Bab 16 Dialah Aira

1.7K 76 1
                                    

Aldi menatap layar ponselnya dengan senyum lebar. Kepalanya menggeleng-geleng karena puas sekaligus heran. Heran karena Dewa tidak main-main dengan ucapannya. Dewa betul-betul mentransfer uang dengan jumlah fantastik.

“Anak sama bapak sama aja. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya,” kemudian lelaki itu tertawa terbahak-bahak. Ketika melihat Aira yang baru masuk dapur. “Mana kopi gue, Ra? Lo dapet cowok gimana sih semalem sampai bangun kesiangan begini?” sindir Aldi dengan tatapan melecehkan tapi bibirnya tersungging sebelah.

Aira tidak menjawab. Gadis itu sudah kebal dengan omongan Aldi yang tak pernah disaring. Segera diambilnya teko kecil dan diisi dengan air. Rasanya dia juga butuh minuman pagi ini. Segelas teh panas sepertinya cukup untuk melepaskan penatnya.

“Lo udah mandi kan?” Aldi menatap Aira yang berdiri membelakanginya. “Lo jangan sampai bawa aroma cowok lain di rumah ini. Gue jadi muak.”

Pertanyaan itu hanya godaan. Aldi tahu Aira akan langsung mandi sepulang dari melayani lelaki-lelaki hidung belang. Dan rasanya Aldi memang tidak butuh jawaban, melihat penampilan Aira yang segar pagi ini, dengan terusan selutut dan aroma strowberry yang membuat kelelakiannya menggelegak.

Aldi berdiri mendekati Aira. Lalu tanpa aba-aba, lelaki itu memeluk Aira dari belakang. Seketika Aira meronta dan berbalik. Sayangnya Aldi segera memerangkap tubuhnya yang tersandar di dekat kompor.

“Lepas, Aldi!” desis Aira marah. Gadis itu menahan dada Aldi agar tak bersentuhan dengan wajahnya. Ketika wajah Aldi menunduk untuk menciumnya, Aira menginjak kaki Aldi dengan gemas. Seketika Aldi mengringis kesakitan sambil mundur dan menyumpah-nyumpah.

“Sialan lo.” Aldi hendak mendekat lagi, tapi Aira lebih cepat berucap.

“Kalau berani deketin gue lagi, gue siram badan lo sama air panas ini.” Aira memegang gagang teko yang masih di atas kompor menyala sebagai ancaman.

“Lo berani ya sekarang sama gue.” Aldi tak memaksa seperti biasa. Hal itu membuat Aira heran. Biasanya Aldi akan menyeretnya ke dalam kamar dan memaksanya untuk menuruti keinginan lelaki itu. “Untung gue kali ini sedang berbaik hati. Walaupun sebenarnya gue lagi konak banget sih.” Aldi menatap kaki mulus Aira dengan tatapan mesum. “Uh, tapi kayaknya gue nggak kuat nahan.”

Aira tak memedulikan ucapan Aldi. Itu sudah biasa. Gadis itu mematikan kompor dan menyeduh teh serta kopi yang sudah disiapkan. Ketika dia sedang mengaduk keduanya, tiba-tiba saja Aldi menyergapnya lagi. Kaget dibalut marah, Aira tak sengaja menumpahkan teh tersebut sehingga benda itu jatuh dan pecah berderai di lantai. Percikannya sampai ke kaki Aldi dan kakinya sendiri. Sebagian pecahannya menimpa kaki Aldi.

“Argh, panas, Anjing!”

Aldi marah semarah-marahnya. Tanpa memedulikan rasa sakitnya, Aldi menyeret Aira seperti biasa. Aira meronta-ronta dalam teriakan. Tapi seperti biasa pula, usahanya melepaskan diri tak pernah berhasil. Aldi berhasil melemparkannya ke tempat tidur.

Tanpa memberi kesempatan pada Aira untuk melarikan diri, Aldi menindihnya dan melakukan aksinya. Tinggallah Aira yang menangis dalam diam. Hingga dia harus terlambat masuk ke sekolah.

***

Tak sempat mengeringkan rambut, Aira berangkat ke sekolah dengan rambut basah. Padahal rambutnya panjang sepunggung. Gadis itu hanya sempat memakai seragam dan berbedak. Sekali pun telah menutup matanya yang bengkak dengan berhias seadanya, wajahnya tetap saja muram.

Hukuman bagi siswa-siswi yang terlambat adalah tidak boleh mengikuti pelajaran dijam pertama. Tapi untuk alasan sakit yang diucapkan Aira, akhirnya petugas piket di post depan ruang kepala sekolah, memperbolehkannya masuk.

Dengan langkah lunglai, Aira memilih berjalan menunduk melewati belakang gedung kelas. Dia memang menghindari bertemu dengan siapa pun jika melewati depan setiap kelas. Jalan inilah yang selalu dipilih untuk saat-saat tertentu.

Tak disangka, ketika dia melangkah di belakang tembok gudang, dia melihat seorang cowok yang dia kenal bernama Dewa. Cowok yang pernah datang ke rumahnya itu sedang bersandar sambil merokok.

Dewa menoleh ketika mendengar langkah kaki seseorang. Matanya menyipit saat gadis yang ingin ditemuinya akhirnya muncul juga di hadapannya tanpa direncanakan. Melihat gelagat Aira yang akan berbalik untuk kabur, Dewa membuang rokoknya ke lantai dan menginjak cepat lalu sesegera mungkin mencekal lengan Aira. Gadis itu berkeras melepaskan diri.

“Kali ini lo nggak akan bisa lepas.” Desis Dewa karena tak mau ada orang yang mendengarnya. “Lihat gue!” sentak Dewa karena Aira hanya menunduk menyembunyikan wajah. Karena Aira tak menurut, akhirnya Dewa mendorong gadis itu ke tembok dan menjepit dagu Aira dengan jempol dan jari telunjuk kanannya. Otomatis gadis itu mendongak. Mata mereka beradu. Masing-masing menyimpan kekesalan tersendiri.

“Gue nggak ada masalah sama lo,” ucap Aira menahan gejolak perasaannya yang sakit hati dengan perlakuan setiap lelaki kepadanya.

“Gue yang ada perlu sama lo.” rahang Dewa mengeras menyadari kekeraskepalaan gadis di hadapannya itu. “Apa hubungan lo sama Tasya?”

“Kenapa lo nggak tanyain aja sama Aldi?”

“Karena lo satu sekolah sama gue. Gue pikir gue bisa cari informasi ke lo setiap waktu. Kenyataannya lo susah ditemui.”

Aira tak menjawab. Sekali lagi gadis itu menggerakkan tubuh agar bisa lepas dari kungkungan badan Dewa. Sialnya Dewa tak kunjung melepaskannya. Tatapan Dewa justru beralih pada rambutnya yang basah.

“Rambut lo basah,” gumam Dewa dengan suara yang berubah tak sedingin tadi. “Nggak salah kan kalau gue mikir yang enggak-enggak?”

“Lepas, Dewa!” mata gadis itu berkaca-kaca. Susah payah Aira menelan ludahnya dengan dada yang sesak. Gerakannya tersendat oleh air mata yang tertahan. Gadis itu mati-matian menahan diri supaya tidak menangis di depan Dewa.

“Lo nangis?” tanya Dewa bingung melihat mata Aira berair sekali pun pipi gadis itu tak basah. Perasaannya jadi tersentuh. Perlahan cengkeramannya mengendur. Jakunnya naik turun menelan ludah karena baru sadar dia telah menyakiti hati gadis itu.

Please, jauhi gue. Jangan pernah temui gue lagi,” gumam Aira kemudian berlari pergi seiring dengan air mata yang jatuh.

Dewa membeku di tempat. Jangan pernah temui gue lagi. Bagaimana mungkin Dewa tidak menemui Aira sedangkan dia sudah mentrasnfer sejumlah uang kepada Aldi? Dan bukan hanya alasan itu saja yang membuat Dewa ingin menemui Aira lagi. Ada gejolak tak tertahan, entah apa itu namanya, ketika melihat wajah muram gadis itu, Dewa ingin sekali berada di dekat Aira untuk menemani gadis itu melewati kesedihan yang mungkin selama ini dirasakan diam-diam.

Tapi gue pengin ketemu lo lagi, Ra.

Dewa mengacak rambutnya kesal. Sebelumnya dia memberi uang Aldi untuk menemui Aira sehingga dia bisa mengorek banyak informasi tentang hubungan papanya dengan Tasya. Dia ingin meminta bantuan Aira agar Tasya melepas papanya. Tapi kenapa hanya melihat mata Aira yang berkaca-kaca, Dewa menjadi dua kali lipat ingin bertemu kembali dengan gadis itu?

***

Secret Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang