Bab 2 Undangan Makan Siang

2.6K 134 0
                                    

Suasana kantin di jam istirahat sudah seperti tempat antri makanan di tenda pengungsian. Hampir seluruh murid tumplek blek memenuhi meja kantin. Nala, Bianca, dan Dinna mencari meja kosong namun sayang semua meja sudah penuh dengan siswa-siswi yang sedang sibuk makan.

"Tahu begini gue bawa bekal aja dari rumah," sesal Dinna sambil berdecak.

"Tunggu sampai ada yang selesai deh," usul Nala yang langsung disambut desahan dari bibir kedua sahabatnya.

"Lo yakin mereka langsung keluar kantin setelah makan? Yang ada mereka masih setia sama kursi sampai bunyi bel masuk." Bianca mengibaskan tangannya di udara.

"Iya juga sih. Kalau gitu kita beli cemilan aja buat pengganjal perut."

Mereka berbalik tapi batal melangkah saat melihat seorang cowok menghalangi jalan mereka. Alis mereka terangkat melihat cowok tersebut. Kurus, tinggi, putih, dengan penampilan acak-acakan. Tidak ada dasi, ujung kemeja yang tidak dimasukkan, dan rambut yang agak memanjang di bagian tengah.

"Jangan ngelihatin gue sampai naksir begitu," seloroh Lexi dengan senyum miring. "Gue tahu gue keren."

Mata Bianca dan Dinna membulat tidak percaya dengan tingkat kepedean Lexi. "Ada apa ya, Kak?" Tanya Dinna setelah melirik atribut kelas XII di lengan cowok itu.

"Kalian lagi cari meja, kan?"

"Iya nih tapi nggak ada yang kosong," masih Dinna yang menjawab. Gadis itu memang yang paling ramah tapi mudah baper.

"Ke meja gue deh." Lexi menunjuk sebuah meja yang sudah ditempati tiga cowok. Salah satunya adalah Dewa. Tiba-tiba Nala menolak.

"Nggak deh, Kak. Makasih. Kami ke..."

"Oke deh, Kak. Kami ke sana. Yuk!" Diluar dugaan Nala yang sedang menghindar, Bianca justru menerima tawaran Lexi.

"Bi, lo serius?" Bisik Nala sambil melirik Dewa. Pada saat yang sama, Dewa juga sedang meliriknya sambil melahap sepotong pizza.

"Seriuslah. Gue laper." Tanpa meminta persetujuan Dinna dan Nala, Bianca menarik kedua tangan temannya dan mengikuti Lexi. Sungguh, Nala malu harus semeja dengan empat cowok paling terkenal di sekolah mereka. Cowok-cowok yang terkenal dengan fisiknya yang tinggi besar dan keren tentunya.

Lalu entah kebetulan atau keadaan yang tidak memungkinkan, Nala terdorong untuk duduk tepat di depan Dewa. Dewa yang sedari tadi mengawasinya, tidak melepaskan pandangannya sedikit pun. Dalam penat dia bertanya, kenapa terjadi hal seperti ini?

"Lo berhasil juga bawa mereka kemari," gumam Azka yang perlu mengacungi jempol untuk Lexi yang bisa menarik ketiga gadis cantik itu atas perintah Dewa.

"Bilang aja mau pesen apa, entar Dewa yang nraktir," ucap Lexi yang duduk terakhir.

"Nggak perlu. Kami bisa bayar sendiri." Nala tak pernah mau berhutang apa pun apalagi kepada Dewa. Dia yakin Bianca dan Dinna juga setuju dengan ucapannya.

Keempat mata cowok itu menatap Nala dengan pandangan heran. "Santai, Bro. Mereka masih siswi baru jadi belum tahu kebiasaan Dewa yang suka nraktir cewek," kata Azka dan langsung bisa diterima oleh ketiga temannya.

"Iya, Kak. Kami bayar sendiri aja," ucap Dinna ragu-ragu bagaimana bisa dia menelan makanannya nanti di depan empat cowok kakak kelas.

"Udah nggak usah malu-malu. Makan aja apa yang kalian mau. Biasanya juga cewek-cewek pada kecentilan kalau diundang makan bareng kita-kita," ucap Surya santai tanpa melihat satu pun di antara ketiga gadis tersebut. Cowok itu fokus terhadap ponselnya.

"Jangan nyamain kami sama cewek kalian yang pada kecentilan ya. Sorry aja nih kalau undangan kalian cuma mau ngeremehin kami, mending gue bubar," jawab Bianca berani. Seketika mata Surya menatap takjub dengan penolakan Bianca.

Keempat cowok itu melongo heran melihat Bianca yang berdiri sambil menarik kedua tangan temannya yang ada di kanan kiri. Azka malah sampai berhenti mengunyah karena keheranannya.

"Gila tuh adek kelas," decak Azka dengan pandangan terus menatap ketiga gadis yang berlalu itu sampai menghilang.

"Siapa tuh cewek yang berdiri pertama?" Untuk pertama kalinya Surya terpancing ingin tahu. Padahal selama ini dia tidak suka berhubungan dengan gadis mana pun. Menurutnya, pacaran cuma bikin repot. Semua gadis menjadi manja dan lebay kalau berada dalam masa pacaran. Dan Surya tidak suka hal itu.

"Kenapa lo? Naksir?" Lexi yang paling tidak peduli dengan pilihan ketiga gadis itu. Tadi saja dia tahu kalau ketiga gadis itu akan menolak. Jadi kalau sekarang mereka kabur, Lexi tidak kaget.

"Berani amat," gumam Surya tenang tanpa amarah. Tersirat kekaguman dalam suaranya. Hanya Dewa saja yang merasakannya.

"Lex, pesen tiga nasi kotak. Kasih ke tiga cewek itu," perintah Dewa kepada Lexi sambil berdiri kemudian pergi lebih dulu meninggalkan ketiga temannya.

"Sial banget nasib gue jadi adek sepupu Dewa. Gue ngerasa jadi jongosnya. Gue sumpahin aja si Dewa bakal jadi anak buah gue sepuluh tahun lagi," ucap Lexi lalu disambut tawa Azka. Sedangkan Surya hanya mendengus geli.

"Lo nyumpahin lama amat nunggu sepuluh tahun lagi. Kenapa nggak lo tikung aja sekarang si dewa? Gebetannya cakep banget," seloroh Azka keras sampai beberapa siswa melihat ke arah mereka. Lexi yang sudah di depan ibu kantin hanya melengos tak peduli. Meskipun kesal, Lexi menurut saja perintah Dewa. Ketika kedua temannya sudah menyusul Dewa ke kelas, dia harus berbelok ke deretan kelas X, ke kelas Nala.

"Nih buat kalian." Lexi meletakkan tiga buah nasi kotak saat kelas Nala sudah penuh karena bel masuk sudah berbunyi. Tanpa babibu, Bianca langsung menarik bungkusan itu. "Eh, tadi katanya nggak mau ditraktir, sekarang malah main serobot aja."

Bianca dan Dinna hanya tersenyum geli. Lexi melihatnya dengan alis terangkat karena instingnya berkata kalau ketiga gadis ini memang unik. "Nala, nomor hape lo berapa?" Tanyanya tanpa basa-basi sambil menyodorkan ponselnya ke arah Nala.

"Buat apa, Kak?"

"Buat ngehubungin lo lah. Biar Dewa cemburu."

"Ngapain Kak Dewa harus cemburu?"

Eh, nih cewek nggak ngerasa kalau Dewa naksir berat sama dia, batin Lexi kesal. "Adek cantik, dari pada lo tanya terus, mending lo ketik aja nomor lo di sini." Lexi merubah suaranya menjadi lebih lembut hanya supaya tidak tersulut amarah.

"Maaf, Kak. Kayaknya lo nggak perlu tahu nomor gue, Kak."

Lexi sukses melongo dengan penolakan Nala. Sedangkan Bianca menyantap makanannya dengan tawa tertahan. Tak mau didera malu lebih hebat, Lexi menyambar ponsel yang sedang dipegang Dinna.

"Eh, balikin, Kak," seru Dinna panik. Lexi lebih cepat menjauhkan ponsel itu dari jangkauan tangan Dinna. Cowok itu dengan cepat mengetikkan nomornya sendiri dan menekan tombol dial. Berhasil. Nomor Dinna sudah masuk ke ponselnya sendiri. Dia berlalu dengan tenang sambil membetulkan kerah bajunya.

***

Secret Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang