Bab 44 Akhir Cerita

3.1K 87 1
                                    

Tak ada yang lebih mencengangkan dari pada kenyataan bahwa Aira mengandung anak Dewa. Sedangkan gadis itu memilih untuk menjauh demi menjaga nama baik keluarga Dewa. Gadis itu menyadari bahwa kehadirannya hanyalah virus penyebar penyakit yang seharusnya harus segera dimusnahkan.

Ada titik keharuan yang menyergap hati Nala bahwa Aira tidak seburuk yang diduganya. Image buruk tentang gadis malam sudah melekat pada diri banyak orang, termasuk juga Nala. Tapi kini Nala tahu Aira adalah yang baik. Tak pernah sedikit pun ada keinginan dalam diri Aira untuk menggoda Dewa dan menyingkirkan Nala dari hati Dewa. Nala sangat menyadari hal itu kini.

Nala justru memikirkan bagaimana nasib anak dalam kandungan Aira kalau sampai mereka berpisah. Nala tahu bagaimana bingungnya hidup menjadi diri Aira. Belum selesai masalahnya, kini timbul masalah yang lebih berat. Harus Nala akui bahwa Aira sangat hebat bisa menjalani semua permasalahan ini walaupun dirinya terluka.

Kenyataan itu membuat Nala ingin menemui Dewa. Gadis itu tak lagi memikirkan apa pun selain bayi tak berdosa yang tak lain adalah buah cinta dari kisah kasih Dewa dan Aira. Saat Nala menelepon Dewa mengajak untuk bertemu, Dewa memutuskan untuk datang saja ke rumah Nala. Cowok itu tidak ingin bertemu di tempat lain demi menjaga nama baik Nala.

“Dulu gue pernah mikir kalau pacaran di masa SMA itu cuma buang-buang waktu. Cuma orang bodoh aja yang ngerelain diri bersakit-sakit hati dengan permasalahan cinta SMA. Tapi sekarang gue kemakan sama omongan gue sendiri. Gue jatuh hati sama lo dan sakit hati juga karena lo, Kak.”

Mereka duduk di teras dalam keadaan sunyi. Dewa membiarkan Nala mengungkapkan apa pun yang ada di benak gadis itu.

“Gue nggak pernah mikir kalau saingan gue adalah gadis malam. Pekerjaan yang gue anggap paling nista. Tapi setelah tahu sedikit tentang Aira, gue baru sadar, nggak semua gadis malam rela hati buat ngelakuinnya. Gue akui,” Nala menoleh menatap Dewa, “dia memang cewek baik-baik.”

Dewa meneguk ludah tak mengerti dari mana Nala tahu tentang Aira. Tapi dia tidak berusaha bertanya. Itu tidak penting. Yang terpenting adalah Nala telah mengetahui yang sebenarnya. Tak ada gadis yang hidupnya baik-baik saja, rela melacurkan diri di masa muda.

“Dia cewek yang nggak pernah menuntut apa pun dari gue, padahal gue udah bikin hidup dia semakin rumit. Dia nerima apa adanya dan menyayangi gue dengan tulus,” ucap Dewa lemah.

Gue juga nggak pernah menuntut apa pun dari lo, Kak. Gue juga menyayangi lo dengan tulus.

“Gue akui kalau awalnya gue cuma kasihan sama penderitaaan hidupnya, sampai-sampai gue punya alasana lain selain mencari informasi tentang perselingkuhan papa, yaitu ngelindungi dia dari kekejaman kakak tirinya.” Dewa tersenyum miris. “Ternyata gue malah hanyut sama permainan gue sendiri. Gue bahkan nggak pernah nyelidiki perselingkuhan papa. Gue emang payah.”

Lo terlena sama kehadiran Aira. Aira gadis lemah yang membuat semua lelaki bersedia hadir buat ngelindungi dia.

“Gue nggak peduli meski lo bosan denger ini, La. Tapi gue minta maaf sama lo. Seandainya aja boleh jujur, gue sayang sama kalian berdua. Gue nggak pernah kehilangan sayang ini buat lo.”

Kini Nala yang tersenyum miris. “Semua itu nggak ada gunanya. Tiap orang harus memilih satu cewek. Dan yang lo pilih adalah Aira. Gue bisa paham meski akan banyak orang di luar sana akan menghujat lo dan mengenal sebagai cowok yang pernah bergaul dengan PSK.”

“Gue nggak peduli sama apa yang orang lain bilang.”

“Tapi nyokap lo peduli. Lo pasti nggak akan lupa gimana penderitaan Tante Cintya selama bertahun-tahun. Udah saatnya lo bahagiain dia, Kak. Lo harus mengesampingkan ego lo, meski gue juga nggak nyaranin lo ninggalin Aira karena dia...” Nala berhenti dengan napas di tenggorokan, “dia lagi hamil.”

Nala tak tahu kalau Dewa telah mengetahui semuanya. Dia tidak melihat wajah terkejut dari wajah Dewa. Wajah Dewa hanya terlihat sedih dan mengerut menyimpan kesedihan.

“Gue tahu,” gumam Dewa tanpa berani menatap Nala. “Gue udah berusaha menjaga dia supaya dia nggak kabur. Tapi gue kalah langkah. Dia udah pergi ninggalin gue. Entah pergi ke mana. Gue kalut, La.”

Jadi Aira nggak main-main sama ucapannya? Padahal baru kemarin aku ketemu dia.

“Dia nggak ngizinin gue buat jadi ayah dari anak gue sendiri.” Dewa meremas rambutnya gemas.

Kemarin dia mati-matian menahan Aira untuk tidak pergi. Memang berhasil. Karena Aira tidak melawan. Dewa hanya tak habis pikir kalau Aira masih bersikeras untuk pergi saat Dewa mendapat telepon dari ibunya dan berpamitan untuk pergi sebentar menemui ibunya.

Ketika Dewa kembali, Aira telah lenyap entah pergi ke mana. Seharian Dewa seperti layang-layang putus, ke sana kemari tak tahu arah. Ponsel Aira tak dapat dihubungi.

Hal pertama yang dilakukan adalah pergi ke rumah Aldi. Tapi Aldi menyambutnya dengan tawa jahat dan penuh penghinaan. Dewa hampir saja merontokkan gigi lelaki itu kalau akal sehat tidak segera meredam emosinya. Dia tidak harus meladeni lelaki gila itu.

Dewa melanjutkan pencariannya ke rumah Tasya. Lagi-lagi Aira tak ada di sana. Dewa juga meminta bantuan kepada Lexi, Azka, dan Surya untuk bertanya di grup sekolah tentang alamat semua siswa yang berada di kelas Aira, tentu saja tanpa menyebut nama Aira di dalamnya. Tak tanggung-tanggung, Dewa mendatangi semua rumah siswa XII IPS 3. Tapi hasilnya nihil.

Pagi hingga sore di hari ini, Dewa juga masih keliling mencari keberadaan Aira. Lagi-lagi dia tak dapat menemukan gadis pujaan hatinya itu. Kekhawatirannya tentang keadaan Aira yang sedang hamil semakin menambah penat kepalanya. Ingin dia berteriak sekencang-kencangnya. Tapi yang keluar dari bibirnya hanya isak tangis tertahan. Dia sungguh mencintai gadis itu.

“Suatu hari nanti, Kak, suatu hari lo pasti bakal ketemu dia lagi dalam keadaan yang lebih baik. Percayalah.” Hanya itu yang sanggup Nala ucapkan untuk membesarkan hati Dewa. Meskipun dirinya sendiri tidak yakin apakah Dewa dan Aira akan bertemu kembali. Karena firasatnya mengatakan Aira akan pergi sejauh-jauhnya dari kehidupan Dewa.

Dewa tak menjawab. Keadaannya masih tak menentu memikirkan gadis yang entah sampai kapan akan bersarang di hati dan kepalanya. Dia ingin mengerahkan kemampuannya untuk melacak keberadaan Aira, tapi dia tak memiliki daya untuk itu.

Dewa mendongak mendengar ucapan Nala yang menyulut semangatnya.

Iya, suatu hari. Suatu hari nanti di saat dia telah memiliki daya untuk menentukan hidupnya sendiri, dia akan mencari keberadaan Aira sekali pun di kutub selatan.

Kita bakal ketemu lagi, Ra. Jangan pernah bermimpi lo bakal hilang dari hidup gue selamanya.

Itu janji Dewa pada diri sendiri dan alam semesta.

***

Secret Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang