Luka pada perasaan itu tak berdarah, tapi sakitnya lebih parah. Sembuhnya lebih susah.
.
.
.
.Gracia mengerjapkan matanya saat cahaya matahari menyuntik indranya. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan, mencari keberadaan seseorang.
Clek
Shani masuk dalam keadaan menggosok rambutnya yang basah sehabis mandi, Gracia jadi senyum sendiri melihatnya. "Selamat pagi calon pendamping sehidup semati."
Mendengarnya, Shani hanya memutar bola matanya. "Mandi sana, iler kamu kemana mana tuh."
Gracia terkekeh geli. "Kalo aku ileran mana mungkin kamu cium aku tadi kan? Hayo ketahuaaan." dia menaik turunkan alisnya jahil.
"Apaan sih." Shani menundukkan wajahnya.
Sontak saja handuk basah langsung mendarat di wajah Gracia. "Ciee malu ciee hahaha."
"Udah sana mandi, pulang sana. Tinggal loncat kan?" kata Shani sambil mengeringkan rambutnya.
Gracia turun dari ranjang, berdiri di belakang Shani. Menatap pantulan mereka di cermin. "Seminggu lalu kamu ijinin aku dengan alasan kenapa? Pas gak masuk di kelas."
"Sakit."
Helaan nafas lolos di bibir Gracia. "Makasih."
Setelah mengatakan itu, Gracia berbalik untuk pulang ke rumahnya. Shani ikut bangkit dan melongok keluar, takutnya Gracia jatuh lagi. Kan baru bangun.
"Bakat lompat kayak maling emang udah melekat ya sama dia, bahkan ada sesuatu punyaku yang dicuri sama dia." Shani berdehem. "Sadar elah Shan."
.
..
...Kini keluarga Shani plus Gracia sedang sarapan, di selingi obrolan tentang kegiatan sehari hari.
"Oh iya, kamu seminggu kemaren kemana? Kata Shani lagi sakit." tanya Tio.
"Iya om, lagi sakit. Sakit banget malah." Gracia melirik Shani yang pura pura sibuk meminum susu.
"Kenapa gak disini aja? Kan mama juga dirumah." ujar Dira. Ya, Gracia memang di suruh memanggilnya dengan sebutan mama.
"Gimana mau disini mah, kalo penyebab sakitnya ada disini."
"Uhuk - uhuk." Shani tersedak minumannya sendiri.
Gracia dengan sigap mengelus punggung Shani. "Pelan aja ih minumnya, gak ada yang minta kok."
Tanpa menjawab, Shani berdiri. "Shani keatas dulu mah."
Di ruang makan semua memandang bingung ke arah Shani, terlebih Shani tidak menghabiskan sarapannya.
Gracia berdehem pelan. "Om, mama, aku mau ajak Shani jalan jalan boleh gak? Bawa mobil kok."
Tio mengangguk. "Boleh kok, meskipun bawa motor juga gapapa. Lagian Shani belakangan ini kelihatan murung lagi."
"Hati hati ya." tukas Dira.
Setelah itu Gracia keatas menyusul Shani. Ternyata Shani sedang melamun di balkon kamarnya. Begitu Gracia berada di sampingnya, Shani baru menoleh. Terlebih Gracia sedang mengutak atik ponselnya. Shani langsung panik berusaha merebutnya.