Part 3.2 : Umi dan Abi 2 (Revisi)

4.3K 172 0
                                    

HappyReading...
Typo bertebaran!
***

Setelah berpamitan dengan kedua mempelai, aku dan Bayu pun meninggalkan lokasi resepsi pernikahan tersebut. Dan Bayu langsung melajukan mobilnya ke arah perumahan yang cukup asri menurutku untuk daerah Bandung yang sekarang terkenal dengan daerah yang tak jauh beda dengan Jakarta. Macet dan polusi dimana-mana. Tak berapa lama, kami pun sampai di sebuah rumah yang cukup luas dan besar. Aku yakin jika rumah itu adalah rumah kedua orang tua Bayu. Dan tebakanku tidak meleset sedikit pun. Saat kami hendak turun dari mobil, kedua orang tua Bayu pun sudah menyambut kami dengan hangat di depan pintu rumahnya.

“Assalamualaikum...”, ucap Bayu kepada kedua orang tuanya dan sambil mencium tangan kedua orang tuanya. Aku pun mengekori apa yang di lakukan Bayu terhadap kedua orang tuanya tersebut.

“wa 'alaikumsalam, sampai juga anak Abi. Tadi Abi kira kalian tidak akan mampir kesini. Ayo, masuk nak.”, ucap Abi kepada kami seraya menyuruh kami masuk ke dalam rumahnya.

“Umi ambil minum dulu ya, pasti kalian lelah dari tempat resepsi tadi. Bentar ya.”

“Umi apaan sih, kayak sama siapa aja. Inikan yang datang anaknya Umi sendiri bukan tamu, nanti biar aku ambil sendiri ke belakang”, ucap Bayu kepada Uminya itu.

“Emang yang mau ngambilin Aa minum siapa, orang Umi mau ambilin minum buat Abi sama nak Ute kok. Kamu mah suka GR jadi orang, Aa”, ucap Umi seraya tertawa dan kami pun ikut tertawa bersama.

“Nggak usah repot-repot Tante, nanti biar Ute ambil sendiri minumnya ke belakang”, ucapku kepada Uminya Bayu.

“Sudah kamu disini aja, kamu itu tamu spesialnya Tante”, ucap Uminya Bayu seraya tersenyum kepadaku dan aku hanya membalasnya dengan senyuman maluku.

“Oh ya, tadi Abi mau bicara apa?.” Kata Bayu terhadap abinya.

“Oh gini, jadi beberapa minggu lagi abi sama umi rencananya mau mendirikan panti asuhan. Tapi, nggak cuman Abi yang jadi donatur disana teman-teman Abi juga banyak yang ikut berdonasi disana. Jadi, rencananya akhir bulan depan kita mau syukuran kecil-kecilan disana. Dan kamu Bayu bisa nggak kamu ambil cuti untuk menghadiri acara syukuran disana?”, jelas Abinya Bayu kepada Bayu.

“Nanti Bayu coba cek jadwal Bayu ya, bi. Soalnya kan bentar lagi aku mau Pelatnas, bi. Kalo semisalnya Bayu bisa ngajuin cuti nanti Bayu kasih kabar deh ya”

“Iya, bay. Tapi benar diusahain ya, soalnya banyak rekan kerja Abi yang mau ketemu sama kamu juga. Ada banyak sanak saudara kita juga yang hadir disana”

“Iya bi, Insya Allah ya.”

“Ute juga ikut ya, nanti Tante kenalin sama teman-teman Tante deh.”, ujar Uminya Bayu kepadaku seraya menaruh gelas jus diatas meja tamu.

“Insya Allah Tante, nanti Ute usahain ya”, jawabku seraya tersenyum padanya.

“Oh iya mi, kok rumah sepi ya. Adek sama Eyis kemana ya?”, ujar Bayu kepada Uminya itu.

“Oh, Adek lagi kerumah temennya kalo Eyis ikut suaminya kerumah mertuanya di Surakarta”, jawab Uminya seraya ikut duduk di sebelah Abi.

“Oh, yaudah deh mi-bi Bayu sama Ute langsung pulang ya. Soalnya besok aku ada tugas pagi dari kantor. Ute juga mau siaran besok pagi, takut macet dijalan dan sampainya kemalaman terus besok pas kerja datangnya jadi telat deh. Bayu sama Ute pamit ya mi, bi”, pamit Bayu pada Abi dan Umi.

“Yaudah deh, hati-hati dijalan ya nak. Nggak usah ngebut bawa mobilnya, kamu juga harus sering-sering pulang ke Bandung lah bay. Weekend nanti kan ada libur panjang tu, kamu pulang ke Bandung ya. Ute juga harus ikut, nanti Tante ajak keliling Bandung kerumah saudara Bayu disini”

“Insya Allah deh, mi. Takutnya aku ada kerjaan yang nggak bisa ditunda, jadi nggak janji, mi”, ucap Bayu.

“Ute juga, Tante. Takutnya ada urusan mendadak dan nggak bisa ditunda disana atau takut nggak diizinin sama Ibu di Jakarta kalo ke Bandung terus. Takut ngerepotin Tante sama Om juga”, balasku lembut kepada Uminya Bayu takutnya nanti mereka tersinggung dengan penolakanku barusan.

“Kalsu nanti kamu nggak diizinin sama orang tua kamu biar Tante aja yang izinin kamu deh atau mau Bayu aja yang minta izin ke sana?”, ucap umi Bayu seraya menggodaku.

“Umi, udah ah. Anak orang jadi laki-laki kucing kan”, ucap Bayu menggodaku seraya berpamitan dengan kedua orang tuanya itu. Dan kami pun langsung meninggalkan rumah itu.

Didalam mobil sepanjang perjalanan menuju Jakarta, aku dan Bayu hanya terdiam menikmati perjalan panjang ini. Tak ada satu pun obrolan yang keluar dari mulut kami. Kami masih sama-sama asik terpaku pada pikiran kami masing-masing. Sampai akhirnya Bayu yang menbuka suara terlebih dahulu.

“Gimana perasaan kamu habis ketemu sama orang tuaku? Mereka nggak gigit kamukan?”, ucap Bayu padaku seraya menggodaku.

“Apaan sih, garing deh kamu”

“Hayo, jujur sama aku gimana perasaan kamu habis ketemu camer?”, canda Bayu kepadaku dan itu mebuat aku tidak bisa menahan maluku padanya.

What, camer? Percaya diri sekali bapak ya, emang bapak pikir saya mau jadi istri bapak?”, jawabku seraya tertawa menggodanya.

“Ye, jujur aja kali te nggak usah sungkan atuh. Nanti kalo kamu udah siap aku bisa langsung bilang sama orang tuaku buat dateng ke rumahmu untuk ngelamar kamu”, ucapnya sambil tertawa menggodaku.

“Idiih, udah ah nggak lucu tau bahas tentang lamaran gitu”

“Yaudah, sok jujur sama aku gimana perasaan kamu sekarang?. Lebih tepatnya pandangan kamu sebagai teman perempuanku yang pertama kali aku bawa ketemu sama Umi dan Abi”

“Hm, awalnya sih pasti nervous banget ya. Tapi, pas udah kenal dan ngobrol sama mereka aku berpikir bahwa mereka lumayan asik buat diajak ngobrol. Tapi aku juga masih berpikir bagaimana tanggapan mereka tentang aku saat ini”

“Ya udah nggak usah dipikirin lagi entar kamu malah nggak bisa tidur nyenyak lagi. Kalau tidur kamu nggak nyenyak terus kamu jadi sakit. Siapa yang repot, kamukan? Jadi intinya, kamu nggak usah mikirin soal itu lagi nggak baik buat kamu”, ucap Bayu serius padaku.

“Iya, nggak aku pikirin kok kamu tenang aja”

“Oh ya, kamu mau ikut nggak buat acara syukuran itu?Nanti aku bisa minta izin ke Ibu kamu buat ngajak kamu ke Bandung lagi. Gimana?”, tanya Bayu padaku.

“Hm, nanti aku pikirin lagi ya”, jawabku dan hanya dibalas dengan sebuah anggukan dari Bayu.

Saat ini, aku sedang merasakan bahwa aku sudah mulai bisa berdamai dengan masa lalu. Buktinya aku sudah bisa menerima Bayu yang tidak sengaja memperkenalkanku pada orang tuanya. Dan jika kalian bertanya bagaimana perasaanku saat itu. Maka, aku akan menjawab bahwa perasaanku sangatlah senang saat ini. Mengenal Bayu secara tidak sengaja, mengenal orang tuanya yang secara tidak segaja pula membawa dampak yang lumayan dasyat bagiku. Bayu dan orang tuanya banyak memiliki kesamaan yang terlihat jelas. Orang tua Bayu menurunkan kepada anaknya sifat ramah dan mudah bergaulnya terhadap orang yang baru mereka kenal. Dan juga rasa nyaman yang orang tua Bayu dan Bayu berikan untukku sangat membekas dihatiku saat ini. Dan aku berharap semoga aku bisa mendapatkan lelaki yang pantas untuk menggantikan Hafi dihatiku kelak. Aamiin ya rabbal alamin...

***

Haii, welcome back gaes...
UPDATE NIH!!!
Vote + Komen ya sayy...

Thanks^^
See you soon,bye-bye!

Senja dan Ujung Rasa (COMPLETE and REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang