Menyangkal ucapan Bianca, Dinna, dan Afkar serta mengatakan bahwa tidak akan ada masalah apa pun yan terjadi adalah sebuah kebohongan dalam diri Nala. Seperti apa pun dia meyakinkan diri bahwa Dewa tidak akan menyakitinya, Nala tidak dapat berdiam diri saja kemudian hanya menunggu kejujuran dari Dewa. Dia tidak bisa sesantai itu.
Balas pesan yang dilakukannya dengan Dewa akhir-akhir ini hanya berupa kalimat mengambang yang tak jelas maknanya. Nala menahan diri untuk tidak merespon terlalu emosional apa yang diungkapkan Dewa. Dewa pun tak banyak menjelaskan apa pun dalam pesan-pesannya. Khas Dewa, selalu irit bicara.
Tak tahan lagi, Nala meminta izin untuk pergi ke rumah Dinna yang tak jauh dari lokasi rumahnya. Dia hanya perlu berjalan ke arah blok yang berbeda. Lalu sampailah di depan rumah Dinna.
Dinna keluar dari rumah dengan wajah cemas. Dia tahu Nala pasti akan menanyakan tentang Dewa secara pribadi. Melihat wajah Dinna yang tak seceria biasanya, Nala hanya tersenyum tipis.
“Santai aja, Din. Gue jamin Kak Lexi nggak akan marah sama lo. Selain nantinya gue akan cari bukti sendiri, gue akan bikin Kak Dewa ngaku,” ucap Nala mencoba meredakan kecemasan Dinna saat mereka telah duduk di kursi teras.
“Gue minta maaf, La, kalau gue nyembunyiin ini dari lo. Tapi sungguh gue juga baru tahu sekitar seminggu yang lalu. Sekarang gue yakin kalau gue emang harus cerita semua ke lo. Lama-lama gue nggak tega kalau lo dibohongi sama cowok. Gue jadi ingat diri gue sendiri. Gue nggak tahu gimana rasanya waktu kita lagi sayang banget sama cowok terus cowok itu nyakitin gue.”
Nala tersenyum tipis. Gadis itu menunduk untuk menutupi kelemahannya. Sejak kemarin dia tidak nafsu makan. Tidak berminat melakukan apa pun kecuali membuka buku pelajaran dan mengerjakan soal matematika kesukaannya. Hanya itu yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejolak yang perlahan mengganggu hatinya.
Hal ini yang sebenarnya dihindarinya dari sebuah status yang disebut pacaran. Dia menolak untuk menjalin kasih saat di awal SMA karena tidak ingin merasakan apa yang namanya sakit hati. Tapi kemunculan Dewa tak dapat dihindarkan begitu saja. Cowok itu begitu menarik dengan segala kekurangannya.
“Dulu gue udah punya feeling kalau Kak Dewa bakal nyakitin gue. Ternyata beneran.” Nala mendengus geli menyadari kebodohannya sendiri. Kalau saja dia mengikuti kata hatinya, dia tidak akan mungkin merasakan sakit hati pada usia yang begitu muda.
“Gue juga tahu lo dulu nggak begitu yakin sama Kak Dewa. Tapi, La, lo perlu tahu, Kak Dewa beneran sayang sama lo.”
“Kalau sayang nggak akan melirik cewek lain, kan?”
“Itu bukan sesuatu yang disengaja. Kak Dewa ada masalah dengan keluarga cewek itu. Tapi entah gimana ceritanya lama-lama Kak Dewa deket sama tuh cewek. Kak Lexi bilang Kak Dewa cuma kasihan.”
“Kasihan kenapa?” Nala menoleh penasaran.
“Kasihan karena...” wajah Dinna bimbang untuk mengucapkannya.
“Karena apa, Din?” tanya Nala cepat namun tetap lemah.
“Karena cewek itu... cewek itu kupu-kupu malam.”
Nala meneguk ludahnya dengan getir. Kenyataan itu membuatnya shock seketika. Bibirnya membeku tak mampu berkomentar. Dadanya bergemuruh merasakan betapa ini di luar dari bayangannya. Mungkinkah dia juga akan mengasihani gadis yang terjebak dalam situasi parah seperti Dewa?
“La, please, lo harus tanya baik-baik sama Kak Dewa. Sesakit apa pun hati lo, lo harus bisa kendalikan emosi dan mikir dengan akal sehat.”
“Iya, gue tahu. Thanks ya buat informasi dari lo. Lo tenang aja, gue akan diem sama apa yang gue udah tahu dari lo.” Nala tersenyum kaku.
Baginya informasi ini belum cukup. Dia harus tahu apa yang terjadi sesungguhnya tentang hubungan Dewa dan cewek itu. Tiba-tiba saja Nala merasa tidak rela melepaskan Dewa begitu saja. Bagaimana pun, dia-lah yang lebih dulu menjadi pacar Dewa. Dia merasa tidak ada harganya jika ada cewek lain yang dengan mudah mendapatkan hati Dewa tanpa Dewa berjuang sedikit pun. Lalu ada tekad yang membumbung untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa dia tidak akan mudah menyerah.
***
Malam itu mereka duduk di bangku panjang yang berada di lapangan voli seperti pada suatu malam dulu. Kalau dulu mereka dengan hati bahagia karena baru saja jadian dan Dewa dengan santainya merebahkan diri sambil memandang ribuan bintang, kini suasana menjadi dingin, sedingin angin malam yang berembus.
“Lo berutang penjelasan sama gue, Kak.” Nala membuka suara setelah cukup lama saling berdiam diri menatap langit malam yang sedang mendung.
Dewa menoleh, cukup lama memandangi Nala. “Satu yang perlu lo tahu, gue sayang sama lo,” ungkap Dewa serius. “Gue nggak tahu apa yang udah Afkar ceritain ke lo. Tapi apa yang dilihatnya bukan bukti seratus persen kalau gue cuma mainin lo.”
“Bukan cuma Kak Afkar yang lihat lo malem itu, Kak. Bianca juga.” Nala balas menatap. Kenyerian hatinya semakin menjadi tatkala Dewa diam membeku seperti mendapat serangan baru.
“Jadi ada dua orang yang lihat gue waktu itu.” Dewa manggut-manggut sambil bergumam. “Dan mereka salah paham.”
Nggak, Kak, mereka nggak salah paham, batin Nala menahan tangis.
Dewa merasa tak bisa hanya menjelaskan secara remang-remang. Harus ada kejelasan pasti supaya Nala tidak ikut salah paham akan info dari dua orang yang kebetulan melihatnya berdua dengan Aira. Dewa tak akan menampik kalau kini dia merasa dekat dengan Aira. Kedekatan itu muncul saat mereka telah tinggal satu atap selama hampir satu bulan. Tapi dalam hatinya, dia belum bisa menggeser Nala. Nala tetap ada sekali pun dia juga punya rasa pada Aira.
“Awalnya gue nggak kenal sama Aira meskipun kami satu angkatan. Gue kenal dia karena dia adalah adik tiri dari Tasya, perempuan simpanan bokap. Gue ngejar Aira karena gue pengin tahu hubungan bokap sama kakak tirinya. Tapi kenyataan bahwa Aira adalah...” Dewa berhenti sambil menelan ludah. Dia tidak mungkin mengatakan apa pekerjaan Aira selama ini pada Nala. Bagaimana pun, Dewa ingin melindungi Aira dan tidak ingin semakin banyak orang tahu tentang aib Aira.
“Kupu-kupu malam?” sahut Nala cepat membuat Dewa ternganga.
“Lo tahu?”
Nala hanya tersenyum pahit menyadari bahwa Dewa akan menyembunyikan siapa Aira sebenarnya.
“Oke kalau lo udah tahu. Gue tergerak untuk ngelindungi dia. Dia dimanfaatin sama Aldi, adik Tasya, buat melacurkan diri. Dan sebagian uang yang didapat, diambil sama Aldi.” Mereka saling pandang. Dewa berharap Nala dapat memahami penjelasan dan maksudnya. “Saat cewek lain lagi asyik sama dunia mereka, Aira harus berjuang menahan tangis dilempar dari satu cowok ke cowok yang lain.”
Tapi lo nggak harus jalan sama dia sampai nonton bioskop bareng kan, Kak?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love (Tamat)
Teen FictionDewa menyayangi Nala, gadis polos yang pada awalnya tidak begitu meresponnya, tapi kini telah resmi menjadi kekasihnya. Sayangnya, masalah keluarga yang berat membuatnya bertemu dengan Aira, gadis yang selalu menghindarinya karena berprofesi sebagai...