“Mungkin setiap orang memiliki pahlawan dihidup mereka masing-masing . Dan aku mau kamu, yang jadi pahlawannya aku”
- A. Putih AndiniTak terasa hari dimana aku akan bertemu dengan keluarga besar bayu pun tiba. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini, karena aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Yang pasti, rasa senang, deg-degan, dan rasa khawatir takut tidak diterima keluarga Bayu bercampur menjadi satu. Selama perjalanan pun aku hanya diam saja merenungi bagaimana nasibku disana nanti. Didalam hati kecilku ini, berkecambuk banyak sekali pertanyaan tentang apakah keluarganya akan menerimaku seperti Bayu dan orang tuanya menerimaku?, apakah adik perempuan Bayu bisa seasyik kakaknya?, ataukah adik laki-lakinya bisa sangat bersahaja seperti Bayu?. Arghhhh, rasanya mau gila jika terus memikirkan hal itu.
Kami berangkat dari Jakarta ke Bandung setelah Bayu pulang dari tugasnya di hari Jum’at. Aku dan Bayu akan menginap di Bandung selama dua hari lamanya. Acara syukuran itu dilaksanakan pada hari Sabtu dan kami akan pulang ke Jakarta hari minggu sorenya.
“Kenapa melamun?.” Bayu membuka suaranya untuk memecah keheningan yang ada di sini.
“Aku cuman kepikiran sama pendapat keluarga kamu tentang aku nantinya.”
“Tenang aja, keluargaku itu sifatnya ngga jauh beda denganku. Malah mereka lebih menyenangkan dariku.”
“Kenapa?.”
“Biasanya kalo dirumah aku itu orang yang pendiam, ngga pedulian dan ngga banyak omong. Tapi, semenjak ketemu kamu kayaknya aku berubah deh, berubah tambah cerewet dan pedulian sama orang persis kayak kamu.” Bayu tersenyum menggodaku dan aku ikut tertawa melihatnya.
“Aku ngga percaya kalo kamu itu pemalu, kalo kamu sebut kamu itu malu-maluin baru aku bisa percaya sama kamu.” Balasku menggodanya dan tertawa dengan santainya.
“Oh, jadi aku malu-maluin gitu?.” tuturnya sambil berpura-pura marah. Aku tertawa geli melihat tingkahnya ini.
“Ngambek ya?. Iih kamu ngga asik ah, kamu mudah ngambekan orangnya.” Ejekku padanya namun dia masih saja berpura-pura merajuk seperti anak kecil. Dan dia hanya mnediamkan ku setelahnya.
“Tapi aku suka kamu.” lirihku dalam hati.
“Bay.”
“Hmmm.”
“Bay.”
“Iya, kenapa sih?.”
“Ngambek ya?.”
“Siapa bilang?.”
“Aku lah.”
“Ngga.”
“Tuh kan, kamu baperan sih jadi orang. Aku tadikan bercanda doang sama kamu.”
“Aku ngga ngambek Ute. Udah ah aku mau fokus nyetir, kamu ganggu orang aja.”
“Ye, orang serius juga.”
“Mending kamu tidur aja gih, daripada kamu ngoceh ngga jelas.”
“Yaudah aku tidur aja. Padahal tadi aku mau tanya serius sama kamu tentang pertemuan kamu dengan mas pandu waktu itu.” Bayu tidak merespon ucapankku,
“Bay?.” Bayu masih diam tidak merespon.
“Bayu.”
“Lettu. Inf. Alantra Bayu Yudhantara. Aku itu lagi bicara sama kamu malah didiemin aja, kacang mahal, pak.”
Bayu menarik nafas sejenak,“Ngga ada yang menarik buat diceritain. Intinya dia ngga akan ngelarang kamu buat temenan sama aku. Dan dia juga ngasih restu kalo misalnya kita mau serius. Maksudnya, kalo kita mau punya hubungan lebih dari teman. Pacaran misalnya.”
Deg
“Oh, god. Kode keras nih.” Lirihku dalam hati.
“Aku ngga lagi bercanda ya, bay. Aku tanya serius loh sama kamu.”
“Aku serius Ute, aku ngga lagi bohong. Mas pandu memang bilang gitu ke aku.”
“Tapikan kamu tau sendiri kalo aku masih belum bisa ngelepasin Hafi dari hati aku sepenuhnya. Dan lagi pula, aku belum siap buat pacaran sama siapapun saat ini.” Jawabku padanya. Tapi jujur dari dalam hati kecilku yang paling dalam aku sedikit bohong saat itu.
“Aku tau Ute.”
“Aku ngga mau ngejalanin hubungan dengan setengah hati.”
“Aku tau kok ute. Dan aku ngga mau maksa kamu saat ini.” Ucap bayu padaku saat itu. Ingin rasanya aku bilang jujur padanya jika saat ini aku sudah bisa menerima kehadirannya. Namun, aku masih mau memperjelas perasaanku saat ini padanya. Perasaanku memang masih abu-abu saat ini. Dan entah sampai kapan perasaanku akan berubah jelas padanya.
“Tapi bayu, kamu harus tau bahwa jujur dari dalam hati aku yang paling dalam. Aku memang merasa nyaman jika sedang bersama kamu, bay. Kamu orang yang menyenangkan, kamu perhatian, dan kamu itu penghibur yang ulung. Aku senang bisa kenal kamu waktu itu. Tapi, aku masih ragu buat buka hati aku untuk kamu saat ini. Aku harus memastikan dulu hati aku siap buat kamu seutuhnya bukan setengah-setengah, aku ngga mau buat kamu kecewa nantinya. Aku tau aku egois. Aku selalu berharap bisa sama kamu terus-menerus. Dan aku ngga mau dan aku ngga bakal rela kalo kamu deket sama perempuan lain selain aku. Aku tau aku emang egois, bay. Aku ngga pernah mikirin perasaan kamu sama aku. Tapi aku mau kamu nunggu aku siap buat nerima kamu sepenuhnya. Mau ya bay kamu nunggu aku?.” Ucapku padanya. Aku tau mungkin ini menyakitkan untuknya. Namun, aku harus jujur dengan perasaan aku sendiri saat ini. Aku juga tidak tau kapan Bayu menepikan mobilnya saat itu. Yang aku tau saat itu kami sudah berada di tepi jalan salah satu rest area.
“Makasih udah jujur Ute, makasih udah mau nyoba buka hati buat aku. Dan aku janji sama kamu kalo aku mau nunggu kamu buat sepenuhnya buka hati untuk aku. Aku ngga main-main, ute. Aku janji.” Mendengar ucapannya barusan membuat aku ingin meneteskan air mata. Aku terharu dengannya.
“Bay, kamu mau ngga bantu aku keluar dari perasaanku untuk Hafi dan juga kamu mau ngga jadi seseorang yang selalu ada buat aku dan jadi orang ternyaman buat aku saat ini?.”
“Tentu, aku akan coba bantu kamu buat keluar dari perasaan itu. Asalkan kamu udah ada niatan buat berubah, maka insya allah aku akan bantu kamu semampuku. I promise. Dan juga aku akan nunggu kamu sampai kamu sepenuhnya buka hati buat aku Ute.”
Aku tau jika aku adalah salah satu perempuan beruntung yang bisa bertemu dengannya. Dan malam itu, malam panjang menuju Bandung. Malam dimana dia menggenggam tanganku dengan erat. Malam dimana kami berjanji satu sama lain untuk saling menguatkan dan saling melindungi satu sama lain. Dan dimalam itulah aku berjanji dalam hatiku bahwa aku akan membuka hati untuknya secepatnya. Seutuhnya tanpa setengah-setengah. I promise Bayu, promise.
.
.
.
.
.
Haii, aku dateng lagi nih...
Ayo, masih minat kan baca ceritanya? Semoga masih ya.
Vote + komen ya gaes, please...Thanks^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)
Lãng mạnTerkadang sebuah pertemuan tak terduga itulah yang paling berkesan. Sama seperti pertemuan Aksara dan Alantra. Pertemuan yang tidak pernah diharapkan. Pertemuan yang tidak direncanakan. Dan takdirlah membawa pertemuan mereka. Aksara Putih Andini, at...