“Eh, Kenzu. Baru nganter Nala pulang ya?”
Nala berbalik ketika mendengar suara Mama Norma, ibunya. Seperti pendekar kena totok, Nala dan Dewa membisu dan hanya bisa tersenyum kaku.
“Sini, mampir dulu. Makan siang bareng,” lanjut Mama Norma ramah meski waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, beliau masih mengajak untuk makan siang.
“Makasih, Tante. Saya langsung pulang aja,” jawab Dewa santai kemudian melirik Nala. “La, gue balik dulu.”
“Bilang makasih, La, udah dianter Kenzu.”
“Eh,” Nala bingung. “I-Iya, makasih, Kak.”
Dewa hanya tersenyum samar-samar, mengangguk berpamitan kepada Mama Norma kemudian melajukan motornya pelan. Sedangkan Nala heran kepada dirinya sendiri mengapa dia tidak jujur saja di depan ibunya.
“Kamu udah sedekat itu ya sama Kenzu?”
“Dia dipanggil Dewa, Ma,” jawab Nala jengah lalu berjalan lebih dulu.
“Oh, Dewa. Pantesan semalam Mama bingung.” Mama Norma mengikuti Nala memasuki kamar. “Gimana ceritanya kalian bisa sedeket itu?”
“Ma, kami nggak deket.” Nala berucap lelah. “Tadi aku pulang bareng abang go-jek. Nggak tahu tuh kenapa Kak Dewa ngikutin aku.”
“Ehm, itu namanya perhatian, La.”
“Udah ya, Ma. Berhenti bahas Dewa. Intinya aku nggak suka. Dia bukan cowok baik-baik. Penampilannya nggak rapi dan suka ngerokok.”
Mama Norma tertegun sebentar kemudian ber ‘oh’ seperti orang bodoh. “Kalau itu Mama nggak tahu.”
“Sekarang Mama tahu, kan? Jadi jangan berharap dia bisa jadi temen aku.”
Mama mengangkat bahu kemudian keluar dari kamar Nala. Sedangkan Nala segera mengganti seragamnya dengan baju santai. Tugas yang diberikan guru-gurunya menumpuk di dalam tasnya. Dinna dan Bianca bilang akan datang nanti malam untuk belajar bersama. Jadi siang ini dia harus bisa tidur siang supaya nanti malam bisa terjaga lebih lama dari biasanya.
Sesaat sebelum terlelap, bayangan Dewa hadir di pelupuk matanya. Seketika Nala mengacak rambutnya sendiri karena sedikit banyak, tingkah laku Dewa memberikan efek negatif dalam dirinya. Jika sebelumnya dia belum pernah membayangkan sosok cowok sampai sejauh ini, kini dia harus mengenal perasaan baru. Perasaan yang mungkin akan mengganggu masa sekolahnya.
Barangkali begini proses awal jatuh cinta? Gumamnya pada diri sendiri. Saat kamu tidak ingin memikirkannya namun bayangannya muncul begitu saja menjelang tidurmu. Saat kamu berusaha mengosongkan pandangan namun yang terjadi adalah matamu bersorot penuh kekaguman. Saat kamu merasa telah bersikap biasa saja kenyataannya sikapmu menunjukkan kegugupan.
Lo emang keren, Kak. Jujur gue terpesona. Tapi lo bukan selera gue. Please, jangan bikin gue jatuh cinta sama lo.
Kemudian Nala terlelap dengan mimpi indahnya.
***
“Gue tahu sesuatu yang baru nih,” ucap Dinna sambil tersenyum menyindir melirik Nala. Dinna dan Bianca datang tepat pukul tujuh. Rumah mereka bertiga ada dalam satu komplek perumahan lain blok. Mereka berdua cukup berjalan kaki untuk datang ke rumah Nala.
“Sesuatu yang baru? Apaan?” tanya Bianca sambil menyomot kue kering yang disediakan Mama Norma.
Nala merasa hatinya tidak enak. Dia bisa menduga ke mana arah ucapan Dinna. “Apaan sih ngelirik gue begitu?” tanya Nala berusaha cuek.
“Lo tadi dianter pulang Kak Dewa ya? Ciee...”
Ah, benar dugaannya. Kenapa semua orang melihat dirinya berdua saja dengan Dewa? Padahal sebelumnya ada abang go-jek di antara mereka.
“Beneran, La?” membulat mata Bianca tidak percaya.
“Salah! Gue pulang dianter ABANG GO-JEK!” sahut Nala tegas menekankan kata abang gojek.
“Iya-iya, Dewa abang go-jek lo,” kata Dinna masih meledek Nala.
“Eh, lo kira gue bercanda, Din. Gue beneran pulang sama abang go-jek. Tapi Si Dewa dari langit tuh iseng aja ngikutin gue. Kan ngeselin?!”
“Ngeselin apa ngangenin?”
“Lo tuh...” Nala mengambil buku tulis dan menggebuk lengan Dinna karena gemas. “Berhenti ngeledek, nggak?”
“Hahaha...” serempak Dinna dan Bianca tertawa terbahak-bahak. Puas rasanya meledek Nala sampai gadis itu salah tingkah.
“Mending kalian pulang deh kalau mau bikin gue bete.”
“Huhu yang ngambek. Oke deh gue nggak akan bikin lo bete tapi setelah ini kita jalan ke gramed gimana? Gue pengin beli novel baru nih. Sebenarnya udah baca lengkap di wattpad, tapi belum puas kalau belum meluk bukunya.”
“Lo tuh, Din, kebanyakan baca novel, makanya dikit-dikit baper. Baru di say hello sama Kak Lexi di whatsapp aja udah pingsan,” sembur Bianca dan disambut kekagetan Nala.
“Serius, Din, lo chat sama Kak Lexi?” Nala kembali menggebuk Dinna. “Gitu ternyata lo duluan yang chat sama kakak kelas. Pake acara ngeledek duluan lagi.”
“Ih, cuma chat nggak penting kok,” Dinna berusaha menghindar.
“Iya awalnya nggak penting, lama-lama cinta-cintaan,” balas Bianca dengan bibir komat-kamit.
“Udah ah yuk deh ke gramed. PR udah selesai semua juga,” ajak Dinna sambil membereskan buku-buku dan memasukkan ke dalam tas. “Keburu habis entar novelnya.”
“Yaelah pesan online kenapa? Sekalian ikutan PO biar dapet bonus TTD.”
“Males. Gramed aja deket sama rumah. kecuali kalau di gramed nggak ada.”
Masih melanjutkan obrolan, mereka serempak memutuskan untuk jalan kaki menuju jalan raya. Mumpung besok hari minggu, mereka ingin menikmati ramainya komplek perumahan di sabtu malam.
Mereka hampir memasuki lahan parkir toko buku tersebut ketika sebuah suara nyaring memanggil Dinna. Serempak tiga gadis itu menoleh ke arah suara. Dan dor! Bukan hanya di sekolah mereka bisa melihat empat cowok keren yang beberapa minggu terakhir mengusik hari-hari mereka. Pada waktu tak terduga pun, cowok itu kebetulan sedang nongkrong di kedai kopi yang bersebelahan dengan toko buku yang mereka datangi.
“Gila! Ini kebetulan atau bener-bener takdir ya?” gumam Bianca malas karena ditatap sedemikian rupa oleh Surya. Dia memutar bola mata saking bosannya.
“Hai, Kak,” balas Dinna dengan lambaian tangan sangat canggung. Apalagi melihat kedua sahabatnya bertampang bad mood.
“Sini, ngobrol bareng gue,” teriak Lexi tanpa tahu malu. “Lo bilang kapan-kapan mau gue ajak jalan. Nah, mumpung ketemu sekarang, kemari deh.”
***
Vote ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love (Tamat)
Teen FictionDewa menyayangi Nala, gadis polos yang pada awalnya tidak begitu meresponnya, tapi kini telah resmi menjadi kekasihnya. Sayangnya, masalah keluarga yang berat membuatnya bertemu dengan Aira, gadis yang selalu menghindarinya karena berprofesi sebagai...