Tak terasa kini Gracia dan Shani sudah menginjak kelas 12. Masa masa dimana pelajar berubah menjadi alim karena takut membuat masalah dan berujung dikeluarkan.
Hubungan yang mereka jalani juga terlihat adem ayem saja. Gracia yang masih begajulan dan Shani bagian kulkas alias mendinginkan.
Banyak sekali perubahan yang Gracia alami sejak bersama Shani. Dia sudah jarang keluar malam, jarang ikut kumpul gangster ayahnya dan pengendalian emosinya juga kian membaik.
BRAK!!
"GUE BAKAL BUNUH LO BANGSAT!" Teriak Gracia.
Oke, sepertinya kalau masalah emosi Gracia masih kayak biasanya ya. Mari kita ralat.
Suasana Aula yang tadinya sepi mendadak ramai karena keributan yang Gracia ciptakan.
Gracia meraih kerah baju cowok didepannya yang sudah terlihat tidak berdaya.
"Berani lo macem macem ke Shani, gue ratain muka lo ke tanah."
Bugh bugh bugh
Wajah Gracia memerah penuh amarah sambil memandang Ardan yang tersungkur di depannya. Melihat Ardan hendak bangun, Gracia segera melayangkan tendangannya pada wajah Ardan. Dan seketika itu juga kesadaran Ardan meninggalkannya perlahan.
Tak ada yang berani menghentikan keributan jika biangnya adalah Gracia. Aneh memang jika cewek malah terlihat menakutkan seperti Gracia ini.
Nafas Gracia terengah engah, sudut bibirnya terlihat mengeluarkan darah. Kondisi seragam yang penuh noda dan jangan lupakan buku tangannya yang membiru. Semua memandang ngeri ke arah Gracia, hingga seorang siswi membelah kerumunan itu dan segera menarik Gracia pergi dari sana.
Pasti sudah tau kan itu siapa? Iya, itu Shani. Dengan kekuatan penuh dia menarik Gracia ke uks, nafasnya juga sama memburunya dengan Gracia.
Ceklek
Shani mengunci pintu UKS dan menatap tajam ke Gracia. "Berapa kali aku bilang kalau kamu harus bisa kendaliin emosi. Gak semua masalah bisa selesai dengan tinju kamu itu."
Gracia menghela nafasnya dan menunduk. Dia membuka satu persatu kancing seragamnya hingga menyisakan kaus putih yang dia pakai. "Aku minta maaf." Lirih Gracia.
Jika bertarung Gracia akan terlihat seperti seorang monster kelaparan, maka jika di depan Shani dia seperti anak kucing yang gak berdaya.
Shani kemudian menarik Gracia duduk diatas bangsal dan mulai mengobati tangan Gracia. "Kemaren Monica, sekarang Ardan. Besok siapa lagi yang mau kamu hajar? Kita udah kelas 12 loh."
Tatapan Gracia terarah pada Shani yang serius mengobati tangannya sambil terus menceramahinya. "Kalau aku biarin dia, pasti bakalan makin kurang ajar sama kamu. Dia berani ngatain kamu lesbian, berani naruh dildo di loker kamu. Itu sama aja dia ngehina kamu, dan itu sama aja dia nantangin aku." Jelas Gracia.
Ya, omongan tidak enak tentang hubungan mereka masih sering terjadi. Definisi adem ayem diatas adalah jika mereka sedang berdua saja. Banyak yang mendukung mereka, tidak sedikit juga yang menentang, namun banyak juga yang tidak peduli.
Shani pikir semua akan berjalan indah jika dia bisa bersama Gracia. Tapi ternyata sampai saat ini, arti indah itu masih belum lengkap bagi Shani. Apalagi selama ini seolah Gracia terlihat seperti sebuah tameng untuknya, bukan seorang kekasih.
Memang mereka sepasang kekasih, melakukan semua yang orang pacaran lakukan. Tapi jika di sekolah, Gracia akan lebih terlihat seperti pengawalnya. Semua itu dimulai ketika rumor bahwa Gracia dan Shani menjalin hubungan tersebar ke seluruh sekolah.