“Akhirnya gue memilih bertahan hidup dengan si bangsat Aldi yang udah... yang udah memperkosa gue!”
Dewa membeku. Tangannya mencengkeram erat ponsel yang sedang digenggamnya. Giginya menggemerutuk menahan amarah kepada lelaki yang sudah merusak hidup gadis yang ada di depannya itu. Gadis yang hidupnya sudah terlunta-lunta tapi masih dinodai oleh setan berwujud manusia bernama Aldi.
Kalau saja bisa, Dewa ingin sekali berpindah duduk dan memeluk Aira untuk meredakan tangis gadis itu. Tapi kecanggungan karena mereka tidak memiliki hubungan apa-apa membuatnya bertahan di tempat duduknya. Dewa menahan diri untuk tidak bertanya sampai tangis Aira mereda. Dia menanti sampai gadis itu dulu yang berkata.
“Maaf, gue terbawa perasaan. Selama ini gue nggak punya orang yang bisa jadi tempat curhat gue. Semenjak kejadian itu, gue menutup diri dan nggak mudah percaya sama siapa pun. Lo orang pertama yang... yang jadi tempat curhat gue.”
“Lanjutin aja. Gue siap denger semuanya.”
Aira tersenyum miris. “Lo pengin tahu apa hubungan Tasya dan bokap lo, kan?” Dewa diam namun tatapannya tak berubah dari gadis itu. “Awalnya Tasya kayak gue. Dia suka nyari perhatian om-om karena dia kecewa sama keputusan Om Harun yang menikah lagi dengan Mama. Tasya merasa nggak diperhatikan lagi sehingga nyari perhatian sama orang lain. Salah satunya adalah bokap lo.”
“Bokap gue emang hobi ngencani cewek. Sejak masih muda.” Dewa tahu cerita itu dari neneknya, ibu dari papanya. Nenek pernah cerita kalau papanya sangat nakal dan suka main perempuan. Dengan menikahkan papanya dengan Mama Cintya yan terkenal sabar, Nenek berpikir papanya kan berubah sedikit demi sedikit. Kenyataannya, memiliki istri yang tak pernah memprotes perselingkuhannya dan hanya mampu menangis dalam diam, membuat papanya semakin bebas berkeliaran.
“Tasya bukan sekedar temen kencan. Tasya udah jadi wanita simpenan bokap lo. Bokap lo nyiapin rumah buat Tasya. Beberapa tahun terakhir, Tasya udah tinggal di rumah itu. Kebetulan aja dia main ke rumah waktu lo dateng malem itu.”
Hati Dewa remuk. Papa sebagai tokoh idola yang patut untuk dicontoh karena kesuksesannya kini tak ada artinya lagi bagi Dewa. Papanya punya wanita idaman lain. Sedangkan mamanya menanti dalam kesedihan. Tidakkah papanya itu mencintai mamanya?
“Jadi lo sekarang tinggal berdua sama Aldi?”
“Gue nggak punya tempat tinggal lain.”
“Dia yang jadiin lo gadis panggilan?”
“Iya,” Aira menunduk.
“Dia pernah nyentuh lo lagi selain yang pertama dulu?”
“Sering.” Aira tertawa miris. “Lo pasti tahu gimana susahnya menghindari orang yang tinggal serumah sama lo meski lo lebih suka mengunci diri di dalam kamar.”
Dewa menelan ludahnya dengan susah payah. Jakunnya naik turun membayangkan semenderita apa hidup Aira tinggal bersama kakak tiri dan kakak tiri itu menjualnya kepada lelaki sembarangan, termasuk pada dirinya sendiri.
Dewa berdiri untuk mengambil nampan yang masih yang tergelatak di atas ranjang kemudian membawanya ke dapur. Setelah itu duduk di samping Aira.
“Gue pengin ketemu lo untuk dapet informasi tentang hubungan bokap gue dan Tasya. Dan juga karena gue baru tahu lo satu sekolah sama gue, makanya gue penasaran sama lo.”
“Terus, setelah lo tahu hubungan bokap lo sama Tasya, apa yang mau lo lakuin?”
“Gue pengin nyadarin Papa kalau Mama menderita dari dulu.” Dewa berkacak pinggang teringat mamanya yang menangis tiap malam menanti kehadiran suaminya yang lebih suka menghabiskan hari dengan perempuan lain. Hanya dua kali dalam seminggu saja papanya pulang. Itu pun tak ada kemesraan secuil pun yang dilihat Dewa dari sikap mama dan papanya. Jadi mana betah dia di rumah kalau hanya melihat kesedihan Mama dan ketidakpedulian Papa?
“Gue nggak yakin lo bisa semudah itu merubah kesenangan bokap lo.”
“Gue juga nggak yakin. Tapi gue pengin nyoba. Kalau pun nggak bisa, gue harap Mama mau menggugat cerai. Buat apa mempertahankan pernikahan kalau hanya mendapat sakit hati?”
“Kalau nyokap lo pengin cerai, udah dilakukan dulu waktu lo masih kecil. Nyatanya nyokap lo bertahan dengan alasan, bisa gue tebak, nyokap lo sangat cinta sama bokap lo. Dan berharap seiring berjalannya waktu bokap lo bisa berubah. Gue salut sama wanita dengan keyakinan kayak begitu.”
“Keyakinan yang salah. Padahal di dunia ini kita bisa mencari kebahagiaan pada orang lain. Kenapa harus stuck pada satu orang yang cuma bisa bikin kita menderita?”
Aira tersenyum sabar. Jujur, Dewa terpukau melihat senyum lembut yang terukir dari wajah cantik Aira. “Itu yang disebut kesetiaan, Dewa. Nyokap lo wanita yang setia. Beliau nggak mudah berpindah hati saat hati itu udah diberikan ke bokap lo.”
Dewa menyunggingkan sebelah bibir. Terkesan sinis. “Setia? Sama orang yang nggak patut dikasihi? Menurut lo itu bukan tindakan bodoh?”
“Lo ngebodohin nyokap lo sendiri?”
“Gue cuma heran kenapa Mama nggak pernah marah, nggak pernah protes, nggak pernah berjuang mendapatkan haknya sebagai seorang istri. Kenapa Mama cuma diem aja menerima nasib, cuma nangis dan mengurung diri di kamar, sementara Papa enak-enak dengan perempuan lain.”
“Mungkin ada yang salah dengan pernikahan mereka. Mereka menikah karena cinta, kan?” tanya Aira pelan, takut menyinggung perasaan Dewa karena ini sudah masuk dalam tahap ingin tahu permasalahan rumah tangga orang lain.
“Nenek bilang mereka dijodohin. Gue yakin Papa nggak bisa mencintai Mama sampai sekarang. Buktinya Papa masih aja kelayapan nggak mikirin sama sekali perasaan Mama.”
Aira termenung, menyadari masalah hidup bukan hanya dirinya yang memiliki. Orang lain memiliki masalah tersendiri dalam konteks yang berbeda. Dia bisa membayangkan seperti apa hancurnya perasaan mama Dewa menghadapi puluhan tahun hidup dengan lelaki yang tak pernah mencintai dan memperhatikannya. Sebagai wanita, dia lebih memilih untuk hidup sendiri dan berjuang untuk anak-anaknya.
“Nyokap lo kerja di luar?”
“Ibu rumah tangga.”
Aira mengangguk. “Mungkin selain cinta, nyokap lo juga memikirkan sisi finansial hidupnya kalau berpisah sama bokap lo.”
“Itu pemikiran sempit!” Dewa bangkit dari duduknya. Dia berdiri sambil menutup wajah dengan kedua tangan kemudian mendongak. “Gue bisa lakuin apa aja buat ngebahagiain Mama. Gue bisa kerja. Udah waktunya Mama bahagia. Gue nggak pengin lihat Mama menderita sampai tua.” Dewa menoleh mengawasi Aira. “Lo tahu, Ra, saat ini gue benci banget sama bokap gue. Dia yang udah bikin keluarga kami berantakan dan meninggalkan kesedihan buat semua orang. Argh!” Dewa berteriak sambil mengibaskan tangan di udara.
Spontan, mengikuti naluri, Aira berdiri memegang lengan Dewa. Tangan kirinya menebah dada cowok itu. “Tenang, Dewa,” desis Aira penuh iba.
Dewa menoleh sedikit terperanjat merasakan sentuhan tangan Aira di lengan dan dadanya. Mata mereka beradu dalam gelisah. Tapi bukan hanya kesedihan yang kini menguasai hati Dewa. Sentuhan tangan Aira yang tidak semestinya itu menimbulkan sensasi lain dalam tubuhnya, membuat Dewa terlena.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love (Tamat)
Teen FictionDewa menyayangi Nala, gadis polos yang pada awalnya tidak begitu meresponnya, tapi kini telah resmi menjadi kekasihnya. Sayangnya, masalah keluarga yang berat membuatnya bertemu dengan Aira, gadis yang selalu menghindarinya karena berprofesi sebagai...