Part 11.2 : Lamaran?

2.5K 79 0
                                    


"Sekarang aku tanya sama kamu, kamu serius ngga sih sama aku?. Maksud aku, kamu serius nyaman sama aku saat kita lagi sama-sama seperti ini?. Atau kamu hanya menganggap aku seperti pelampiasan kamu untuk melupakan Hafi?."

"What?. Sekarang kamu dengar baik-baik apa yang aku ucapkan sama kamu ya Bayu. Satu kalipun aku ngga pernah kepikiran buat mempermainkan kamu. Aku serius sama kamu. Aku serius bilang ke kamu waktu itu kalau aku mulai nyaman sama kamu. Aku serius saat aku bilang ke kamu kalau aku mau membuka hatiku kembali buat kamu. Aku ngga pernah berpikir kalau kamu itu cuman pelampiasan aku dari Hafi. Tapi sekarang kenapa kamu malah bisa ngomong seperti itu sih, hah?. Kamu ngga pernah berpikir bagaimana perasaan aku saat kamu bilang itu barusan?. Aku sakit hati, Bayu. Dan kamu tau sekarang aku benar-benar kecewa sama kamu." Aku hanya bisa menahan semua air mataku agar tidak jatuh dihadapan Bayu saat ini. Sedangkan saat ini hanya perasaan kesal, marah, dan emosilah yang ada didalam diriku. Entah mengapa aku sangat kecewa ketika Bayu berkata padaku bahwa aku hanya menganggapnya sebagai pelampiasan Hafi saja. Padahal selama ini aku bersikap tulus padanya. Tapi, inilah anggapannya terhadap semua sikapku itu.

Bayu hanya terdiam ketika aku marah-marah terbawa emosi saat ini. Dia hanya menundukkan kepalanya, meremas cangkir coklat hangat yang ada di tangannya.

"Sekarang kenapa kamu diam aja, hah?. Ayo bicara, Bayu. Mau kamu apa sekarang?. Kamu mau kalau kita menjauh dan pura-pura tidak pernah mengenal satu sama lain?. Oke, fine. Aku akan pergi menjauh dari kamu kalau itu mau kamu." Aku sudah benar-benar emosi saat itu. Dan ketika aku hendak meninggalkan Bayu sendirian di balkon. Namun, dengan seketika Bayu menahan tanganku dan menarikku kedalam pelukkannya. Aku yang belum berdiri dengan tegap seketika jatuh kedalam pelukkannya secara tiba-tiba.

"Menikah yuk, te." Bayu memelukku sebentar kemudian melepaskan pelukkannya dan menatap mataku saat dia mengucapkan kalimat kramat itu. Di detik ini, aku hanya bisa terpaku dengan ucapnya barusan. Dengan seketika semua emosi yang berada di dalam diriku yang meletup-letup barusan luruh tak bersisa saat Bayu mengucapkan kalimat tersebut. Aku terdiam terpana menatap matanya. Seorang Alantra Bayu mengajakku untuk menikah?. Secepat ini?.

"Kamu lagi hangover ya?. Atau kamu marah karena aku marah sama kamu barusan?. Kenapa kamu jadi aneh begini ngomongnya sih, hah?." Aku hanya memanggap ucapan Bayu barusan adalah candaan recehnya saja padaku. Padahal jujur saja jika saat ini jantungku berdebar sangat cepat karena pernyataan Bayu barusan.

"Aku serius, Ute." Bayu menatapku tajam dan aku mencari cahaya kebohongan dimatanya itu. Namun, semua cahaya itu adalah ketulusan hatinya. Kemudian Bayu mengeluarkan kotak bludru merah kecil dari kantung jaketnya yang mana isi dari kotak tersebut adalah sebuah cincin putih bermata berlian kecil yang sangat indah. Aku terdiam terpana ketika Bayu mengeluarkan cincin tersebut dan menaruhnya di telapak tanganku.

"Are you kidding or crazy, hmm?. Kamu sadar ngga tadi aku lagi marah-marah sama kamu karena kamu menganggap aku memperlakukan kamu sebagai pelampiasannya Hafi. Dan sekarang, kamu dengan santainya mengajak aku menikah?." Aku masih terkejut dengan semua ini. Aku masih terkejut dengan emosinya tadi, dan sekarang dengan lamaran mendadaknya ini.

"Aku ngga pernah bercanda kalau masalah seperti ini. Dan aku bakal gila kalau kamu nolak semuanya. Aku tau kamu lagi marah-marah sama aku tadi. Sorry, tadi aku cuman mau ngetes kamu apakah kamu benar-benar nyaman sama aku atau ngga. Dan sorry kalau kamu sakit hati dengan ucapan aku tadi. Tapi, aku serius ngajak kamu menikah, te. Aku ngga lagi hangover atau bercanda. Kamu liat mata aku sekarang, kamu cari di mata aku apakah aku bohong sama kamu atau tidak. Kamu liat baik-baik, te." Bayu mencoba meyakinkan diriku tentang keseriusan lamarannya barusan.

"Ute, liat aku. Sekarang kamu liat baik-baik mata aku apa sekarang aku lagi bercanda sama kamu?. Aku serius mengajak kamu menikah, te. Ayo kita menikah."

"Tapi bayu, menikah itu ngga semudah seperti apa yang kamu bayangkan. Menikah bukan seperti pacaran yang kalau bosan kita bisa putus, marah dikit kita bisa putus. Tapi ini, menikah Bayu. Menikah itu janji kita sama Allah, ibadah kita sama Allah. Aku belum bisa melakukan itu. Aku butuh waktu untuk semuanya. Aku butuh waktu buat menghilangkan semua trauma yang aku ada. Kamu mungkin ngga tau kalau aku ini adalah salah satu korban broken home. Keluargaku hancur, Bayu. dan itu menjadi salah satu trauma untukku. Please, kasih aku waktu buat mikirin ini semua baik-baik. Aku ngga mau nantinya kita menyesal saat kita bertindak gegabah. Aku perlu bicara sama orang tuaku tentang ini semua. Jadi, sorry aku belum bisa jawab pertanyaan kamu sekarang." Ucapku seraya menatap kedua mata Bayu. Bayu menghela nafas beratnya.

"Minggu depan aku akan berangkat dinas ke luar kota selama 3 minggu dan aku mau setelah aku pulang dari dinas luar kota kamu sudah siap dengan jawaban kamu, te. Dan aku siap dengan jawaban terburuk sekalipun. Aku pulang ya, kamu istirahat udah malam." Bayu menepuk pundakku dengan pelan. Kemudian menarikku kedalam pelukkannya. Nyaman. Itulah yang saat ini sedang aku rasakan. Entah mengapa setiap kali Bayu memelukku, maka aku akan merasakan kenyamanan yang benar-benar nyaman.

Aku masih duduk terdiam di balkon apartemen. 1 jam setelah Bayu memutuskan untuk pulang dari apartemenku dan membiarkan aku berpikir dengan tenang atas perbuatannya tadi. Dan aku masih tak habis pikir tentang semua yang terjadi di balkon ini beberapa menit yang lalu. Aku menghela nafas berat, menenangkan semua pikiranku dengan tiupan angin malam yang dingin. Kemudian aku meriah handphoneku untuk menghubungi Bang Rio untuk meminta izin tidak siaran selama dua hari karena malam ini aku akan berangkat ke Bogor. Aku akan pulang ke rumah Bogor malam ini juga. Karena hanya ibu yang aku butuhkan saat aku sedang ada masalah.

Setelah mendapatkan izin dari Bang Rio, aku pun langsung berangkat ke Bogor tanpa memberitahu ibu terlebih dahulu. Karena jika aku menghubungi ibu saat ini, aku yakin ibu akan melarangku dengan keras utnuk berangkat ke Bogor saat ini juga dengan membawa mobil sendirian.

Selama hampir 2 jam lebih aku menempuh perjalanan dari apartemen ke rumah ibu, aku pun sampai dirumah dengan selamat. Mang Didin yang membukakan pintu gerbang untukku dengan muka ngantuknya. Aku jadi merasa bersalah karena mengganggu waktu tidurnya. Setelah masuk ke dalam rumah aku pun langsung masuk ke kamar ibuku. Ternyata ibuku sudah tidur dengan nyenyaknya sehingga beliau tidak terbangun saat aku menyelimutinya dan mengecup puncak kepalanya. Kemudian aku langsung masuk ke kamarku dan membersihkan diriku agar aku bisa langsung beristirahat karena badanku sudah terasa sangat lelah sekali.

.

.

.

.

.

Aku update lagi guyss....

Vote dan komen ya jangan lupa...

Thanks All^^

Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang