Terdengar alunan musik di dalam mobil yang dikemudikan Edgar. Lagu yang sedang di putar oleh Edgar berjudul Time of our life, yang dibawakan oleh band asal Korea, Day6.
Dewa yang berada di sebelah kurai kemudi berdecak. "Aku gak nyangka orang kayak kamu suka sama Kpop."
Edgar terkekeh. "Orang kayak aku yang gimana? Setiap orang punya selera musik yang berbeda, dan aku lagi suka banget sama lagu lagunya Day6 sekarang."
Dewa mengganguk. "Enak sih emang lagunya, aku taunya cuman yang berjudul Shoot me sama Congratilations doang."
"Oh iya, ini yang aku puter itu lagu terbarunya mereka."
Mereka berdua sedang berkendara menuju salah satu Arena tarung bebas di sebuah kecamatan. Mereka tidak ke Arena biasanya karena lawannya mengundang mereka ke Kandangnya sih katanya. Kali ini yang bertarung adalah Dewa, Edgar sedang tidak mood katanya.
"De, lawan kamu kali ini bener2 kuat loh. Yang aku lihat dia hanya pernah kalah sekali, dan tau gak siapa yang ngalahin?"
Dewa menggeleng, memikirkan siapa yang berhasil mengalahkan calon lawannya kali ini.
Edgar menghela nafasnya. "Gracia, tapi Gre awalnya waktu itu kalah karena abis diputusin Shani. Dia gak konsen, Akhirnya setelah beberapa hari dia pulih. Mereka tanding lagi, dan ajaibnya tuh cewek menang. Walau wajah dan kondisinya ancur ancuran, tapi tuh cewek berhasil bikin malu lawannya, karena ya semua bertaruh buat lawannya." jelas Edgar panjang kali lebar sama dengan luas ruangan. Eh apasih.
Dewa menyandarkan tubuhnya, AC di mobil tak cukup mendinginkan pikirannya saat ini. Berbagai bayangan kalah memenuhi pikirannya. "Aku kagum sekaligus heran sama Gracia, kok ada cewek sekuat dia ya. Bahkan dia jadi gak terkalahkan loh di Arena kita, aku juga pernah kalah sama dia. Gara gara dia marah sama aku waktu manasin kamu."
Edgar tertawa keras kali ini. "Jangankan kamu, aku aja kalah loh sama dia. Berasa gagal jadi cowok, dia tuh mainnya gak bar bar tapi langsung joss gitu. Teknik yang gak bakal bisa ditiruin sama orang amatiran. Cewek tapi bisa lawan 3 cowok petarung semua lagi."
Mobil berbelok ke arah kiri, memasuki kawasan yang bisa dibilang sepi. Kanan kiri hanya ada pohon, dan jalanan pun berkelok kelok. Mungkin mereka sudah dekat dengan Arenanya.
Helaan nafas lolos dari bibir Dewa. "Aku sakit saat inget dulu kamu rela ngalah, rela aku gebukin cuma buat bisa deket sama aku. Gak sakit hem?"
"Sakit lah, tapi mau gimana. Susaaah banget buat deketin kamu, ada aja alasan kamu buat menghindar."
Banyak obrolan mereka, Tanpa sadar kini mereka sudah sampai parkiran Arena. Sudah banyak kendaraan yang berjejer rapi. Sungguh orang tak akan mengira jika di tengah hutan ada sebuah Arena sebesar ini. Lebih besar dari Arena yang biasa mereka kunjungi.
Saat Dewa akan keluar, Edgar menahannya. "Lawan kamu namanya Vando, umurnya udah 23. Jelas dia bodynya lebih besar daripada kamu. Mungkin se aku tapi kurang besar dikit."
"Serius?"
"Serius, jangan buang banyak tenaga dengan main bar bar. Pake teknik bertahan aja dulu, kuras tenaga dia. Baca arah serangan dan cari kelemahan dia, serang saat tenaga dia beneran terkuras."
Dewa mengangguk, seperti mendengar arahan dari sang pelatih.
Edgar mengelus kepala Dewa dengan Sayang. Dia tersenyum, kemudian mengecup pipi Dewa sekilas. "Aku sayaaang banget sama kamu, jangan sampe konsentrasi kamu pecah ya. Aku gak mau kamu luka yang serius. Nanti aku ada kejutan setelah kamu selesai."
Dewa menunduk, menurunkan tangan Edgar yang mengelus kepalanya. Dia menggenggam tangan itu. "Aku janji demi kamu kalo aku bakal konsen, selalu doain aku ya. Aku gak janji bakal menang, tapi aku akan optimis."