17. No One Except You

1.8K 87 0
                                    

Setelah aksi diam-diaman yang memakan waktu hampir seminggu itu, akhirnya Lea dan Panji kembali berbaikan. Panji selalu menjemput adiknya seperti biasa karena Lea sering malas membawa kendaraan sendiri. Mereka juga kembali menghabiskan waktu istirahat untuk makan siang bersama di ruangan Panji atau di luar. Panji senang karena adiknya kembali menempel padanya seperti biasa. Saat ini sedang waktunya istirahat siang dan Lea ingin makan di kedai sate langganannya yang cukup jauh dari kantor. Lea ingin sekali memakan sate Padang yang menjadi favoritnya saat berkunjung ke kedai itu dengan teman-temannya sejak zaman SMA dulu, termasuk Tiffany. Panji hanya mengikuti saja keinginan adiknya. Tak masalah mereka makan siang di mana pun tempat yang diinginkan baik oleh Panji ataupun Lea.

"Aku ketagihan Kak makan di situ. Satenya enaaakk banget... Kakak juga, 'kan?" tanyanya sambil melirik kakaknya yang sedang fokus menyetir. Panji mengangguk.

"Iya. Kan Kakak tahu tempatnya karena diajak kamu." Lea mengangguk. Ia beberapa kali mengajak Panji ke kedai itu untuk mencicipi sate yang menurutnya sangat lezat itu, dan kakaknya juga mengakui jika sate favoritnya itu memang benar-benar enak. Jalanan sedang macet karena sudah tiba jam istirahat.

"Duhh... Macet lagi." gumamnya kesal. Ia sudah tak sabar ingin segera menyantap makanan yang sudah diidam-idamkannya itu sedari tadi.

"Sabar, Le." ucap Panji tenang. Lea berdecak.

"Takut gak kebagean tempat, Kak. Tahu sendiri kan tempatnya selalu ramai." ucapnya sambil menahan kesal. Begini resikonya jika memilih tempat yang makan yang jauh saat tiba jam istirahat siang di mana jalanan sedang padat-padatnya.

"Iya. Yakinlah pasti masih kebagian satenya." Lea hanya mengangguk dan memilih untuk memandang jalanan yang dipenuhi oleh para pengendara. Lampu masih berwarna merah dan kendaraan masih berhenti. Ingin rasanya ia mengubah lampu itu untuk segera menjadi berwarna hijau. Huhh... Terpaksa ia harus bersabar.

Setelah menembus kemacetan, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. Benar, kedai itu pasti penuh. Apalagi siang begini. Lea sempat khawatir tidak kebagian satenya atau tempat untuk mereka makan.

"Kebagean gak ya, Kak? Penuh banget tempatnya." ucapnya sambil berjalan mengikuti kakaknya menuju ke dalam kedai yang ramai pengunjung itu.

"Insyaallah masih. Kamu cari tempat duduk aja, biar Kakak yang pesen." ucap Panji. Ia tahu jika adiknya sedang kesal karena lama di jalan tadi. Lea mengangguk dan mematuhi perintah kakaknya. Ia berjalan untuk mencari tempat duduk yang masih kosong untuk mereka. Hampir semua tempat duduk sudah penuh. Bagaimana ini? Ia tak mau kembali ke kantor sebelum makan sate yang sangat ia inginkan itu. Sementara Panji dengan sigap langsung menerobos kerumunan orang yang juga sedang memesan.

"Gak ada tempat lagi, Kak. Gimana, dong?" Panji menolehkan wajahnya kepada adiknya yang terlihat bingung dan kesal.

"Kita makan di mobil aja. Yang penting satenya masih ada." ucapnya memberi saran yang tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Lea terdiam sejenak. Mengapa ia tidak berpikiran ke sana? Ia terlalu takut tidak jadi makan sate kesukaannya itu. Wajahnya yang sempat lesu langsung kembali cerah. Ia mengangguk.

"Yaudah. Aku tunggu di mobil aja ya, Kak!" Panji hanya mengangguk. Lea berjalan keluar untuk menuju mobil yang terparkir tak jauh dari halaman kedai. Ia membuka mobil dan duduk di kursi depan. Sambil menunggu kakaknya selesai memesan, ia membuka ponselnya dan melanjutkan kembali chat-nya dengan Tiffany.

Setelah cukup lama mengantri, akhirnya Panji mendapatkan sate untuk makan siang mereka. Karena waktu istirahat terbatas dan perut mereka yang sudah terlalu lapar, akhirnya Panji memutuskan untuk makan di mobil saja daripada menunggu tak jelas tempat duduk di kedai itu. Ia memutar mobilnya dan membuka pintunya. Dilihatnya Lea yang sedang fokus dengan ponselnya.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang