Part 7.3 : Teror 3

2.5K 103 3
                                    

"Ute"

"Abay" panggil kita bersamaan.

"Ini toko kue ibu." Jawab kita bersamaan kembali.

Oh, shit. Peneror itu menyebutkan toko kue kepunyaan ibuku. Bangunan putih mulus yang kami bangun beberapa tahun yang lalu di Dramaga, Bogor. Tanpa berpikir panjang, aku dan Abay segera berangkat ke Bogor. Selama perjalanan aku berusaha menelpon ibuku. Namun, tidak diangkat sama sekali oleh ibuku. Aku juga mencoba menelpon ke toko kue. Namun, mereka juga tidak mengangkatnya.

"Bay, ibu ngga angkat telponnya. Aku khawatir, bay." Dengan tangan gemetar aku masih mencoba menelpon ibu di Bogor. Namun, tetap saja hasilnya nihil. Ibu tidak mengangkat telponku sama sekali.

"Lo jangan menyerah, te. Coba lagi, gue ngebut nih." Aku mencoba kembali menghubungi handphone ibuku.

"Masih ngga dijawab juga sama ibu, bay. Aduh, ibu dimana sih." Entah sudah berapa kali aku menelpon ibu saat ini. Namun, tidak satupun panggilanku yang dijawab oleh ibu.

"Lo, coba telpon mbak Aty deh siapa tau dia tau ibu dimana." Ucap Abay namun masih mencoba fokus untuk menyetir mobil.

"Lo gila ya, bisa diamuk mas Pandu gue kalo dia tau aku lagi diteror orang."

"Bay, buruan dong bay. Aku khawatir banget nih sama ibu. Ngebut dong bawa mobilnya." Pintaku pada Abay.

"Iya, tapi ngga ngebut-ngebut juga kali, te. Masih muda gue, masih mau menikah juga." Aku tidak menghiraukan ucapan Abay, tanganku yang gemetar tidak henti-hentinya menghubungi ibu di Bogor.

Sesampainya di depan toko kue, Aku dan Abay langsung masuk ke dalam untuk mencari ibu. Namun, salah satu pagawai toko kue mengatakan pada kami bahwa ibu sedang tidak ada di toko.

"Ibu tadi bilang sama saya kalau beliau mau pergi ke rumah temannya, sepertinya pergi arisan deh mbak Ute." Kata pegawai toko kue padaku.

"Arisan dimana ya, mbak yan?." Tanyaku pada mbak Yan.

"Saya juga kurang tau, mbak. Soalnya ibu tadi buru-buru perginya."

"Aduh, kemana ya?." Aku memijit kepalaku yang teraasa pusing karena kekhawatiranku pada ibu yang entah pergi kemana.

"Kamu duduk disini dulu deh, te. Ibu pasti ngga apa-apa, kamu tenangin diri kamu dulu ya. Aku mau ambil minum dulu ke belakang, kamu tunggu disini." Abay meninggalkanku sendirian dikursi toko. Saat Abay mengambil minum di belakang, aku mencoba menelpon ibuku kembali. Namun, ibu tidak juga mengangkat telponku dari tadi. Namun, setelah Abay kembali dari belakang dengan membawa segelas air putih, pintu toko dibuka oleh seseorang perempuan paruh baya. Ya, ibuku yang membuka pintu toko tersebut. Saat aku melihat ibu yang membuka pintu, aku langsung menghambur ke dalam pelukannya. Ibu tampak kaget melihat diriku yang datang tiba-tiba tanpa memberi kabar bahwa aku akan datang dan langsung memeluk ibuku dengan sangat erat.

"Hey, kamu kenapa dek?. Datang ke sini tiba-tiba dan langsung memeluk ibu seperti ini?. Ada apa dek?." Tanya ibuku seraya membalas pelukanku dan Abay tampak lega setelah mengetahui ibuku baik-baik saja.

"Abay, Ute kenapa bay?. Kok tiba-tiba kalian datang ke sini ndak ngasih tau ibu?." Ibuku bertanya pada Abay, namun Abay hanya diam saja seraya tersenyum senang.

"Ibu dari mana saja sih, bu. Dari tadi aku telpon ibu kok ngga diangkat?. Jadinya kan aku jadi khawatir sama ibu takut ibu ada apa-apa disini, makanya aku langsung kesini." Ucapku khawatir pada ibuku.

"Ibu tadi habis dari tempat mama Dino, arisan bulanan komplek. Handphone ibu tadi didalam tas jadinya ibu ngga kedengeran kalau kamu telpon ibu. Maaf ya, nak kamu jadi khawatir sama ibu. Sampai-sampai kamu repot-repot ke Bogor segala, pasti ini kalian baru pulang dari siarankan?."

Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang