Mereka sedang mengamati langit malam bertabur bintang di balkon berukuran satu kali dua meter di dalam kamar itu. Lokasi kamar apartemen yang berada di lantai dua belas, membuat langit seolah begitu dekat dan dapat direngkuh. Gedung-gedung tinggi dengan keindahan kilau lampu-lampu malam kota Jakarta, menjadikan pemandangan malam itu semakin mengagumkan.
Sesekali Aira melirik Dewa yang sedang menikmati rokok dalam diam. Cowok itu berdiri di sebelahnya dengan kedua tangan berpangku pada pagar besi. Aira tersenyum lembut ketika menyadari bahwa Dewa lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen setelah pulang sekolah. Tentunya bersamanya.
“Kenapa ngelihatin gue begitu? Naksir?” Dewa mengangkat sebelah ujung bibirnya dan membalas lirikan Aira, membuat gadis itu segera memalingkan muka.
“Lo nggak keluar, Wa?”
“Ke mana?”
“Yah, biasanya kan cowok suka keluyuran malem-malem begini.”
“Dulu sih begitu. Tapi sekarang gue lebih seneng bareng lo di sini.”
Aira merasa ada getar aneh di dalam dadanya. Sebuah perasaan ganjil yang membuatnya sedikit berbunga-bunga mendengar kejujuran Dewa. Apakah salah kalau dirinya mengharap lebih dari pada itu? Dewa mulai menyukainya, mungkin?
“Cewek lo?” Aira menyumpahi dirinya sendiri karena menanyakan akan hal itu. Dia hanya tidak dapat menahan rasa penasaran mengapa Dewa lebih memilih untuk bersamanya dari pada dengan Nala. Dia masih ingat betapa tegasnya Dewa mengatakan kalau cowok itu sangat menyayangi Nala. Aira tergilitik untuk tahu, seperti apa Nala sampai membuat Dewa jatuh hati.
Dewa membuang rokoknya kemudian menekan benda itu di tanah yang terdapat di pot bunga. Tak peduli hal itu akan mengotori tanaman tersebut. Kemudian cowok itu menghadap kepada Aira.
“Kenapa cewek gue?” Dewa balik tanya masih dengan senyum yang sama.
“Lo nggak nemuin dia?”
“Udah gue bilang, gue lebih seneng bareng lo.”
Entah seperti apa sekarang wajahnya, tapi Aira merasa ada rasa hangat yang tiba-tiba timbul menyergap kedua pipinya. Barangkali pipinya merona. Terbukti dengan senyuman Dewa yang terdengar menjadi tawa ringan.
“Apa yang lo rasain setelah tinggal bareng gue, Ra?” tanya Dewa membuat suasana menjadi lebih serius.
“Gue... gue seneng, Wa.” Aira mencoba untuk tersenyum. “Gue nggak pernah bayangin akan ketemu sama cowok sebaik lo.”
“Sebaik gue?” Dewa mengernyit. “Bukannya gue sekarang lagi bohongi pacar gue dengan nyembunyiin lo di sini?”
Gadis itu terkesiap. Dua sisi berbeda dari seorang Dewa. Di satu sisi Dewa merupakan sosok cowok yang tidak dapat dipercaya bagi Nala. Namun di sisi lain, Dewa menjadi cowok paling baik di antara seribu cowok. Cowok yang baru saja dikenalnya namun memberikan ketenangan dan kebahagiaan yang tak terkira.
“Buat gue, lo cowok baik, Wa. Selama ini gue ngerasa hidup gue udah hancur sehancur-hancurnya. Gue bahkan nggak tahu masa depan gue akan kayak gimana. Gue pasrah aja sama apa yang akan terjadi. Walaupun pada akhirnya gue harus mati sebagai gadis murahan, gue rela. Gue anggap itu udah jadi nasib gue.” Aira berusaha tersenyum disaat wajah Dewa mulai muram. Cowok itu tidak mengalihkan pandangan dari gadis di depannya. “Tapi sejak lo bawa gue ke sini, gue sadar masih ada orang yang peduli sama gue. Dan itu bikin gue yakin kalau gue masih bisa nyelametin hidup gue sebelum lebih hancur lagi.”
“Gue pengin lo bahagia,” ucap Dewa lembut menggetarkan hati Aira sekali lagi.
“Yang gue tahu, kebahagiaan itu saat bisa bersama dengan orang yang kita sayang sekaligus menyayangi kita.”
“Gue sayang lo.”
Aira terkesiap. Gadis itu meneguk ludah dan menatap Dewa dengan pandangan gelisah. Apa dia tidak salah dengar dengan ucapan Dewa? Benarkah Dewa menyayanginya?
“Apa harapan lo sepuluh tahun ke depan, Ra?” tanya Dewa mengalihkan perhatian Aira. Gadis itu menunduk menyembunyikan kekecewaan. Terlalu bodoh jika harus mengharap Dewa menyayanginya seperti kasih sayang Dewa kepada Nala. Barangkali Dewa menyayanginya hanya sebagai adik atau teman.
Aira menghela napas panjang. Selama beberapa minggu hidup bersama Dewa, pikirannya berkelana ke mana-mana. Kalau awalnya dia tidak pernah memikirkan akan dibawa hidupnya nanti, setelah bertemu Dewa, dia jadi punya mimpi.
“Gue pengin punya usaha yang sukses, Wa.”
Dewa tersenyum. “Mimpi yang keren, Ra.”
“Menurut lo, itu nggak terlalu ketinggian, kan?”
“Nggaklah. Gue bisa bayangin gimana kerennya lo nanti jadi wanita karir yang hebat. By the way, lo pengin punya usaha apa?”
“Gue nggak punya keterampilan apa pun selain masak.” Aira tertawa ringan.
“Masakan lo emang enak,” puji Dewa tulus. Selama ini Aira memang lebih sering masak dan melarang Dewa untuk membeli makanan dengan alasan untuk berhemat. “Gue yakin lo bakal sukses, Ra.”
Mereka bertukar senyum. Senyuman yang menimbulkan sensasi hangat ke dalam relung hati mereka. Menyadarkan mereka bahwa di antara mereka ada sesuatu yang tak dapat diuraikan melalui kata-kata. Barangkali itu cinta.
“Tunggu sini, gue punya sesuatu buat lo.” Dewa segera memasuki kamar dan kembali dengan sebuah cincin cantik di tangannya. “Buat lo.”
Aira membeku di tempat, tak sanggup berucap. Tenggorokannya seakan tercekat. “Ini... ini buat apa, Wa?” tanyanya tersendat.
“Buat lo pakai,” jawab Dewa singkat. Cowok itu memalingkan wajah dan memilih untuk menatap langit.
Aira mengusap cincin itu dengan lembut. perasaannya menjadi mengharu biru. Ini memang bukan cincin emas. Hanya cincin perak yang nilainya tidak seberapa. Tapi bagi Aira ini adalah cincin pertama dalam hidupnya dari lelaki yang diam-diam dicintainya. Gadis itu mati-matian menahan air mata yang hampir jatuh karena emosinya menjadi tidak stabil.
Aira mengenakan cincin itu di jari manis tangan kirinya. Dipandanginya jari yang kian cantik dengan pemberian Dewa itu. Dia menelan ludah berkali-kali untuk menyekat perasaannya yang mendadak melankolis. “Makasih, Wa.”
Entah keberanian dari mana hingga membuat Aira menggapai tangan kiri Dewa. Gadis itu menggenggam dengan lembut. Spontan membuat Dewa menoleh dan balas genggaman itu menjadi lebih kuat. Kini Aira tak dapat lagi menahannya. Air matanya jatuh begitu saja. Tak ada kesempatan untuk berpaling. Sedangkan Dewa terkesiap melihat pemandangan haru di depannya.
Dewa mengulurkan tangannya. Bukan untuk menghapus air mata Aira, tapi untuk merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Jiwanya terasa nyaman saat merasakan dirinya dan gadis itu menyatu dalam satu dekapan. Kini dia tahu, ada yang salah pada dirinya. Dia mencintai dua gadis sekaligus.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love (Tamat)
Подростковая литератураDewa menyayangi Nala, gadis polos yang pada awalnya tidak begitu meresponnya, tapi kini telah resmi menjadi kekasihnya. Sayangnya, masalah keluarga yang berat membuatnya bertemu dengan Aira, gadis yang selalu menghindarinya karena berprofesi sebagai...