Part 2.1 : Haruskah bertemu? (Revisi)

7.5K 249 1
                                    

Happy reading...
Typo bertebaran!

***

“Bertemu denganmu adalah anugrah bagiku.
Dan bisa mengenalmu juga anugrah bagiku”
- A. Putih Andini

***

Semenjak peristiwa di pesawat waktu itu, Aku pun mulai berubah sedikit demi sedikit. Jika dulu aku berpikir bahwa pesawat adalah tempat yang menakutkan namun tidak dengan sekarang. Menurutku berada di dalam pesawat bukanlah hal yang paling menakutkan lagi, bahkan sekarang pesawat adalah salah satu transportasi favoritku. Entah mengapa aku bisa berpikiran seperti itu, mungkin karena pria ramah yang aku temui beberapa waktu yang lalu saat aku dalam perjalanan menuju ke Jogja. Dan mungkin itulah pengalaman paling berharga dalam hidupku. Ya, bertemu dengannya adalah pengalaman yang paling berharga untukku.

Setelah beberapa minggu menjalin komunikasi dengannya dan hanya bertemu dua kali di pesawat dan di Malioboro. Entah mengapa aku ingin sekali bertemu dengannya kembali. Mungkin inilah yang sering banyak orang bilang ‘rindu’. Aku hanya menahan tawaku karena keadaan ini. Rindu? Aku rindu dia? Masa sih? Rasanya sedikit tidak percaya dengan semua ini tapi ya ini adanya.

Dan akhirnya aku memberanikan diriku untuk mengajaknya bertemu kembali di PIK Avenue Mall karena kebetulan sekali aku memang lagi ada kerjaan di sana dan dia mengiyakan ajakkanku.

Kalian tau apa yang aku rasakan saat itu? Ya, aku sedang merasakan bahagia, senang, deg-degan. Eh, kok deg-degan sih? Aku tidak tau ada apa denganku saat itu. Tapi yang pasti, aku merasa menjadi manusia yang paling bahagia saat ini. Lebay deh aku! Tapi kalian, jangan berpikir bahwa aku jatuh cinta dengannya ya. Karena sebenarnya aku sendiri tidak tau apa yang aku rasakan saat itu. 

Setelah dia mengiyakan untuk bertemu denganku saat ini. Aku pun menunggunya di sebuah Kedai Nusantara yang kebetulan punyaku dan kakakku. Namun, aku tidak pernah bilang pada siapapun jika itu punyaku. Bukan karena aku takut mereka tidak mau bayar jika makan di Kedaiku. Tapi, itu memang sudah menjadi kesepakatanku dari awal membuka kedai tanpa ada yang tau termasuk sahabat-sahabatku sendiri. Dan Shutttt... kalian juga jangan bilang pada Bayu ya.

“Udah lama, Ute? Sorry telat, tau sendirilah jakarta gimana macetnya kalau jam segini.” Tegur Bayu yang mengagetkanku sambil senyum-senyum tidak jelas yang khas darinya. Emang iya sih, jam segini memang sering macet banget disini. Seperti tidak tau jakarta saja. Dan alhasil aku harus menunggu Bayu sekitar 30 menitan disini. Sumpah rasanya itu bosen pake banget tau nggak. Tapi aku tidak bisa menyalahkannya atas keterlambatan dia ke sini. Karena memang aku yang memintanya bertemu disini dan jam segini itu notabennya sering terjadi kemacetan yang parah di Jakarta.

Iiih, kamu mah ngagetin aja sih, kirain siapa tadi. Iya nggak papa kok, aku malah yang seharusnya minta maaf karena udah ngajak kamu ketemuan disini dengan kondisi Jakarta yang macetnya parah banget. Sorry ya, Bay.” Jawabku dengan nada dan muka memelas padanya. Dan dia hanya bisa terkekeh melihat diriku yang memelas padanya. Entah setan apa yang merasuki aku saat itu. Dan setelah aku pikir-pikir tentang kejadiaan itu aku pun malu sendiri dengan sikapku saat itu.

“Kau lucu juga ya, Ute. Baru tau aku.” Bayu berkata seraya melanjutkan tawanya yang belum selesai. Dan aku hanya bisa menutupi pipiku yang sudah mulai merona seperti buah tomat segar.

“Apaan sih, bay. Udah ah, malu tau.” Jawabku seraya memalingkan wajahku yang malu darinya dan langsung berkutat pada buku menu yang sudah disiapkaan dari tadi. Dan dia pun mengakhiri tawanya dan mengikutiku untuk memilih menu makan siangnya. Setelah cukup lama berpikirr aku pun langsung memanggil waitress disini.

“Mbak!? Saya pesan soto Makassar 1 sama es selendang mayang ya, mbak. Kamu mau apa, Bay?” Kataku kepada pelayan kedai dan langsung bertanya kepada Bayu yang hendak memesan makanan apa. Dan akhirnya Bayu pun memesan makanan yang sama denganku.

Selagi menunggu makanan kami datang, Bayu pun meminta izin padaku untuk pergi ke kamar mandi sebentar. Saat Bayu sedang dikamar mandi. Entah musibah apa yang menghampiri meja ku dan Bayu saat itu. Tapi yang pasti musibah itu adalah musibah pribadiku. Ya musibah itu adalah mereka, May dan Hafi yang menghampiri meja kami tanpa ada rasa bersalah terhadapku.

“Woy Uut, ngapain kamu disini? Sendirian lagi, dasar jomblo kemana-mana sendiri.” ucap May seraya menarik kursi di hadapanku dan Hafi disampingnya. Ya, Hafi duduk disamping May dengan wajahnya yang sangat dingin kepadaku. Memang tak dapat dipungkiri lagi dengan wajah dinginnya itu, Hafi memang dikenal dengan wajah dinginnya dan sikapnya yang dingin serta cuek kepada orang yang tidak dikenalnya itu. Dan salah satu alasanku menyukainya pun karena sikap dinginnya itu. Karena menurutku tak banyak wanita yang dapat dekat dengan Hafi akibat wajah dan sikapnya itu. Padahal jika mereka sudah dekat dengan Hafi, Hafi tidak sedingin itu. Hafi adalah orang yang ramah, baik, perhatian, dan tidak banyak menuntut. Didalam hubunganku dengannya dulu pun, ia tidak pernah menuntut banyak dariku. Malahan akulah yang menuntut banyak darinya. Dan dia tidak merasa keberatan dengan itu semua. Tapi sayangnya hubungan kami harus kandas ditengah jalan karena ada beberapa faktor yang tidak bisa aku ceritakan pada kalian saat ini, mungkin nanti.

“Woy Uut jomblo, ngelamun aja sih. Kita boleh gabung duduk disinikan ya. Penuh nih tempatnya, nggak ada meja lagi. Bolehkan?” May berkata padaku dengan raut muka tanpa dosanya satu ini dan betapa menyebalkannya manusia-manusia ini. Setelah aku lihat keadaan sekitar kedai, ternyata benar tempat ini sudah penuh dipenuhi pengunjung yang ingin menyantap makanan khas berbagai daerah di Indonesia. Dan semua ini apa boleh buat lagi, mana mungkin aku mengusir mereka pergi dari tempat ini. Aku bisa dikira wanita aneh yang mengusir sahabatnya sendiri. Dan Hafi pasti berpikir bahwa aku belum move on darinya. Padahal kenyataannya memang benar jika aku belum bisa move on darinya. Sedangkan dia nampak biasa saja kepadaku. Memang manusia gila Hafi satu ini. Arrrgghh.... aku bisa gila nantinya jika terus berhadapan dengan mereka. Namun apa dayaku ini, Tuhan. Ini ibarat makan buah simalakama.

“Udah duduk baru tanya lu, noa. Orang mah tanya dulu baru duduk, lah kamu? Ah, kebiasaan sih kamu, anoa gendut.” Jawabku dengan nada dan muka yang datar. Mungkin mereka akan menyadari mengapa dengan sikapku saat ini. Namun biarkan saja mereka mau bilang apa itu hak mereka. Toh memang aku belum move on darinya walaupun kejadian itu sudah hampir 2 tahun yang lalu.

“Hihihi, iya sorry-sorry. Kamu sama siapa ke sini? Sendiri aja?” May bertanya kembali padaku dengan nada khas manjanya padaku. Memang aku dan May adalah sahabat dekat dari sejak zaman negara api belum menyerang. Dan sahabatku ini biasanya memanggilku dengan nama uuuut-e dengan suara khas mirip tokek dan aku memanggilnya anoa gendut. Namun, semenjak peristiwa putusnya Hafi denganku. Aku mulai membatasi hubunganku dengan sahabat-sahabatku dan aku lebih memilih untuk menyibukkan diriku dengan berbagai macam kerjaan yang tidak pernah ada habisnya. Jika sahabat-sahabatku mengajak aku bertemu dengan alasan reuni aku pun dengan gampangnya menolak tawaran mereka semua dengan alasan sibuk bekerja. Namun akhir-akhir ini, aku mulai membiasakan diriku dengan mereka kembali karena aku tidak mau persahabatanku dengan mereka putus begitu saja. Dan menurutku mereka sama saja dengan keluargaku sendiri saat ini.

“Siapa bilang sendiri, aku kesini sama temanku kok. Kebetulan aja sekarang dia lagi ke kamar mandi pas kalian datang kesini.” Jawabku pada May yang langsung dibalas May dengan raut muka yang menyelidik. Aku tau arti dari tatapan jahanamnya.

“Perempuan atau laki?” Jawabnya cepat dengan tatapan yang tidak berubah.

“Laki.” Jawabku dengan tatapan tajam kepadanya.

“Weh, udah ada pacar baru aja kamu.”

“Apaan sih, noa. Udah ah, mending kalian pesen makanan cepat karena aku udah pesen makanan dari tadi!” Perintahku pada mereka seraya menyerahkan buku menu pada mereka berdua yang dijawab dengan anggukan mereka yang hampir bersamaan. Dan shit, aku merasa ada yang aneh didalam hatiku ini. Aku merasa cemburu pada mereka berdua. No, Ute. No, enough. Ya, cukup sampai disini saja. Aku ngga boleh ngerasa seperti ini lagi karena mungkin Hafi udah bahagia sekarang bersama May. Dan dia mungkin lebih bahagia dibanding bersama aku dulu.

***

Hai hai haiiiiii...  Apa kabar nih? Gimana ceritanya? Seru ngga? Semoga kalian suka ya.
Oh iya, jangan lupa vote dan kasih saran ya...
Ditunggu lohh, oke oke oke...
Next part tungguin ya😊

Thanks^^
See you soon, bye-bye!

Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang