Utuh

4.4K 407 23
                                    

Memang sifat dasar manusia adalah berubah ubah. Apa yang dia pilih belum tentu itu dari dasar lubuk hatinya.

Suara teriakan dan geraman terdengar mendominasi arena tinju bebas ini. Seorang gadis yang masih sangat muda terlihat berdiri angkuh di atas dada seorang lelaki yang bertubuh gempal. Tak ada sedikitpun raut takut terukir disana.

Ting ting ting

Gemuruh Suara sorak sorai penonton mengundang seringai menyeramkan dari wajah gadis itu. Dia lalu turun dari dada lawannya dan keluar dari ring. Sepersekian detik matanya terpaku pada sebuah sudut di bangku penonton. Menatapnya datar, lalu segera pergi menuju ruang ganti.

"Ini bayaran lo kali ini, terus tingkatkan ya Gracia." Bang Damar, trainer sekaligus manajernya mengulurkan sejumlah uang yang tidak sedikit.

Gracia menghitung uang itu dan memberikan setengahnya pada Bang Damar. "Ini bang."

"Loh ngapain?. Gak usahlah Gre, gue kan udah ada jatahnya sendiri." Tolak Damar.

"Yang bilang ini buat elo siapa bang?. Ini buat Silva, anggep aja permintaan maaf karena kemaren gue gak bisa dateng ke ultah dia." Silva itu anaknya bang Damar.

Senyuman nampak di wajah sangar Damar. Iya, dia hanya tersenyum pada orang tertentu saja. Ibunya, Istrinya, anaknya dan Gracia. "Thanks ya, saran gue, udah cukup lo lari. Mungkin sekarang udah waktunya lo balik dan ikutin kata hati lo, cinta itu gak pernah salah."

Damar menepuk pundak Gracia dan berlalu. Meninggalkan Gracia yang kembali termenung memikirkan sudah berapa lama dia lari. Helaan nafas lolos dari bibirnya, setelah membersihkan pelipisnya yang robek dia berganti baju, lalu segera beranjak dan keluar dari tempat itu.

.
..
...
....

Di sebuah cafe dengan nuansa klasik terlihat sepasang kekasih sedang bersenda gurau.

"Hahaha ya kali yang, mana ada micin rasa stroberi ngarang aja kamu." Cowok itu tertawa kala mendengar permintaan absurd pacarnya.

Cowok itu kemudian menghentikan tawanya dan mengelus punggung tangan kekasihnya. "Kita udah berapa bulan pacaran Shan?."

Shani menunduk dan menarik tangannya dari genggaman Riswan, dia tau arah pembicaraan ini. "Maaf."

Hanya kata itu yang keluar dari mulut Shani. Dia merasa bersalah pada Riswan, menerima perasaan pemuda itu tanpa pernah memberikan hatinya. Sudah taukan hati Shani milik siapa?.

Riswan tersenyum sendu. "Gak papa, Terima kasih ya sudah mau mencoba sama aku. Tapi kayaknya kita harus udahan, kamu memang pacar aku, tapi hati kamu gak ada nama aku. semoga bahagia ya Shan." Senyum terbaik Riswan keluarkan, sebelum dia beranjak meninggalkan Shani sendiri. Dengan perasaan searah yang bukan tertuju padanya.

.

..

...

Kelas 12 memang sedang sibuk sibuknya setelah memasuki semester dua. Bimbingan dan kelas tambahan seakan tak memberi toleransi kepada siswa siswi. Belum lagi tugas di rumah yang harus dikerjakan, jika dihitung beban yang harus dipikul setiap siswa, mungkin sudah setara dengan berat badan sumo.

Sudah pukul 1 dini hari, tapi Shani masih setia berkutat dengan bukunya. Sesekali decakan keluar saat dia tak berhasil menyelesaikan soal itu.

Dari luar, Suara deru mobil mengalihkan perhatiannya. Dia lalu berdiri dan mengintip dari balik gorden pintu balkon. Disana, Gracia terlihat keluar dari mobilnya dengan pakaian serba hitam dan rambut kuncir kuda. Sejenak, Gracia terlihat menghentikan langkahnya dan menoleh. Pandangan mereka bertemu sekian detik, sebelum Gracia berpaling dengan acuh.

Comfort ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang