Setelah memulangkan Aira, Mama Cintya mengunjungi rumah Nala. Wanita paruh baya itu menunggu Nala sambil berbincang dengan Mama Norma. Tujuannya adalah ingin Nala memaafkan Dewa. Beliau tidak akan meminta Nala untuk tetap berpacaran dengan Dewa. Beliau hanya ingin Nala tidak mendendam karena masalah tersebut akan segera selesai.
Saat Nala tiba, wajah gadis itu tampak tegang melihat Tante Cintya. Nala memberi salam kemudian berganti pakaian dan Mama Norma membuntutinya.
"Tante Cintya ingin ngomong sama kamu. Kamu temui ya, Mama akan tunggu di dapur sambil menyiapkan makanan ringan."
Nala hanya mengangguk kemudian dengan langkah gontai menuju ruang tamu. Saat melihat dirinya, Tante Cintya tersenyum lembut. Wanita itu menepuk kursi di sebelahnya sebagai tanda agar Nala duduk di sana.
"Maaf kalau Tante mengganggu waktu istirahat kamu, Nala."
"Nggak apa-apa, Tante. Saya nggak biasa tidur siang kok," jawab Nala ramah.
Tante Cintya tersenyum menatap wajah ramah Nala. Gadis cantik dan lembut, ucapnya dalam hati. Seandainya saja Dewa adalah lelaki yang setia...
"Tante sedang berusaha menyelesaikan masalah dalam keluarga Tante, Nala. Selama ini Tante lebih banyak diam karena menerima nasib tanpa memperjuangkan apa pun. Tapi kali ini masalah itu berkaitan dengan Dewa, anak kandung Tante. Jadi Tante tidak akan membiarkan siapa pun atau apa pun yang akan membuat hidup Dewa menjadi berantakan."
"Iya, Tante," suara Nala terdengar lirih.
"Terlalu dini jika melibatkan kamu dalam masalah ini, Nala. Tapi karena kamu sekarang menjadi pacar Dewa dan kamu mendapatkan imbas dari masalah itu..."
"Kami sudah putus, Tante."
Tante Cintya tercekat. Wajahnya membeku tanda terkejut. Namun beberapa detik kemudian, beliau bisa mengendalikan diri. "Iya, tidak apa-apa. Memang lebih baik seperti itu. Prioritas kalian adalah menuntut ilmu, bukan menjalin kasih di saat masih belia. Terlalu rawan."
"Iya, Tante."
"Tante, minta tolong sama kamu, Nala, tolong maafkan Dewa. Kalau kamu sakit hati dengan ulah Dewa, Tante-lah yang bersalah. Tante gagal mendidiknya."
"Tante jangan menyalahkan diri sendiri. Nggak ada orang tua yang mengajarkan keburukan. Lagian Kak Dewa juga udah dewasa. Dia tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Mana hal yang pantas untuk dilakukan dan mana yang pantas untuk ditinggalkan."
"Iya, kamu benar, Nala," Tante Cintya kembali tersenyum. "Kamu jauh lebih paham dari pada Dewa. Seandainya saja sifat buruk papa Dewa tidak menurun pada Dewa, Tante setuju kamu bergaul dengan Dewa."
"Tante jangan sedih, masih ada waktu untuk membimbing Kak Dewa menjadi lebih baik."
Lalu berakhirlah percakapan mereka. Keduanya lega karena sama-sama memahami kerisauan masing-masing. Tante Cintya lega karena dirinya sudah meminta maaf dan Nala tidak membebaninya. Sedangkan Nala lega karena kini dia bisa lebih menerima kenyataan.
Tak ada gunanya membenci karena Dewa juga tak pernah membencinya. Semua yang terjadi berkaitan dengan perasaan. Dewa memang pernah menyatakan suka padanya. Tapi di waktu yang berbeda rasa Dewa berubah haluan. Nala tak bisa menyalahkan rasa yang tiba-tiba tumbuh itu. Cinta memang tidak bisa diprogram harus berlabuh di hati siapa.
***
Air mata Aira terus menetes tak dapat dihentikan. Dia berjalan sendiri di tepi jalan dengan gerimis sebagai teman kesepiannya. Selama ini dia menderita dengan nasibnya sebagai gadis panggilan yang dipaksa oleh kakak tirinya sendiri. Selama itu dia tidak pernah berani bermimpi untuk masa depannya. Hidupnya yang hancur diterima dengan ikhlas tanpa ada usaha untuk keluar dari kumparan yang hina itu.
Tapi sejak bertemu dengan Dewa, Aira seperti menemukan oase di gurun yang tandus. Aira menemukan cinta dalam diri cowok itu. Aira menemukan kebahagiaan hidup setelah dua tahun dia tidak mengenal kebahagiaan. Dewa memberikan apa saja yang dia butuhkan. Bukan berkaitan dengan materi, namun perhatian dan kasih sayang.
Aira tak akan memungkiri bahwa dia telah jatuh cinta pada Dewa. Cinta pertama dalam hidupnya datang dengan cara tak terduga, dengan cara tersembunyi, diam-diam mengusik hatinya yang lama tak tersentuh kasih sayang.
Tapi keadaan tak akan memungkinkannya untuk tetap bersama Dewa. Dewa bukan miliknya. Dan dirinya terlalu kotor untuk cowok sebaik Dewa. Sekali pun menurut orang lain Dewa adalah cowok peselingkuh, tapi baginya, Dewa tetaplah cowok paling baik.
Aira bertekad akan segera keluar dari apartemen Dewa. Dia tidak ingin mengganggu kehidupan Dewa lagi. Ibu Dewa lebih berhak mendapat kebahagiaan dari Dewa. Aira tak ingin Dewa mengecewakan ibunya karena ibunya telah lama dikhianati oleh papa Dewa. Jadi masih tegakah dia memaksakan diri untuk tetap bersama Dewa?
Aira memasuki apartemen dan sebelum dia membuka pintu kamar, pintu itu telah dibuka dari dalam. Wajah Dewa muncul dengan raut menyimpan emosi.
"Dari mana lo?" Dewa melihat badan Aira dari atas sampai ke bawah. "Lo hujan-hujanan?"
Aira tidak menjawab. Gadis itu melenggang pergi tanpa menatap mata Dewa. Dengan gerakan gontai, dia membuka lemari baju dan mengambil tas bersar yang digunakannya saat membawa barang-barangnya kemari. Kemudian mengambil satu per satu pakaiannya.
"Lo mau ke mana?" Dewa menutup pintu kemudian menyusul Aira.
Aira masih tidak menjawab. Dia dengan cekatan memasukkan baju-baju itu ke dalam tas peninggalan ibunya itu.
Merasa tidak dihiraukan, Dewa menarik tas itu dan melemparkannya menjauh. Cowok itu kemudian menarik Aira supaya berdiri. "Gue tanya lo mau ke mana?"
Saat itulah Aira tak sanggup lagi menahan sesak di dada. Gadis itu menangis menderu menyayat hati Dewa. Dia tak dapat menutupi lagi kalau dirinya telah jatuh cinta pada Dewa. Dia ingin terus berasa di samping Dewa. Memberikan segenap cintanya dan menerima kasih sayang dari Dewa. Tapi dia tahu itu hanyalah mimpi belaka.
Dewa menarik Aira ke dalam pelukan. Dekapannya erat sampai dagunya menekan puncak kepala Aira. Tanpa Aira bercerita pun, dia tahu apa yang menyebabkan gadis itu menangis tersedu-sedu.
"Lo akan tetep sama gue. Gue nggak akan ngebiarin lo sendirian di luar sana."
Mendengar penuturan Dewa, tangisan Aira semakin kencang. Sudah lama dia tidak merasakan kepedulian seseorang terhadapnya. Sekarang kepedulian itu hadir menyentuh hatinya, dia mendapatkan dari orang yang salah.
Dalam dekapan Dewa, Aira menggelengkan kepala sambil berdesis, "nggak, Wa. Gue harus pergi. Gue nggak bisa ngerusak keluarga lo. Nyokap lo harus lebih lo utamain. Jangan kecewakan beliau lagi. Lo tahu selama ini nyokap lo menderita. Jangan tambah lagi penderitaannya."
"Gue nggak akan bikin nyokap gue menderita. Gue janji," ucap Dewa penuh penekanan. "Tapi gue tetep akan utamain kalian berdua. Lo nggak usah khawatir. Lo akan baik-baik aja sama gue. Lo bisa pegang ucapan gue."
Nggak, Dewa, lo nggak tahu apa yang akan terjadi kalau kita masih tetep seperti ini. Biar gue pergi, Dewa. Lupain gue. Gue cinta lo. Kalimat-kalimat itu hanya terucap di hati Aira.
***
Jangan lupa vote ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love (Tamat)
Teen FictionDewa menyayangi Nala, gadis polos yang pada awalnya tidak begitu meresponnya, tapi kini telah resmi menjadi kekasihnya. Sayangnya, masalah keluarga yang berat membuatnya bertemu dengan Aira, gadis yang selalu menghindarinya karena berprofesi sebagai...