Shani sangat tidak suka dengan Gracia yang seperti ini. Wajah yang mengeras, tatapan tajam, dan jadi irit bicara. Dia sudah terbiasa dengan Gracia yang bawel dan konyol. Dia meremas ujung jaket yang dikenakannya, kala Gracia kembali menambah kecepatan mobilnya saat jalanan sepi.
Setelah macet selama satu jam, Gracia sudah tidak bisa berpikir jernih sekarang. Di dalam pikirannya, adalah bagaimana caranya agar cepat sampai di rumah sakit.
Seolah tersadar akan sesuatu, Gracia memelankan laju mobilnya. Dia menoleh pada Shani dengan tatapan menyesal, "Maaf, gue kebawa emosi."
Shani menghela nafasnya lega, setidaknya Gracia sudah mau bicara dan mulai memelankan kemudinya. Dia lalu menatap Gracia dan tersenyum, "Kamu tenang dulu ya, aku belum mau mati."
Gracia terkekeh mendengar kata Shani, dia menghela nafasnya panjang. Seharusnya dia mengerti, bahwa bukan hanya dirinya disini yang merasa cemas. Tapi juga Shani, gadis itu pasti juga sibuk menerka nerka apa yang terjadi.
Gracia menggenggam tangan Shani, dengan tetap menatap ke depan. "Tadi gue dapet telfon pas lagi ganti, semua pikiran buruk gue langsung keluar semua. Maaf kalau gue udah buat lo ngerasa gak nyaman."
Shani mengeratkan genggamannya, dia lalu menoleh lagi pada Gracia. "Janji sama aku kalau kamu gak akan ngelakuin hal bodoh, selagi tau apa yang terjadi nanti disana."
Entahlah, dia merasa akan ada sesuatu yang tak terduga. Gracia tak menjawab, dia masih fokus mengemudi dan...... Menggenggam tangan Shani.
"Kok diem aja?"
Gracia menoleh, "Aku gak bisa janji sama apa yang aku belum tau."
Shani menghela nafasnya, dia melepas genggaman Gracia. Sahabatnya itu memang sangat tau cara membuat perasaan orang campur aduk.
.
..
...Setelah sampai di salah satu rumah sakit di daerah Bandung, Gracia melangkahkan kakinya cepat menuju ruangan sang ayah.
Shani mengernyitkan dahinya kala melihat Edgar duduk di depan ruang ayah Gracia. Edgar berdiri kala melihat Gracia berjalan ke arahnya, tatapannya berubah khawatir begitu melihat Gracia. Apalagi wajah penuh emosinya.
Tangan Edgar merentang di depan pintu, menghalangi Gracia masuk. "Masih belum boleh dijenguk, nunggu 30 menit lagi."
Gracia mengangguk mengerti, dia mengintip ke dalam ruangan sang ayah. Air matanya mengalir begitu saja melihat kondisi sang ayah. Wajah David babak belur sana sini, padahal dia sudah biasa melihat hal itu. Tapi entah kenapa, untuk yang satu ini, dia merasa sangat sakit melihat kondisi ayahnya.
Shani langsung menarik Gracia untuk duduk, dia lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Membiarkan Gracia menumpahkan semuanya.
"Gue gagal jaga ayah Shan... Hiks"
Shani mengelus rambut Gracia, "Ssshh, udah ya. Semua emang gak baik baik aja, tapi ayah kamu pasti kuat kok."
Dari kejauhan, Tio terlihat berjalan ke arah mereka dengan tergesa. Tatapannya bertemu dengan Shani. Gracia melepaskan pelukannya saat merasakan Shani menegang.
Dia lalu menoleh, ternyata ada papa Shani. Tio langsung memeluk Shani erat, Shani pun sama. Bahkan kini terdengar isakan juga, saat Shani melihat papanya terlihat tidak baik baik saja. Wajahnya terdapat banyak lebam, dan ujung bibirnya robek.
"Pa-pa kenapa bisa gini, Hiks hiks"
Edgar memandang mereka bergantian. Tadi Shani terlihat begitu tegar menguatkan Gracia, tapi sekarang, dia juga sama saja seperti Gracia sebenarnya.
Tio melepas pelukan putrinya, dia mengusap air mata yang mengalir di pipi Shani. Pandangannya bertemu dengan Gracia, batinnya sedang berperang sekarang. Dia takut jikalau Gracia tau, gadis itu akan hilang kendali.
Tio lalu berjalan menghampiri Gracia, mengelus puncak kepalanya. "Mau dengar cerita om?" Gracia mengangguk.
Mereka semua langsung merapat, hendak mendengarkan cerita Tio. Belum satu kata pun terlontar, ponsel Gracia berdering.
"Hallo om?"
Dari dugaan Edgar, itu pasti ayahnya. Kini mereka serempak memperhatikan Gracia. Jelas sekali bahwa gadis itu sedang terlihat menahan emosi. Terbukti dengan cengkraman Gracia pada ponselnya.
Setelah mematikan telponnya, Gracia menatap nyalang pada Edgar. Gracia menarik kerah baju Edgar, hingga cowok itu kesulitan bernafas.
"CERITAIN YANG SEBENARNYA!!!!"
Tio dan Shani segera berdiri memisahkan mereka. Shani berhasil menarik Gracia menjauh, dan Tio menutupi pandangan Gracia dari Edgar.
Gracia memberontak, hingga membuat Shani kesulitan menahannya. Dengan sekali tarikan, Shani berhasil membuat Gracia berbalik ke arahnya. Tatapannya bertemu dengan Gracia, tapi dia merasa tidak sedang menatap Gracia. Pancaran emosi begitu jelas terlihat, karena tak kuat melihatnya, Shani merengkuh Gracia ke dalam pelukannya.
Shani lalu berbisik, "kendaliin diri kamu, ini rumah sakit. Aku gak suka kamu yang kayak gini"
Tubuh Gracia langsung melemas, Shani dengan sigap menuntun Gracia untuk duduk. Melihat Gracia sudah tenang, Tio melepaskan Edgar. Dengan sendirinya Edgar menghampiri Gracia, dia berlutut di depan Gracia.
Edgar menggenggam tangan Gracia, dan menatap menyesal. "Maafin gue, harusnya gue langsung hubungin elo. Maaf karena gue gak berani nolongin om David, maaf maaf maaf"
Edgar menundukkan kepalanya di lutut Gracia."Ceritain yang bener, jangan kayak orang bego"
Edgar kembali mendongak, "Malam itu gue ikut om David ke kebun, karena papa ada tugas lain. Katanya om David, harus dia sendiri yang memastikan kenapa kebunnya produksinya turun. Tapi baru aja mau masuk ke perkebunan, ada segerombolan orang nyerang kita."
Edgar menghentikan ucapannya, sekedar memastikan reaksi Gracia. dia menunduk kembali ketika tatapan Gracia kembali mengeras.
"Om David nyuruh gue pergi dan nyari bantuan. Disaat gue lagi panik, dari jauh keliatan ada mobil yang mau lewat, dan itu adalah om Tio, kita baru aja mau nolongin kita ditahan sama anak buahnya, tapi om David udah kena tusuk duluan....."
Tangan Gracia mengepal, dia harus tau siapa yang melakukan ini. Tio mengusap punggung tangan Gracia, sekedar menenangkan. "Yang sabar ya, ini bukan salah Edgar."
Gracia menoleh, "Makasih udah nolong ayah aku om" setelah mengatakan itu Gracia berdiri, menghampiri Shani.
"Kayaknya nanti kita pulangnya gak bareng, ternyata masih ada urusan yang mau gue selesaiin"
Shani menggeleng, "Gak, kamu harus pulang bareng sama aku. Dan jangan ngelakuin hal bodoh." dia menggenggam erat tangan Gracia.
Dengan pelan, Gracia melepaskannya. "Maaf, gue gak bisa. Ayo gar..."
Edgar langsung berdiri mengikuti Gracia dari belakang. Dia sudah cukup paham akan situasi ini, anak bosnya itu tak akan tinggal diam jika orang yang disayanginya terluka. Edgar tersenyum kala meneliti penampilan Gracia, udah persiapan dari rumah kayaknya.
Sementara itu, Shani sedang ditenangkan oleh papanya.
Dia terus meronta dalam pelukan Tio.
"Pa, Gracia pa. Aku gak bisa biarin dia pergi sendiri."Tio hanya diam saja, lama kelamaan tenaga Shani habis. Dia terduduk lemas dan air matanya mulai menetes. Dia paham betul apa yang akan sahabatnya lakukan, dan Gracia juga mempunyai resiko yang sama seperti David yang sedang terbaring di dalam sana.
Kamu kenapa seneng banget lukain diri sendiri sih?. Aku benci tau gak sama kamu yang kayak gini. Aku harap kamu gak kenapa napa, meskipun aku tau harapan aku kecil banget.
Tbc
Waaaaaahhh dah lama ya gak up, 😂 saya kecantol drakor sih. Biasa.
Keyhole 💖
