Jika kamu mencintai seseorang, ibarat kamu menaruh sebuah pistol terisi pada seseorang itu. Maka kamu harus siap jika sewaktu waktu orang yang kamu cintai itu menarik pelatuknya. Entah diarahkan kepadamu, atau pada dirinya sendiri.
Suasana sekolah kembali seperti semula, Ardan sudah dibawa ke rumah sakit. Kini Shani harus kembali menerima tatapan itu lagi, tatapan seakan ingin melenyapkannya. Jika kemarin2 dia akan siap mendongakkan kepalanya dan menatap penuh tajam, kini yang dia lakukan pun kembali seperti dulu sebelum ada Gracia. Hanya bisa menunduk dan memendam semuanya.
Bel sekolah kembali menjadi hal yang paling dia tunggu, agar bisa sejenak melarikan diri dari situasi yg seakan mencekiknya. Dia buru buru memasukkan semua barangnya dan keluar dari kelas. Baru saja dia akan keluar, Aurel menahannya.
"Apa yang udah lo lakuin Shani?" Tekan Aurel.
Shani menghempaskan tangan Aurel. "Gak usah ikut campur."
Dia segera melangkahkan kakinya. Hatinya juga sama seperti Gracia, jangan kira dia tidak merasakan sakit. Sungguh dia merasakan itu semua. Namun yang bisa dilakukan Shani hanyalah mencoba berdamai dengan hatinya, mencoba berharap bahwa semua akan baik baik saja.
Tring
Notifikasi hape Shani berbunyi. Menandakan ada pesan yg masuk.
+6281XXXXXXXXXXX
Saya tunggu kamu di kafe biasanya, jam 6. Jangan telat.
Shani menghela nafas kasar membacanya. Dia harus segera menelpon supirnya, karena dia belum terbiasa naik angkutan umum. Saat keluar dari gerbang sekolahnya, yang dia temukan bukan supirnya. Melainkan papanya.
Tio menyambut Shani dengan senyuman. "Bagaimana sekolahnya hari ini?"
"Lancar pa." Jawabnya singkat.
Tio pun menjalankan mobilnya santai, "Apa ada hal tak mengenakkan hari ini? Kenapa wajah kamu kusut begitu? Dan kemana Gracia? Tumben minta jemput."
"Mulai hari ini Gracia gak bareng sama aku lagi." Jawab Shani.
"Loh kenapa?"
"Dia juga punya urusan pa, jadi aku gak bisa bareng dia terus."
"Oh gitu, yaudah gak papa, nanti berangkatnya bareng papa. Pulangnya sama pak supir ya." Kata Tio.
Shani memasukkan hapenya yg sedari tadi bergetar. "Jam 6 nanti aku mau keluar cari buku ya pa, nanti aku bilang sama supir buat nganter aku."
"Iya, hati hati."
Shani hanya mengangguk. Pandangannya jauh menerawang keluar, dia menahan semua. Dia menahannya agar terlihat dia yang paling jahat. Mungkin saat ini Shani sedang memainkan sebuah peran, entah siapa sutradaranya.
.
..
...Setelah berkeliling kota, Edgar dan Gracia memutuskan untuk kembali ke basecamp mereka saat petang.
Terlihat Junot dan kawannya yang sedang beres beres bengkel dan peralatan.
"Ayah mana bang?" Tanya Gracia.
