Fall

4.5K 422 27
                                    

Tubuh Gracia terasa sangat lemas sekarang. Dia mendongak, di depannya Edgar juga sedang terikat di sebuah kursi sama seperti dirinya. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan ini, ini seperti sebuah kamar. Terlalu bagus jika dijadikan tempat menyandera. Gracia mencoba kembali mengingat kenapa dia berada di sini.

Flashback

Tak tak tak

Gracia tergesa menekan tombol lift di depannya. Edgar hanya memandanginya dengan cemas.

"Ini terlalu beresiko Gre, kenapa kita gak minta bantuan om Junot dan yang lain. Kita gak tau apa yang sedang kita hadapi."

Gracia menatap tajam, "Lebih baik lo pulang kalo elo gak bisa berhenti merengek kayak banci."

Ting

Lift terbuka dan Gracia segera keluar untuk mencari nomor kamar yang sedang di tujunya. Di belakang, Edgar tetap menatap was was di sekelilingnya. Bagaimana tidak, mereka sekarang berada di sebuah apartement mewah, yang entah kenapa malah terlihat menyeramkan dengan suasananya yang sunyi.

Gracia berhenti tepat di depan sebuah kamar yang dia cari. Tapi Edgar memegang tangannya yang hendak mengetuk pintu, "Kenapa?"

"Lo tau kan kalo Fadil bukan orang biasa, dia juga gak bego."

"Gue tau itu, dan singkirin tangan lo sekarang"

Dengan terpaksa, Edgar melepaskannya. Gracia mengetuk pintu dan perlahan pintu itu terbuka dari dalam. Seperti terbuka secara otomatis. Perlahan mereka berdua masuk dan mengedarkan pandangan, mencari seseorang yang membuat ayahnya sampai masuk rumah sakit.

Gracia menuju ke sebuah figura besar yang tergantung di dinding.

Bugh

Bugh

Saat itulah hal terakhir yang dia ingat.

Flashback end

"Ssshh" Gracia meringis, kepalanya terasa berdenyut sakit. Dia menoleh untuk membangunkan Edgar.

"Woy bangun njing, ini bukan saatnya lo molor" ujar Gracia percuma, karena Edgar masih saja pingsan.

Ceklek

Pintu satu satunya di ruangan ini terbuka, menampilkan seorang yang Gracia cari untuk dia musnahkan. Tatapannya menajam kala melihat seringai tipis di wajah Fadil.

"Waah udah sadar toh rupanya. Gimana? Nyenyak gak tidurnya? Nyenyak dong ya pastinya hahaha."

"LEPASIN GUE BANGSAT, PENGECUT LO BERANINYA PAKAI CARA MURAHAN KAYA GINI!!!." Gracia meronta ronta, berusaha melepaskan ikatannya meskipun sia sia.

"Et et et sabar bosku, permainan baru aja dimulai. Dan lo gak usah pake teriak, gue gak budeg."

"BANCI LO ANJING!! LEPASIN GUE DAN LAWAN GUE SECARA JANTAN.. ITUPUN KALAU ELO NGERASA ELO COWOK!!!."

PLAK!!

Wajah Gracia terhempas ke samping kala Fadil menamparnya.

"Udah gue bilang gak usah teriak, percuma karena ruangan ini kedap suara, gak bakal ada yang nolongin elo dan teriakan itu bikin kuping gue panas."

Plak plak plak plak

Darah segar perlahan mengalir dari sudut bibir Gracia. Emosinya kian memuncak, dia meronta ronta dan akhirnya dia terjatuh bersama kursinya.

"Hahahaha anak sekolahan kita harus lihat betapa menyedihkannya elo saat ini, seorang Gracia yang mereka takuti sedang tak berdaya saat ini."

Saat sadar emosinya tak berbuah apapun, Gracia mulai berpikir bagaimana caranya melepaskan talinya tanpa ketahuan. Sebuah ide muncul di kepalanya.

Comfort ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang