Happy Reading...
Typo bertebaran!
***“Iya sabar kali. Jadi gini ceritanya...”
Hari itu, dipenghujung hari yang indah. Diawal senja yang jingga. Hari dimana akhirnya seorang Ute yang dipandang sebagai manusia paling ceria, memberanikan diri untuk bercerita tentang mengapa alasan yang sebenarnya ia bisa putus dengan Hafi, lelaki yang paling ia cintai hingga saat ini. Dan Bayu adalah orang satu-satunya yang mengetahui tentang kebenaran itu semua. Mungkin banyak orang berpikir bahwa aku adalah perempuan yang gampang sekali cerita sama orang yang baru kita kenal, apalagi itu temen laki-laki. But, kalian salah besar kalau kalian bilang aku seperti itu. Sebenarnya aku adalah orang yang sangat tertutup. Tapi entah kenapa, saat itu aku rasa aku harus sedikit demi sedikit melepaskan beban yang ada di diriku selama ini. Dan Bayu adalah orang yang aku percaya bisa membantuku dan ada rasa nyaman saat aku bercerita padanya. Aku percaya dengannya. Karena yang aku lihat, Bayu itu berbeda dengan kebanyakkan pria diluaran sana. Agak sedikit alay memang, tapi itu aku bilang jujur. Yang aku lihat saat itu, mata Bayu yang biasanya kalau menatap orang lain itu sangat tajam entah kenapa tiba-tiba mata itu jadi mata yang teduh dan meneduhkan untukku. Siluet matanya itu memancarkan ketulusan yang sangat jarang aku temui diluaran sana. Dia adalah lelaki pertama yang melihat aku menangis dihadapannya selain Abay dan Mas Pandu kakak iparku. Dan dia juga lelaki pertama yang menenangkanku di dekapannya yang menurutku itu sangat hangat dan menenangkan. Dia adalah lelaki pertama yang berkata padaku bahwa aku adalah perempuan yang jika dilihat dari luar kuat tetapi sebenarnya aku itu sangat rapuh didalamnya. Entah kenapa saat itu, aku merasa nyaman padanya. Aku merasa jika aku menemukan sosok yang bisa mengerti aku, bukan hanya dari luar tapi dari dalam juga. Bayu juga berkata padaku waktu itu, jika aku harus membuka hati dan menatanya kembali yang aku tutup rapat selama 2 tahun lamanya.
“Ute, sudah cukup kamu menutup dirimu dengan semua topeng-topeng palsumu itu. Lepaskan yang menjadi bebanmu. Sedih boleh, kecewa juga tidak ada yang melarang. Tapi jangan sampai berlarut-larut seperti itu. Dengar, masih banyak laki-laki di luaran sana yang tulus mencintaimu. Lepaskan semuanya. Lepaskan semua rasa kecewa dan sedih itu. Cari kebahagian sendiri, te. Kamu pasti bisa melakukan itu semua” Itu adalah kata pertama Bayu setelah ia mendengar secara langsung bagaimana aku bisa melepaskan seseorang yang sangat aku cintai hingga saat ini. Dan kata itu yang menjadi kata penghibur pertamaku saat aku menangisi kepergian Hafi.
“Ute, nggak ada gunanya kamu menangisi Hafi seperti itu. Dia juga nggak bakal balik lagi ke kamu kan kalau pun dia tau kamu seperti ini, bukannya aku berprasangka buruk sama Hafi ya, te. Tapi Ute, kamu harus percaya bahwa Allah itu sudah menyiapkan rencana yang terbaik buat kamu. Mungkin kamu akan bertemu dengan laki-laki yang lebih baik dari Hafi. Kamu hanya disuruh sabar untuk saat ini. Nikmati semuanya, buka hati kamu buat laki-laki yang pantas buat kamu” Kata kedua Bayu yang membuat aku kembali bangkit dan kembali menata hati untuk orang lain lagi.
“Mungkin kamu juga boleh buka hati untuk aku, Ute? Aku janji aku akan melindungi kamu, Ute. Apapun resikonya” Kata Bayu dalam hatinya.
“Thanks ya, dan sorry aku sudah merepotkan kamu untuk sekedar mendengarkan cerita ku. Dan sorry aku juga sudah buat baju kamu basah karena aku nangis di kamu tadi”
“It’s okay, Ute. It's okay”
Setelah peristiwa itu, aku mulai menyadari satu hal. Mungkin benar kata Bayu, Aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diriku. Aku juga butuh waktu untuk buka hati lagi untuk laki-laki yang lain.
“Dan mungkin juga buat kamu Bayu. Aku akan mencoba membuka hati untuk kamu, apapun resikonya.” Kataku dalam hati.
Bayu POV
“Ute, sudah cukup kamu menutup dirimu dengan semua topeng-topeng palsumu itu. Lepaskan yang menjadi bebanmu. Sedih boleh, kecewa juga tidak ada yang melarang. Tapi jangan sampai berlarut-larut seperti itu. Dengar, masih banyak laki-laki di luaran sana yang tulus mencintaimu. Lepaskan semuanya. Lepaskan semua rasa kecewa dan sedih itu. Cari kebahagian sendiri, te. Kamu pasti bisa melakukan itu semua” Ucapku pada Ute agar dia bisa merasa sedikit tenang saat ini. Aku tau mugkin perkataanku tidak akan bisa membuat Ute tenang saat ini. Tapi aku berusaha mencoba untuk menghiburnya walaupun aku tau dia tidak butuh hiburan dariku.
“Ute, nggak ada gunanya kamu menangisi Hafi seperti itu. Dia juga nggak bakal balik lagi ke kamu kan kalau pun dia tau kamu seperti ini, bukannya aku berprasangka buruk sama Hafi ya, te. Tapi Ute, kamu harus percaya bahwa Allah itu sudah menyiapkan rencana yang terbaik buat kamu. Mungkin kamu akan bertemu dengan laki-laki yang lebih baik dari Hafi. Kamu hanya disuruh sabar untuk saat ini. Nikmati semuanya, buka hati kamu buat laki-laki yang pantas buat kamu”, Kata keduaku untuk Ute, aku masih berusaha mencoba menghiburnya untuk kembali bangkit dan kembali menata hati untuk orang lain lagi.
“Mungkin kamu juga boleh buka hati untuk aku, Ute? Aku janji aku akan melindungi kamu, Ute. Apapun resikonya” Kataku di dalam hati.
“Thanks ya, dan sorry aku sudah merepotkan kamu untuk sekedar mendengarkan cerita ku. Dan sorry aku juga sudah buat baju kamu basah karena aku nangis di kamu tadi”
“It’s okay, Ute. It's okay”, balasku pada Ute seraya tersenyum padanya, aku mencoba menguatkannya lagi walau aku juga merasa sedikit sakit hati karena Ute masih saja menyimpan rasa pada mantan kekasihnya itu. Dan aku akan mencoba menahan egoku saat ini. Demi Ute.
Mungkin banyak orang berpikir bahwa aku adalah laki-laki bodoh yang membuat orang yang aku sayangi dan rindukan akhir-akhir ini menangis sesenggukan dihadapanku. Aku memang bodoh. Aku hanya ingin membuat ia tertawa lepas kembali tanpa ada halangan sedikitpun di hatinya. Walaupun aku tak pernah melihatnya secara langsung. Namun, aku ingin mencobanya.
Ute adalah perempuan satu-satunya yang akhir-akhir ini mengisi relung hatiku setelah hampir bertahun-tahun aku mengosongkan hatiku dan menguncinya rapat-rapat untuk perumpuan lain. Ute adalah perempuan satu-satunya yang sudah mampu meruntuhkan dinding beku di hatiku. Hanya Ute yang mampu melakukannya setelah bertahun-tahun lamanya. Ute adalah perempuan pertama yang menangis dihadapanku dan ia juga yang membuat hatiku terasa sakit saat itu. Mungkin Ute tidak tau bahwa aku sudah menyimpan rasa sejak pertama kali aku bertemu dengannya di pesawat menuju Jogja.
Ia Aksara Putih Andini yang selalu sempurna dimataku. Ia seputih namanya, secantik wajahnya, dan juga sekuat hatinya. Di satu sisi, Ute selalu memperlihatkan dirinya yang ceria, bahagia, tanpa beban sedikitpun. Namun disisi lain yang tidak bisa ditembus dengan orang biasa, Ute hanyalah seorang perempuan yang sangat rapuh. Ute hanyalah perempuan biasa yang selalu mencoba untuk menyembunyikan kerapuhannya. Dan karena itulah aku menyukainya. Kesederhanaan dirinya, ketangguhan hatinya, dan semangat yang selalu dia berikan kesemua orang. Dan satu lagi, Ute adalah perempuan pertama yang aku kenal mau melakukan apa saja untuk orang-orang tersayang walau harus merelakan kebahagiaan dirinya sendiri.
Mungkin untuk saat ini aku masih belum bisa mengatakan yang sebenarnya padanya tentang perasaanku. Namun, aku akan tetap mencintainya dengan caraku tersendiri bukan cara orang lain.
"Hai Ute, Kamu harus tau bahwa aku itu mengagumimu layaknya Ali bin Abi thalib mengagumi Fatimah. Karena kenapa? Karena Ali dapat membuktikan kepada Rasulullah seberapa besar ia mencintai Fatimah tanpa perlu mengungkapkannya secara langsung pada Fatimah. Dan aku mau menjadi Ali untuk kamu, Ute. Percaya padaku"
- A. Bayu***
Hai i'm come back😊
Gimana nih ceritanya?
Semoga kalian suka ya...
Vote + komen dong, ya ya ya...
Love kalian reader sayang😘Thanks ya^^
See you soon, bye-bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)
RomanceTerkadang sebuah pertemuan tak terduga itulah yang paling berkesan. Sama seperti pertemuan Aksara dan Alantra. Pertemuan yang tidak pernah diharapkan. Pertemuan yang tidak direncanakan. Dan takdirlah membawa pertemuan mereka. Aksara Putih Andini, at...