26 - Alpha dan Luna

19.1K 2.3K 339
                                    


Pagi ini Jimin terbangun dengan wajah kusut. Dua malam terakhir ini tidurnya benar-benar tidak kondusif. Hal itu terjadi bukan karena banyaknya pekerjaan Jimin, justru penat yang mendera beberapa bagian tubuhnya. Mulai dari tungkai kaki dan lengan yang cepat lelah. Belum lagi kram yang ia rasakan pada pangkal pada dan pinggulnya. Semua anggota gerak tubuhnya terasa begitu berat untuk melaksanakan fungsi. Beberapa kali Jimin mencoba meregangkan ototnya tetapi tak berefek apapun. Erangan lemah pun terlontar dari mulutnya.

Sedari awal rasa sakit ini melanda, Seokjin hanya memberinya obat sama seperti saat ia dinyatakan dalam fase pre-heat. Akan tetapi jika boleh Jimin berkata jujur, justru Seokjin tak begitu menanggapi dengan baik. Sang kepala omega itu hanya berkata bahwa apa yang dirasakan Jimin adalah hal wajar. Hormon omeganya yang tengah bereaksi kini.

Sejujurnya Jimin dapat sedikit merasakan ada yang berbeda dari perilaku Seokjin. Kepala omega itu tak lagi sebahagia seperti biasa. Ada rasa yang tertahan dibalik senyuman paksa Seokjin. Interaksinya dengan Hoseok pun terlihat sangat minim. Keduanya seolah tengah perang dingin tanpa Jimin ketahui apa pokok permasalahannya. Mereka berusaha sibuk dengan urusannya masing-masing tanpa sempat saling bertukar percakapan. Jimin jadi merasa seperti berada di kubu non-blok dalam situasi itu.

Keadaan tak banyak berubah kala Jimin berada di biliknya. Jungkook yang notabene teman sekamar Jimin pun merasa terganggu oleh setiap erangan yang terucap dari lisannya kala nyeri mulai menyiksa tubuh Jimin. Omega termuda dalam klan Hutan Selatan itu hanya bisa mendecak malas atau kadang menatap datar ke arah Jimin. Entah sedang prihatin atau justru risih melihat kondisi Jimin.

"Hoi! Bisa tidak kau tak mengerang seperti itu semalaman?" Tanya Jungkook malas.

Masih dengan telapak tangan yang mengacak punggung belakangnya, Jimin menjawab, "tch! Aku sedang tidak ada energi untuk berdebat. Jadi kuharap kau mengunci rapat-rapat mulut busukmu."

Tanpa Jimin ketahui, Jungkook memutar bola matanya malas.

"Ambil saja sana salju lalu bungkus dengan kain dan kompreskan pada tempat nyerinya." Ujar Jungkook sembari beranjak dari tempat tidur.

Belum sempat Jungkook berlalu, Jimin mencegah langkah omega itu dengan ucapannya.

"Daripada kau hanya memberiku saran, kenapa tak kau saja yg mengambilkan salju tadi untukku? Hitung-hitung permintaan maafmu karena telah menularkan wabah ini padaku." Sinis Jimin tanpa melihat ke arah Jungkook.

"Kau mau bayar dengan apa? Sudah untung-untungan juga kuberitahu peredanya. Aku sibuk! Aku ada pekerjaan untuk membuat sarapan pagi. Jangan manja selagi kau bisa melakukan sendiri!" Tukas Jungkook.

Sebenarnya Jimin tak mengharapkan apa-apa dari permintaannya kepada Jungkook barusan. Ia hanya mengecek apa maksud dari omega muda itu memberi Jimin jalan keluar. Apakah Jungkook serius membantu meringankan kesakitan Jimin atau justru berniat mengerjainya habis-habisan?
Dengan sedikit permainan mental, Jimin kembali mengetes maksud Jungkook.

"Kau tidak kasian padaku, .... adik ipar?" Tanya Jimin dengan nada yang dibuat-buat memelas.


Sontak tubuh Jungkook yang mulanya menghadap ke arah pintu itu pun menoleh tajam ke arah Jimin yang sedang menengadah ke arah Jungkook yang berada di belakangnya.

"Y-yak! K-kau bilang apa tadi sialan?!"

"Ah.. itu.. kubilang adik ipar. Wae? Keberatan? Atau perlu kukatakan pada Yoongi kalau kau menolak mengakuiku?"


Suara decihan Jungkook terdengar jelas oleh Jimin. Omega muda itu refleks menghentakkan kakinya sebelum membanting pintu bilik.


Jimin yang melihat kekesalan Jungkook pun langsung tertawa senyaring-nyaringnya. Mengabaikan segala nyeri yang tubuhnya rasakan. Melihat wajah cemberut yang berpadu padan dengan netra bulat Jungkook benar-benar mampu membuat Jimin melampiaskan kekesalannya dengan tertawa nyaring.

Courting You (Yoonmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang