Bab 32 Tentang Afkar

1.2K 61 2
                                    

Di jam istirahat kedua, langkah Nala menaiki anak tangga menuju lantai tiga. Entah apa yang mendorongnya untuk datang ke sana. Dia seperti robot yang mengikuti arahan otak tanpa dipengaruhi hati yang sedang kosong.

Saat dia berhenti di ujung tangga, tampak murid-murid kelas dua belas mengobrol di depan kelas. Mereka bercengkerama dengan asyiknya tanpa menyadari kehadiran adik kelas. Dengan langkah pelan, Nala berucap permisi ketika melewati kelas per kelas. Beberapa murid mengamatinya sambil berbisik-bisik.

“Kayaknya itu ceweknya Dewa.”

“Iya, gue sering lihat tuh cewek dibonceng Dewa.”

“Cantik juga ya?”

“Cantikan Intan.”

Nala berusaha tak mendengar walaupun telinganya merekam jelas apa yang mereka ucapkan. Pikirannya masih tak dapat berkonsentrasi. Dia baru tersadar saat seseorang memanggil namanya dari dalam kelas. Nala berhenti lalu menoleh. Tampak Afkar tergesa-gesa menghampirinya.

“La, mau ke mana?” tanya Afkar dengan raut wajah semringah. “Nyari gue?”

“Eh, itu...”

“Nyari gue.” Sebuah suara dari kelas yang berbeda membuat mereka berdua menoleh ke arah samping. Dewa-lah yang menjawab dengan tegas. Nala kesulitan menelan ludah. Sebenarnya dia ingin melihat Dewa sedang apa di dalam kelasnya. Untung-untung kalau Dewa sedang berdua dengan seorang cewek seperti yang diucapkan Bianca.

Dewa melangkah lebar menghampiri Nala kemudian merangkul pundak gadis itu sebagai tanda kepemilikan. Nala merasa tidak nyaman dengan pandangan Afkar dan dari pandangan murid kelas dua belas yang lain. Gadis itu berniat menjauhkan diri tapi Dewa malah mencengkeram erat pundaknya. Terpaksa dia diam meski Afkar melihat sinis tangan Dewa yang begitu posesif.

Afkar tersenyum sinis dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam celana. Tampangnya terlihat tenang meski Nala yakin, hati cowok itu bergemuruh. “Gue salut lo begitu yakin Nala nggak akan pernah tahu kalau bukan hanya dia cewek di hati lo.”

Raut wajah Dewa menegang. Sedangkan Nala membeku di tempat. Ucapan Afkar membuatnya berpikir ke arah yang sedari tadi ingin diselidikinya. Nala mengambil kesimpulan kalau Afkar tahu sesuatu seperti pula Dinna. Apa sebenarnya yang terjadi?

“Kalau lo mau bikin rumor receh kayak yang lo bilang tadi cuma buat dapetin hati Nala, lo harus siap patah hati.”

Afkar tertawa penuh ejekan. Nala perlu menyadari bahwa sikap Afkar terkadang terlihat menjengkelkan. Tapi untuk menghadapi cowok keras dan arogan seperti Dewa, sikap seperti itu yang paling tepat. Tak sadar Nala mendongak dan menatap Dewa.

Merasa ditatap, Dewa menunduk. “Lo jangan percaya sama omongan dia. Dan gue bilang untuk terakhir kali sebagai cowok lo, berhenti ketemuan sama dia lagi,” ucap Dewa tegas.

“Lo yang berhenti duain Nala. Lo kalau mau jadi cowok brengsek, ya brengsek aja. Nggak perlu ngelibatin Nala. Putusin Nala, dan lo bebas mau kencan sama siapa aja seperti kemaren malem di bioskop.”

Dewa dan Nala sama-sama tersentak. Tanpa melihat lingkungan sekitar, Dewa tiba-tiba menonjok Afkar hingga Afkar terjajar mundur membentur pintu. Seketika murid-murid yang ada di sekeliling mereka berteriak kaget.

“Kak Afkar!” Nala ikut berteriak karena terkejut dengan ulah Dewa yang tidak bisa mengontrol diri.

Bukannya melawan ketika Dewa menerjangnya lagi, Afkar justru diam di sudut pintu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hal itu memudahkan Dewa untuk menyerangnya lagi. Bibirnya yang mulanya hanya memar, kini pecah dan mengeluarkan darah.

Melihat cairan berwarna merah keluar dari sudut bibir Afkar, Nala segera menunduk dan berjongkok di depan Afkar. “Kak Afkar!”

Dewa seperti belum puas meluapkan amarahnya ketika ketiga temannya datang dan memegang bahunya erat-erat. Surya, Lexi, dan Azka yang baru kembali dari kantin terkejut melihat aksi nekat Dewa.

Nala membantu Afkar berdiri. Gadis itu mengeluarkan tisu dari saku bajunya dan menutupkan di bibir Afkar. Sebelum melangkah untuk membawa Afkar ke UKS, Nala sempat melirik Dewa dengan tatapan kecewa berbalut kekesalan. Kemudian gadis itu berlalu meninggalkan empat cowok yang melihatnya penuh kegamangan.

Tanpa sepengetahuan Nala, Afkar menoleh ke belakang lalu tersenyum sinis, menunjukkan kemenangannya.

“Brengsek!” Dewa menyentakkan kedua bahunya supaya lepas dari cekalan teman-temannya. Cowok itu tahu bahwa Afkar memang berniat untuk tidak membalas pukulannya supaya Nala membenci dirinya.

***

Perawat UKS sedang sibuk menolong seorang murid yang terjatuh dari tangga hingga menyebabkan kakinya berdarah. Oleh sebab itu, Nala diminta untuk merawat Afkar. Gadis itu mengambil handuk kecil dan sebaskom air hangat yang telah disediakan Bu Rahmi, perawat yang bertugas di sekolah mereka.

Afkar duduk tenang di pinggir sebuah ranjang UKS dengan tatapan tak lepas dari wajah Nala. Ke mana pun Nala bergerak, mata itu akan mengikutinya. Sampai Nala tiba di dekatnya, ada senyum tak kentara dari wajah cowok itu.

Nala memeras handuk itu kemudian dengan gerakan ragu-ragu menempelkannya di sudut bibir Afkar. Hatinya tiba-tiba bergejolak. Jantungnya berdegup tak nyaman. Dia benci harus merasakan hal ini karena akan membuatnya mudah salah tingkah. Sorot mata Afkar membuatnya terlihat canggung membantu cowok itu.

“Sebenernya lo tadi mau ke mana?”

“Ke kelas Kak Dewa,” jawab Nala jujur. Tak perlu lagi berbohong dalam keadaan runyam seperti ini.

“Mau ngapain?”

“Dia pacar gue. Jadi wajar aja kalau gue pengin ketemu.”

Afkar tersenyum sinis. “Segitu cintanya lo sama cowok yang udah duain lo.”

“Belum terbukti,” sanggah Nala tak terima.

“Nanti juga lo tahu sendiri. Kalau udah tahu, lo pasti nyesel karena udah nggak percaya omongan gue.”

“Gimana lo bisa tahu Kak Dewa malem itu?” tanya Nala tanpa memedulikan kalimat Afkar yang sangat mengganggu pikirannya. “Dan kenapa lo nggak bilang malem itu juga, Kak?”

“Sebenernya gue benci harus ada nama cowok lain yang kesebut waktu lagi berdua sama lo. Jadi bisa kita fokus sama kita berdua aja?”

“Di antara kita nggak ada hubungan apa pun.”

“Belum. Lo harus percaya kalau pada akhirnya nanti lo bakal jadi milik gue.”

“Udah deh, Kak. Jangan terlalu berharap...”

Nala tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena dengan gerakan tiba-tiba, Afkar menarik tangan Nala untuk tetap menempelkan handuk itu di bibirnya. Cowok itu tidak melepaskan lagi dengan kedua bola mata menusuk sorot mata Nala yang gelisah.

***

Secret Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang