Permasalahan hubungan Gracia dan Nadse sudah selesai. Mereka setuju untuk berdamai, dengan sebuah hubungan yang baru. Sahabat, tidak buruk bukan?.
Tapi pada malam itu hati Gracia kembali nyeri, bukan apa. Dia mendapati Shani tertidur dengan mata sembab dan jejak air mata yang kentara. Sungguh dia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Di perebutkan oleh dua orang yang sama sama dia sayangi itu sungguh tidak menyenangkan. Tapi tentu saja sayang dia pada Shani jauh lebih besar.
Malam itu, Gracia tertidur dengan memeluk Shani dari belakang. Menenggelamkan wajahnya pada punggung kesukaannya. Seakan Memberi tahu bahwa dia lebih memilih untuk tetap tinggal bersama Shani.
Tapi pagi ini, setelah sarapan berdua dengan Gracia. Wajah Shani sudah menampakkan kabutnya sedari tadi. Padahal saat mereka bangun, Nadse sudah pergi dari rumah Gracia. Sungguh minggu pagi yang suram.
Gracia yang tak tau harus memulai dari mana pun hanya diam saja. Takut jika dia salah bicara. Bahkan kini saat keduanya berdiri berdampingan untuk mencuci piring pun, tak ada sepatah kata pun yang terucap.
Hingga mereka selesai, mereka hanya saling mencuri pandang satu sama lain. Shani menghela nafasnya.
"Kalo gak ada yang mau di jelasin, aku pulang." Ucap Shani.
Gracia menahan tangan Shani yang hendak berbalik, menggandengnya menuju ruang tengah. Shani masih tidak mau menatapnya, bahkan tangannya menolak di genggam Gracia.
"Aku udah selesai sama Nadse, aku minta maaf." Mulai Gracia.
Gracia menarik wajah Shani agar menatapnya, "Liat aku kalo aku lagi ngomong."
Tatapan Shani yang sedingin itu, sedikit demi sedikit membuat dada Gracia terasa terhimpit. Hingga membuat dia menghela nafas berkali kali.
"Maaf karena aku belum ngasih tau kamu sebelumnya. Tapi masalah aku sama Nadse udah selesai, kita udah saling melepaskan." Jelas Gracia.
"Terus kenapa kamu gak ngasih tau aku sebelumnya, kalo kamu masih sama dia?" Tanya Shani.
"Aku cuma belum sempat, lagi pula bagi aku, hubunganku sama Nadse udah selesai sejak dulu."
Shani tersenyum miris, "Kamu ternyata masih anggap remeh apa itu sebuah kepercayaan, aku tau kamu dulu ngegantung aku karena masih sama dia kan?"
Sedangkan Gracia mulai mengernyitkan alisnya, "Kenapa bahasannya jadi kemana mana sih? Intinya aku sama Nadse udah selesai, dan aku minta maaf karena belum sempat ngasih tau kamu."
"Kamu sering cerita gimana kamu waktu dulu, tapi kenapa jika soal itu kamu gak pernah cerita? We have a lot of time Gracia." Geram Shani, entahlah kenapa dia bisa jadi begini. Yang jelas rasa sakit hatinya masih sangat terasa.
Gracia mengusap wajahnya kasar, bingung harus berkata apa karena Shani jadi penuntut begini.
"Gak bisa jawab hem? jadi bener kalo kamu ngegantungin aku karena masih sama dia, dan kamu juga gak ada niatan buat cerita. Bener kan?" Kata Shani.
"Enggak gitu sayang." Jawab Gracia lemah.
Lagi, Shani tertawa miris. "Dan soal tadi malem, kenapa kamu diem aja waktu dia mau nyium kamu? Jujur aja kamu masih suka kan sama dia?"
"Enggak Sayang." Gracia menggeleng.
"Jika kamu bisa berlaku begitu sama Nadse, gak menutup kemungkinan kamu bakal lakuin hal yang sama ke aku. Ninggalin gitu aja tanpa kepastian kayak Nadse, iya kan?" Tuntut Shani.
"ENGGAK SHANI!" Nada suara Gracia meninggi.
Shani pun nampak tersentak karena suara Gracia. Ini pertama kalinya dia melihat wajah Gracia terlihat putus asa. "LALU APA HAH? Kamu gak bisa kasih alasan, kamu terus aja ngelak." Balas Shani.