Bab 29 Ini Bukan Kencan

1.3K 57 4
                                    

Semakin lama, Dewa semakin jauh saja dari jangkauannya. Dia tidak tahu ini pacaran model apa. Dewa tak seperti Dewa pada saat mengejarnya dulu. Bahkan untuk datang ke kelasnya saja bisa dikatakan jarang. Mereka hanya bertemu pada saat pulang sekolah.

Seringkali Nala menolak ajakan Dewa untuk pulang bersama. Tapi Dewa selalu memaksanya lalu luruhlah pertahanannya. Apel ke rumah pun hanya semingu dua kali. Padahal dia sudah sekuat mungkin mengusir rasa tidak enaknya untuk menolak apa pun perhatian dari Afkar.

“Sebenarnya ada apa sih, Kak? Kenapa lo berubah begini?” tanya Nala suatu malam saat Dewa berkunjung ke rumahnya.

“Nggak ada apa-apa,” jawab Dewa pendek.

“Tapi gue ngerasa ada yang aneh dengan hubungan kita. Kita seperti nggak pacaran. Sikap lo lain banget, nggak kayak dulu.”

“La, lo pernah nggak sakit hati karena perbuatan orang tua lo?” tanya Dewa langsung tanpa menggubris rasa penasaran Nala. Seketika membuat Nala mengernyit kebingung.

Sakit hati karena perbuatan orang tua? “Kayaknya nggak pernah.” Nala melirik Dewa yang sedang bersandar di kursi teras sambil memandangi langit bertabur bintang. “Selama ini Mama dan Papa hidup damai aja sama gue dan Kak Fara. Nggak ada perselisihan apa pun yang bikin keadaan rumah jadi runyam. Gue dan Kak Fara juga berusaha jadi anak yang nurut. Jadi nggak ada alasan buat Mama dan Papa bikin sakit hati anak-anaknya.” Nala diam sebentar sebelum berucap lagi. “Emang lo ada masalah apa, Kak? Gue kan pernah bilang lo bisa curhat ke gue kalau lo ada masalah. Jangan diem aja dan bikin gue salah sangka.”

Dewa menoleh kemudian tersenyum lembut. Cowok itu mengusap kepala Nala penuh kasih. Tapi  bukannya langsung menjawab pertanyaan Nala, Dewa justru bertanya hal lain. “Ortu lo udah tahu kalau kita pacaran?”

“Udah lama tahu, Kak. Dan mereka ngizinin aja asalkan tahu batasannya. Mama Papa bilang, mereka percaya sama gue. Jadi gue nggak akan kecewain mereka.”

Tahu batasannya? Dewa sedikit tersentil dengan kata itu. Selama bersama Nala, Dewa memang tidak pernah berpikiran macam-macam. Paling jauh hanya memegang tangan dan kepala gadis itu saja. Dewa tidak terpikir sedikit pun untuk merusak Nala. Ada sebuah keinginan untuk menjaga baik-baik gadis itu. Tapi bagaimana dengan dirinya sendiri? Tentang hubungannya dengan Aira?

“Bokap gue punya wanita simpanan, La.” Hanya itu yang keluar dari bibir Dewa. Dia enggan untuk melanjutkan cerita karena melihat wajah Nala yang tersentak kaget.

Bokap gue punya wanita simpanan. Lalu apa bedanya sama gue sendiri? Ucap Dewa dalam hati. Tanpa sepengetahuan Nala, Dewa tersenyum miris.

“Ini pasti berat buat lo, Kak.” Nala bingung harus menjawab apa. “Lo pasti mikirin perasaan Tante Cintya.” Nala menelan ludah. “Lo udah pernah omongin ini sama bokap lo?”

Dewa menggeleng. “Secara baik-baik belum pernah. Tapi gue pernah marah-marah. Lagian bokap juga jarang pulang jadi gue jarang ketemu. Gue juga ogah samperin dia di kantor. Untuk saat ini, gue masih muak ketemu sama bokap.”

Jadi ini masalah keluarga Kak Dewa? Batin Nala. Pantes aja sikap Kak Dewa aneh. “Jadi apa rencana lo buat nyelesein masalah ini?” tanya Nala hati-hati.

“Gue belum tahu.” Dewa menghembuskan napas panjang. Saat itu, Nala tergerak untuk menyentuh tangan Dewa. Cowok itu tersenyum kemudian balas menggenggam lalu menarik tangan itu. Sebuah kecupan mendarat di jari Nala. Seketika Nala terkejut namun berusaha mengontrol detak jantung supaya tetap normal.

Berusaha tersenyum, Nala menarik perlahan tangannya dengan canggung. “Gue harap masalah keluarga  lo cepet selesai, Kak. Maaf, gue emang nggak bisa bantu apa-apa. Tapi gue akan selalu ada buat lo.”

Dewa tersenyum kaku. “Gue yang minta maaf karena bikin lo sakit hati.”

“Sakit hati?” dahi Nala berkerut.

“Suatu hari nanti kalau misal gue bikin lo sakit hati, gue minta maaf sekarang,” ucap Dewa tenang.

“Lo minta maaf buat sesuatu yang belum lo lakuin?” Nala semakin heran.

Dewa melebarkan senyumnya. “La, lo tahu, gue sayang banget sama lo.”

Bersemu merah pipi gadis itu. Dia sedikit memalingkan muka karena tak tahan ditatap sedemikian mesra oleh kekasihnya. “Kalau begitu... lo nggak akan bikin gue sakit hati kan?”

Dewa terdiam.

***

Aira meremas kedua tangannya karena gugup. Dia menanti Dewa pulang dari rumah Nala. Baru saja Dewa mengiriminya pesan kalau cowok itu akan membawanya jalan-jalan. Bukannya senanng seperti kebanyakan gadis, Aira justru ketakutan.

Sebelum Aira sempat membalas pesan Dewa, cowok itu sudah muncul di ambang pintu mengejutkannya. Berarti dia ngirim pesan di parkiran bawah.

“Udah siap?” tanya Dewa singkat Aira berdiri di tengah kamar.

“Wa, gue nggak pengin ke mana-mana. Gue takut...”

“Takut apa?”

“Takut ketemu sama cowok yang pernah...”

“Gue jamin, lo nggak akan ketemu siapa pun yang akan bikin lo malu. Lo percaya sama gue?” Dewa berkata tegas yang seharusnya membuat Aira yakin. Nyatanya gadis itu masih saja khawatir.

“Gue juga takut ketemu sama Aldi dan temen-temennya. Kalau dia ngapa-ngapain lo... sedari kemarin dia udah neror gue.”

Dewa mendekati Aira. Dia memegang kedua pundak gadis itu dan menatap dengan pasti. “Ra, dengerin gue,” Dewa menarik napas panjang, “kita bakal aman.”

“Gue nggak pernah keluar ke mana pun selain ke sekolah, Wa.”

“Karena itu sekarang harus mau keluar bareng gue. Lo  nggak bisa sembunyi terus kayak kodok.”

“Kok kaya kodok sih, Wa?” bukannya serius Dewa malah mengajak bercanda.

“Seperti katak dalam tempurung,” ucap Dewa menahan senyum.

“Astaga, Wa, itu peribasa artinya orang berwawasan sempit. Bukan orang yang sembunyi dalam rumah terus.”

Dewa tak tahan untuk tertawa. Cowok itu tertawa lepas dan Aira jadi ikut tersenyum. Debar-debar aneh mulai menjalari hati gadis itu. Melihat Dewa tertawa lepas membuatnya takjub sesaat.

“Udah deh. Kalau lo takut ketahuan, pakai aja hoodie gelap, topi, dan kacamata item.”

“Yakin lo mau jalan bareng gue kalau gue pakai tiga benda itu?”

“Kenapa nggak? Gue malah bebas mau pegangin tangan lo.”

Pada akhirnya, Aira mengenakan celana jeans, hoodie, dan topi saja tanpa kacamata gelap. Dia berusaha percaya pada Dewa bahwa mereka akan baik-baik saja. Dalam suasana mal yang terang dan ramai, sesaat mereka melupakan kekhawatiran akan ada seseorang yang mengenali Aira. Sayangnya, serapat apa pun Aira menyembunyikan diri dalam penampilannya, ada beberapa orang yang mengenali Dewa tidak sedang berjalan dengan Nala. Saat itulah masalah demi masalah resmi dimulai.

***

Secret Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang