Bab 12 Kupu-kupu Malam

1.7K 88 0
                                    

“Lo tahu... kupu-kupu malam?”

“Ya, dia PSK.”

Tak satu pun materi pelajaran yang masuk dalam kepalanya. Padahal di semester awal kelas XII ini, dia harus mempersiapkan Ujian Nasional sedari sekarang. Sayangnya info dari Surya saat jam istirahat tadi membuat Dewa tak bisa konsentrasi.

Jadi gadis itu... gadis yang semalam dilihatnya di rumah simpanan Papa... adalah siswi di sekolah ini juga.

Terang saja semalam Dewa seperti pernah melihat wajah gadis itu hanya saja dia lupa pernah melihat di mana. Kalau diingat-ingat, gadis yang bernama Aira itu memang jarang muncul di depan umum. Tak pernah sekali pun Dewa melihatnya di kantin. Padahal kalau dilihat dari tanda kelas di lengan bajunya, gadis itu juga seangkatan dengan Dewa namun tak pernah sekelas. Barangkali dijam istirahat, Aira selalu menyendiri karena takut statusnya sebagai gadis malam diketahui oleh banyak orang.

Tapi benarkah gadis itu gadis malam?

Rasanya info dari Surya tak bisa diremehkan begitu saja mengingat gadis itu tinggal dengan wanita simpanan Papa. Dan juga Surya memang gemar mencari tahu info akan hal itu. Seketika Dewa menjadi geram. Dia tidak sabar untuk mencari keberadaan gadis itu lagi.

“Kenapa, lo masih mikirin Aira?” tanya Surya yang duduk di sampingnya. Cowok itu tersenyum meledek. “Emang lo lihat dia di mana? Cewek itu kayaknya bener-bener menarik minat lo. Nala mau dikemanain?”

“Semalem gue ketemu dia di rumah wanita simpanan bokap.”

“Wanita simpanan bokap lo? Yakin?”

Dewa menoleh dengan dahi berkerut. “Kenapa? Lo tahu apa lagi?”

“Yah, setahu gue sih, kakaknya Aira juga berprofesi sama.”

Dewa membeliak karena terkejut. Jadi wanita yang semalam bersama papanya itu bukan wanita simpanan, melainkan wanita tuna susila?

“Santai, Wa. Gue tahu lo penasaran sama dua cewek sekarang. Wanita yang lo bilang simpanan bokap lo dan Aira, iya kan?” Dewa tak mengangguk. Tapi sekali pun tak mengangguk, Surya tahu kalau tebakannya adalah benar, dilihat dari sorot mata Dewa yang tajam menguasai. “Kalau lo emang bener-bener penasaran sama Aira gara-gara ingin tahu seberapa jauh hubungan bokap lo sama kakaknya, mending lo tunggu Aira di gerbang sekolah tepat saat bel pulang.”

Dewa tak memikirkan dua kali saran Surya. Ketika pada akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, Dewa terburu-buru meminta izin untuk ke toilet kepada guru yang sedang mempersiapkan doa mengakhiri pelajaran. Dengan langkah setengah berlari, Dewa bersembunyi di dekat post satpam.

“Eh, Wa. Ngapain kamu?” tanya Pak Hakim, satpam yang bertugas menyeberangkan siswa dan mengatur kendaraan bermotor yang melintas di depan sekolah pada saat jam datang dan pulang.

“Pak, saya lagi nunggu temen. Bapak nggak usah lihat saya.”

“Iya, tapi kenapa sembunyi begitu?”

Sebelum Dewa menjawab, siswa-siswi berbondong-bondong keluar dari sekolah menyita perhatian Pak Hakim sehingga Pak Hakim segera ke arah jalan raya meninggalkan Dewa yang tengah melirik ke sana kemari mencari targetnya.

Dalam kerumunan siswa-siswi, Dewa mungkin tidak akan mengenali Aira jika saja gadis itu tidak menggunakan pita besar untuk menguncir rambutnya seperti semalam. Secepat kilat Dewa bangkit dari persembunyiannya dan menarik lengan Aira dari belakang. Spontan Aira terkejut dan berhenti melangkah, menghambat langkah siswa-siswi yang lain.

Melihat siapa yang menghentikan langkahnya, Aira melotot kaget dan berusaha keras untuk melepaskan genggaman itu. Dewa tak tinggal diam menyadari kekuatan gadis itu untuk melepaskan diri. Cengkeramannya yang kokoh tak memudahkan Aira untuk menghindar.

“Gue ada perlu sama lo!” desis Dewa dengan sorot mata penuh amarah.

“Lepas!” Aira masih berjuang untuk meloloskan diri.

Kepanikan menguasai diri Aira. Gadis itu hampir saja menitikkan air mata kalau saja suara Pak Nyamid tak segera menyadarkan Dewa.

“Dewa, ada apa ini?”

Sebelum disuruh, Dewa merenggangkan genggaman tangannya. Kesempatan itu digunakan Aira untuk menangkis tangan Dewa dan berlari secepat mungkin untuk menjauhi Dewa.

Dewa yang baru saja menyadari kesalahannya hendak mengejar, namun panggilan seseorang membatalkan niatnya. Dewa berbalik.

“Kak Dewa, lo nggak bawa motor?”

Dewa meneguk ludahnya saat melihat wajah lembut itu sudah berada di depannya. “Bawa,” jawab Dewa pendek belum mampu menguasai diri.

“Lo mau ke mana barusan? Motor lo kan ada di sana.” Nala menunjuk arah tempat parkir.

“Iya,” Dewa tergeragapan, “tunggu sini ya, gue ambil motor dulu.”

Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, Nala memanggil Dewa lagi. “Kak kalau ada perlu, gue bisa pulang sama temen-temen gue.”

“Nggak. Tunggu aja di sini.”

Dewa melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir dengan pikiran melayang-layang. Waktunya memang tidak tepat kalau mendekati Aira di sekolah. Gadis itu akan selalu menghindar. Sampai sekarang juga dia tidak tahu Aira ada di kelas XII berapa. Ketika ke toilet tadi dia sempat bertanya pada seorang siswa tentang nama Aira, tapi cowok itu menjawab tidak tahu.

“Yuk, La,” ajak Dewa ketika dia sudah sampai di depan pagar. Cowok itu memberikan helm mungil kepada pacarnya. Nala menerima helm itu dengan senyum manis. Ketika Dewa melihat senyum itu, mood-nya seketika berubah. “Kita jalan yuk.”

“Eh, ke mana, Kak?”

“Cari es krim, gimana?”

“Boleh deh.”

Dewa melajukan motornya ke sebuah mini market dan memilih es krim bersama. Setelahnya mereka duduk di kursi yang tersedia di depan mini market tersebut.

“Suka?” tanya Dewa senang melihat bibir Nala sedikit belepotan.

“Suka. Ini es krim terbaru, kan? Enak lho.”

“Lo ngikutin nama es krin terbaru juga?”

“Bukan gue sih, tapi Kak Fara. Kak Fara doyan banget sama es krim.”

Dewa hanya manggut-manggut. “Bibir lo belepotan, La.”

Nala menghentikan hisapannya kemudian dengan jempol kanan, dia berusaha mengelap bibir yang terawa basah.

“Masih ada tuh. Mau gue bersihin?”

“Eh?” Nala menoleh dengan mata jernih yang tersirat tanda tanya.

“Lo tinggal pilih, minta gue bersihin sama tisu atau sama... bibir gue?”

“Hah?” spontan Nala membeliak dan menjauhkan wajahnya.

Melihat aksi Nala, Dewa tergelak. “Bercanda, La.”

Bibir Nala mengerucut karena jengkel. Dia kira Dewa betulan akan membersihkan es krim di bibirnya dengan bibir cowok itu. Apa namanya itu kalau bukan mencium? Tapi sekali pun ucapan Dewa hanya bercanda, kenapa jantungnya menggedor tidak normal?

***

Secret Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang