Part 1.1 : Awal dari Sebuah Takdir (Revisi)

20.8K 463 1
                                    

Happy Reading!
Typo bertebaran...

***

"Takdir akan menuntun kita. Kemanapun kamu berlari, kemanapun kamu menghindar. Takdir akan selalu ada dan selalu mengiringmu kapanpun dan dimanapun"
- A. Putih Andini

***

Ute POV

Krriiiiing....

Terdengar suara nada dering panggilan dari handphoneku pagi ini yang secara tidak sengaja membangunkan tidurku. Aku meraba-raba meja disamping tempat tidurku. And yeah!, aku berhasil meraih handphoneku dan melihat siapakah yang menelponku pagi ini. Terlihat ada nama orang yang paling aku cintai di dunia ini tertera di layar handphoneku. Sontak saja aku pun langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Iya, Buk. Assalamualaikum", jawabku dengan nada suara serak khas bangun tidur di pagi hari.

"Wa 'alaikumsalam. Dimana, Dek?", terdengar suara seorang wanita paruh baya diujung sambungan telponku di pagi ini. Ya, orang yang menelponku pagi ini adalah Ibuku.

Aku mengucek-ngucek mataku untuk menyesuaikan mataku dengan cahaya lampu yang ada di dalam kamarku ini. Dan lantas menjawab pertanyaan dari Ibuku, "Di apartemen, Buk. Ada apa?", tanyaku kembali kepada wanita diujung sana.

"Loh kok kamu masih di apartemen sih, Dek? Bukannya kamu mau ke berangkat ke Jogja pagi ini, jam berapa ini, nak? Bukannya jadwal pesawatmu pagi ini ya, terus kenapa kamu masih di apartemen?", ucap panjang ibuku dengan logat Palembangnya yang beliau campur dengan Bahasa Indonesia dan sedikit logat Jawa khasnya yang menurutku sangat janggal untuk didengar. Aku masih setengah mengantuk saat Ibu menghujamiku dengan berbagai pertanyaan darinya.

Sebenarnya, memang pagi ini aku dijadwalkan untuk berangkat ke Jogja karena ada sedikit urusan pekerjaan dan juga bersamaan dengan liburan singkat yang aku rencanakan secara dadakan. Andai saja tak ada urusan kerjaan di Jogja maka aku tidak akan pernah bisa pergi berlibur di sana sepertinya.

Setelah menyadari semuanya, aku pun lantas beranjak dari tempat tidurku dengan keadaan panik serta setengah mengantuk, "Astaga buk, aku lupa. Jam berapa ini, buk?"

"Kamu ini benar-benar kebiasaan sekali ya, Dek. Kalau nggak Ibu bangunkan mana bisa bangun kamu itu. Kamu tau nggak kalau ini itu udah hampir jam setengah delapan, kamu bisa ditinggal pesawat kalau seperti itu. Cepat bangun, terus pergi ke bandara sekarang juga. Jangan kelamaan berdandan kamu itu. Kamu ngerti nggak Ibu bilangin itu, Dek!?", Ibu menjawab pertanyaanku dengan kalimat yang sangat panjang beserta ocehannya yang khas padaku. Aku pun lantas nengiyakan semua ucapan Ibuku dan mengakhiri sambungan telponku dengan Ibu setelah tersadar bahwa aku sudah sangat terlambat sekarang.

"Iya buk, aku siap-siap dulu kalau gitu. Ibu hati-hati disana. Nanti setelah aku pulang dari Jogja aku akan pulang ke Bogor", jawabku dengan cepat.

"Yasudah kalau gitu. Hati-hati kamu dijalan. Awas kalau kamu nggak pulang ke Bogor setelah dari Jogja", jawab ibuku dengan nada khawatir dan juga mengancam karena aku jarang sekali pulang ke Bogor. Kalian jangan berpikiran buruk terlebih dahulu mengenai jarangnya aku untuk pulang Bogor. Karena pada dasarnya, aku itu mau-mau saja sering-sering pulang ke Bogor. Tapi, kalian bisa tau dan lihat sendiri bagaimana macetnya perjalanan dari Jakarta ke Bogor dan aku sangat benci dengan kemacetan panjang Bogor-Jakarta.

Terdengar suara helaan nafas dari Ibuku, "Iya, buk. Aku janji akan pulang ke Bogor setelah semua urusanku sudah selesai di Jogja. Kalau begitu, aku siap-siap dulu ya, Buk. Assalamualaikum"

"Wa 'alaikumsalam"

Setelah terputusnya sambungan telponku dengan Ibuku barusan, aku pun langsung menuju ke kamar mandi dan segera siap-siap untuk pergi ke bandara dengan cepat. Sekitar 15 menitan aku berada di dalam kamar mandi untuk membersihkan diriku, itu pun aku mandi dengan cepat dan terburu-buru. Salah satu alasanku mandi dengan cepat bukan hanya takut ketinggalan pesawat. Tapi, Abay. Ya, Abay. Karena pagi ini aku akan diantar Abay ke bandara. Kalian jangan berpikir bahwa Abay adalah kekasihku atau pacarku ya. Karena sebenarnya, Abay dan Aku adalah anak angkat dari Mami Sekar dan Papi Ajo. Memang benar terkadang orang-orang sering salah menafsirkan kedekatanku dengan Abay. Jika orang yang tidak tau atau dekat dengan kami pasti akan menafsirkan bahwa kami punya hubungan khusus, padahal itu kenyataannya tidak seperti apa yang mereka bayangkan. Kami berdua memang sangat dekat, Abay yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi, jika ada yang mencariku cukup cari Abay saja. Kerena jika ada dia disana pasti ada aku juga dan Abaylah tempat dimana aku bisa menyandarkan keluh kesahku soal semuanya termasuk soal kisah asmaraku selama ini. Begitu pula dengan Abay yang selalu bercerita tentang kisah asmaranya padaku dan itu tidak terlalu mengganggu urusan pribadi kami masing-masing. Kami cukup senang untuk keadaan seperti ini. Walaupun kami bukan saudara seayah seibu. Tapi, kami sudah seperti anak kembar yang selalu bersama-sama. Kapan-kapan aku akan cerita tentang Abay dan mami secara jelas. Karena jika aku akan cerita sekarang maka aku pasti akan diceramahi Abay karena terlambat dan membuat ia menunggu lama.

08.00 : Woy, lama amat siap-siapnya.
08.00 : Dasar siput, lelet amat sih. Aku udah di bassment nih, buruan kali. Keburu flight pesawatnya nanti.

Pesan Abay pun langsung terbaca olehku dan aku pun langsung lari terbirit-birit takut diomeli Abay lagi dan lagi.

***

Hai semuanya, ini cerita baru dari aku ya. Maaf kalau ceritanya agak gimanaaaa gitu. Baru proses belajar nih, mohon doanya ya semoga aku bisa tetep semangat nulis cerita. Oh ya, jangan lupa untuk berbagi suara, dan komen ya. Ditunggu loohh...

Maaf atas typo yang bertebaran dimana-mana dia suka😂
Maaf juga kalau ceritanya ngga nyambung😂
Maklumi author yang abal-abal ini ya, Allah aja maafin. Kok kamu engga😊

Selamat membaca semua...
Ketemu lagi di part selanjutnya, oke😊
See you, bye-bye all😘

Thanks^^
See you soon, bye-bye!

Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang