum-senyum memperhatikan Keyshon. Tapi malah aku yang malu.
"Ya. Kau pasti membutuhkannya, kan?" tanyanya polos.
Astaga.
"Dan untuk apa mengambil kecap asin sebanyak ini?" tanyaku lagi saat Keyshon mengambil lima botol kecap asin ukuran besar.
"Untuk persediaanmu di rumah mungkin," balasnya ngasal.
"Sebanyak ini?" tanyaku cengo. Keyshon mengangguk dengan wajah polosnya.
Ia lalu berjalan ke tempat khusus daging. "Kausuka ikan, ayam, atau apa?" tanyanya.
"Aku jarang memasak ikan. Ayam juga. Selama di sini aku lebih suka memakan sayur," gumamku.
Keyshon mengangguk. "Bagus. Pantas saja kaukurus. Kali ini kauharus memakan makanan yang sedikit mengandung lemak, agar tubuhmu sedikit berisi."
Apa? Kutatap tubuhku segera. Mulai dari ujung kaki hingga dada yang bisa kulihat. Bagaimana bisa dia memperhatikanku sampai seperti itu? Dasar.
Aku menganga sempurna saat Keyshon mengambil beberapa potong ayam, daging sapi, ikan salmon, dan lebih dari sepuluh bungkus sosis dengan varian berbeda.
"Ya Tuhan, dapurku bisa jebol oleh bahan makanan!" Aku menepuk kening dengan dramatis.
Akhirnya, lelaki aneh itu selesai juga berbelanja. Dan lihatlah dia sekarang, kerepotan sendiri, kan? Belanjaan sebanyak itu, siapa yang akan membawanya?
"Nah, kau kerepotan--"
"Mike, mobilku terparkir di depan."
Oh, aku salah mengira. Ternyata Keyshon memang seajaib yang kupikirkan. Lihatlah ketika tiba-tiba ada asistennya, yang entah sejak kapan Keyshon panggil.
"Baik, Tuan." Laki-laki muda dengan tubuh tinggi tegap itu mengangguk tegas dengan satu temannya yang lain. Keduanya memakai jas layaknya orang kantoran.
"Benar-benar ajaib," gumamku tak percaya.
Keyshon menatapku, kemudian tersenyum kekanakkan. Astaga, hentikan detak jantung yang tiba-tiba menggila menatap senyum itu!
"Ayo!" Keyshon merangkul bahuku, dan aku ingin mati sekarang juga di sini!
Tidak lebih dari dua puluh menit, mobil lamborgini hitam Keyshon sudah sampai di depan rumah. Aku masuk, beriringan dengan lelaki itu. Sedangkan belanjaan diangkut oleh dua asisten yang juga baru saja menepikan mobilnya di depan rumahku.
"Ternyata besar juga, ya?" gumam Keyshon ketika ia memasuki rumah.
Aku mengangguk. "Ya, aku membeli rumah ini setelah satu tahun bekerja keras. Awalnya aku hanya menyewa kamar," balasku.
Ini memang pertama kalinya Keyshon masuk. Setelah sebelumnya ia hanya pernah mengantar sampai depan rumah. Ya, dalam waktu seminggu ini, dia pernah menemuiku tiga kali, termasuk yang pertama itu. Dan tidak ada hal aneh selain dari hanya jalan-jalan dan makan di Cottage Cafe.
"Kau mau makan apa?" tanyaku.
"Bisa memasak steak?" tanyanya tanpa ragu.
Aku mengangguk. "Bisa," jawabku, kemudian berjalan ke arah dapur dan mengucapkan terimakasih saat para asisten Keyshon sudah meletakkan semua belanjaan di meja pantry dan di lantai karena meja pantry saja tidak cukup menampung semua belanjaan itu.
Keyshon membantuku menata semua bahan makanan yang banyak ini di dalam kulkas dan lemari gantung. Sepertinya, besok aku harus menyumbangkan ini sebagian untuk Jeanny.
"Eh, kenapa kaumembuangnya?" pekikku saat Keyshon memasukkan beberapa bungkus mie instan yang menjadi persediaanku.
"Ini tidak sehat. Kau akan sakit dan semakin kurus."
Astaga. Lagi-lagi aku dibuat takjub oleh makhluk ini. Sudahlah.
Setelah selesai merapikan dapur, kubiarkan lelaki itu duduk di depan televisi dengan tungku api yang baru saja kunyalakan. Sedangkan aku mulai berkutat dengan bahan masakan di dapur.
Setelah steak yang kubuat hampir jadi, aku mulai memotong sayuran untuk tumis. Tapi, baru saja aku memasukkan sayuran itu ke dalam penggorengan, Keyshon tiba-tiba berdiri di belakang tubuhku. Aku tidak tahu ini, tetapi mendengar suaranya saja, rasanya jantungku sulit terkendali.
"Harum sekali, aku jadi benar-benar lapar," gumamnya. Dan astaga, tubuhnya dekat sekali, bahkan dadanya hampir menempel pada punggungku. Ini sungguh membuat konsentrasiku lenyap.
"Kalau ini benar-benar enak, aku pasti akan merekrutmu menjadi koki pribadiku." Lagi-lagi lelaki itu bergumam, tanpa tahu apa yang aku rasa.
"Sayangnya aku tidak bercita-cita menjadi koki," jawabku. "Aku hanya memasak untuk keluargaku."
Keluarga? Keluarga Nyonya Amber adalah keluargaku.
"Kalau begitu, aku pastikan aku akan jadi bagian dari keluargamu," jawabnya. "Jadi suamimu, mungkin?"
Uhuk! Astaga, apa-apaan dia ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
GALABA
ChickLit#155 in Chicklit (1 Mei 2018) #186 in Chicklit (29 April 2018) Private Acak. Follow sebelum baca❤ [][][] Blurb: Shalena Kelsen, yang sejak lahir tak pernah bisa merengkuh cinta. Lahir dari seorang wanita bernama Melia, yang dicampakkan pacarnya...