Gracia memandang Edgar dengan wajah sebal, bagaimana tidak. Dia sudah rela meninggalkan sahabat tersayang hanya untuk jadi partner tanding Edgar, eh dia malah asik mojok di basecamp.
"Woy, lo ngapain nunduk gitu? Buruan ganti dan ke ruang olahraga sekarang" perintah Gracia.
Edgar bangun dengan langkah lesu, wajahnya kusut tak tertandingi. Hal itu menimbulkan tanda tanya di kepala Gracia. Kemana Edgar yang selalu berisik?.
Gracia menahan lengan Edgar, "Lo butuh sesuatu yang nyata, ayo kita lampiaskan"
Paham akan maksud Gracia, mata Edgar langsung berbinar. Dia segera saja menyeret Gracia ke parkiran.
Di dalam mobil, senyum tak pernah luntur dari bibir Edgar. Bahkan jika saja senyumnya bisa lebih lebar lagi, bisa dipastikan akan sampai ke masing masing telinga. Jalanan yang sepi, membuat Edgar mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata rata.
"segitu senengnya elo mau ketemu sama pujaan hati ya"
"Waiya dong, pokoknya dia malam ini harus bertekuk lutut dibawah gue"
Gracia tertawa remeh, "bukannya lo selalu ngalah, karena gak mau liat wajah manisnya lecet"
Edgar berdecak, "Ck, kali ini gak bakalan lagi"
"gue tunggu pembuktian lo"
.
..
...Suara sorak sorai penonton memenuhi arena tarung bebas ini. Teriakan kesakitan petarung dan sorakan penonton bercampur jadi satu. Tak ada kata lemah bila sudah menginjakkan kaki disini. Segala aturan tak berlaku jika berlaga di arena ini.
"Habisin!! Habisin!! Habisin!!"
Gracia dan Edgar terlihat menikmati pertarungan yang tersaji. Seorang petarung dengan ganas memukuli wajah lawannya tanpa ampun. Darah mengalir di bagian wajah sana sini. Begitu kesadaran sang lawan mulai hilang, sang petarung berdiri dan disambut oleh teriakan penonton yang bertaruh padanya.
Dewangga Adi Pratama. Petarung tak terkalahkan di arena ini, sudah berpuluh lawan yang tumbang hanya karena ingin pembuktian. Matanya menatap remeh pada lawannya yang digotong keluar.
Dia lalu duduk di salah satu sudut ring dan menangkap handuk yang terlempar padanya. Dia mengelap keringat di sekujur tubuhnya yang atletis, berlawanan dengan wajahnya yang bisa dikatakan manis. Merasa tenggorokannya butuh air, dia lalu menoleh.
Matanya membulat, kala melihat siapa yang menyodorkan air mineral padanya.
"nih minum, lo pasti haus kan?" Edgar mengulurkan air mineralnya.
Dengan sebal, Dewa menyaut air itu dan menenggaknya dengan rakus.
Edgar terkekeh, "Pelan pelan, gak bakal ada yang minta kok" dia lalu mengusap pundak Dewa dan berbisik.
"Malam ini, lo lawan gue ya. Gue gak akan ngalah lagi kali ini"
Gracia terkekeh melihat Edgar yang terlihat ingin mengintimidasi Dewa. Bukannya terintimidasi, Dewa malah terkekeh. Dia meneliti Edgar dari atas sampai bawah. Edgar hanya memakai celana pendek dan topless, membuat otot perutnya terlihat. Jujur saja, postur Edgar jauh lebih atletis dibandingkan Dewa.
"Bukannya elo selalu kalah?, awas kalo sampe tentang ini bocor di sekolah" remeh Dewa.
Edgar segera naik ke ring dan berdiri di hadapan Dewa. "Tenang aja, rahasia lo aman sama gue. Anak sekolah gak bakalan ada yang tau, gue bawa duit banyak kali ini. Jadi gue gak bakalan kalah. Lo lihat cewek itu? Dia yang udah ajarin jurus andalannya buat gue" tunjuk Edgar pada Gracia.
