Keras kepala

4.5K 427 25
                                    

Seorang gadis yang masih memakai seragam SMA, terlihat tergesa berjalan di koridor rumah sakit. Kabar yang dia dapat, membuatnya segera berlari meninggalkan sekolah. Saat sampai di depan sebuah ruangan yang dia tuju, gadis itu segera menbukanya tanpa mengetuk.

"Aurel?." Heran Shani, saat melihat Aurel berdiri di ambang pintu.

Aurel berjalan mendekati bangsal Gracia, tatapannya menunjukkan sebuah kesedihan. "Kenapa lo gak bilang kalo Gre sakit?, lo tau gak rasanya pas gue denger si Fadil di penjara karena udah nusuk Gre?."

Shani menunduk, memandang Gracia yang tak kunjung membuka matanya. "Maaf"

Aurel menarik Shani untuk berdiri dan mengajaknya duduk di sofa. "Gue tau elo khawatir, tapi lo juga butuh istirahat. Mata lo gak bisa bohong Shan."

"Enggak, gue harus jadi orang pertama yang dilihat Gre saat dia sadar." Kekeh Shani.

Aurel menghela nafasnya. "Terserah, tapi dua hari ini gue kayak orang bego tau gak. Elo sama Gracia tiba tiba gak masuk, terus Angel juga pindah ke Surabaya tanpa pamit. Hhhhhhh, dan nilai ulangan gue ancur."

Ceklek

Suara pinu terbuka mengalihkan perhatian mereka. Disana Edgar dan David melangkah masuk. "Hai, temannya Gracia ya?."

Reflek Aurel berdiri dan menyalami David. "E...eh i..ya om. Saya Aurel."

Bagaimana Aurel tidak gugup, di depannya ini adalah ketua Gangster terkenal dikotanya. David tersenyum, "Santai aja, om gak bakalan tiba tiba kagebunshin kok."

Aurel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sungguh jika Gracia melihat tingkah Aurel yang malu - malu meong seperti ini, sudah pasti Aurel akan dihujat abis abisan. "Hehe ternyata om bisa lucu juga."

Edgar berdehem, "Shan, lo tidur dulu aja. Biar gantian gue sama om yang jagain."

Shani kembali menggeleng, "Enggak, gue gak papa."

David mendekat ke arah Shani. "Shani, om boleh bicara sama kamu sebentar?."

Shani mengernyitkan dahinya, tapi tak lama dia pun mengangguk, berdiri dan mengikuti David keluar.

Sedangkan Edgar dan Aurel saling pandang. "Btw, Dewa nyariin elo tuh."

Edgar langsung membelalakkan matanya. "Serius?."

"Ya enggaklah, kurang kerjaan banget nyariin elo hahaha." Aurel tertawa mengejek.

Sedangkan Edgar mulai mendekat dan menatap tajam. "Tau darimana lo?."

Aurel menggidikkan bahunya, "Itu gak penting, yang jelas gue tau elo suka sama salah satu pangeran sekolah dan itu Dewa."

"Hhhh gue harap elo gak bocor." Edgar lalu duduk di sofa dan tanpa aba aba merebahkan dirinya dan menutup mata.

"Enak aja, gue bukan mak lambe turah ya." Protes Aurel.

"Ya siapa tau aja elo salah satu adminnya." Jawab Edgar acuh.

"Iisssh"
.
..
...

Gracia membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke penglihatannya. Hal pertama yang dia lihat adalah plafon warna putih bersih dan satu cicak yang nempel. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, dan dia merasa tangan kirinya terasa berat.

Gracia menoleh dan mendapati Shani tertidur dengan posisi masih duduk. Dia kembali mendongak, mencoba mengingat - ingat kenapa dia berada di ruangan serba putih ini. Ingatannya mengarah pada kejadian beberapa hari lalu, tentang penyekapannya dengan Edgar dan berakhir dia tertusuk.

Pandangannya kembali mengitari ruangan ini, mencari keberadaan seseorang selain Shani. Tapi nihil. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Dia mencoba bangun dan meringis kala merasa perut bagian kirinya terasa sakit. "Ssshhhh, sakit banget elah. Dasar Fadil kampret."

Comfort ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang