7. Bullying

1.9K 129 2
                                    

Sudah seminggu Lea bekerja di sini. Ia merasa cukup betah di lingkungannya saat ini meski tak dapat dihindari keberadaan sosok rekan-rekan yang menyebalkan. Husna dan kedua teman lelaki mereka, Bagus dan Awan sudah tahu jika Panji adalah kakak tirinya semenjak kejadian makan siang di kantin itu. Esoknya mereka langsung meminta penjelasan kepadanya dan Lea menceritakan semuanya. Mereka cukup terkejut pada awalnya dan heran kenapa Lea yang merupakan saudara dari atasan mereka mau ditempatkan di posisi rendah seperti mereka. Lea hanya tersenyum mendengar komentar mereka dan menjelaskan jika ia ingin memulai karirnya dari bawah. Ia juga menjelaskan jika ia tak ingin dipandang sebelah mata hanya karena ia saudara dari atasan, lantas ia mendapatkan posisi tinggi dengan mudah dan menimbulkan kecemburuan para karyawan lainnya. Lea tak mau itu. Dan kini beberapa orang sudah mengetahuinya dan Lea ingin mereka bersikap biasa saja. Ia tak mau ada perlakuan khusus hanya karena ia sangat dekat dengan bos mereka. Dan kini Lea pun mulai berbaur seperti biasanya dengan rekan-rekannya yang lain tanpa ada perbedaan. Cepat atau lambat pasti mereka akan tahu juga siapa dirinya, dan ia membiarkan mereka tahu sendiri tanpa harus ia memberitahu lebih dulu. Pagi ini Lea berangkat ke kantornya dengan menggunakan motornya. Sekali-kali ia ingin berangkat dengan menggunakan motor dan ia lebih suka karena bisa menembus kemacetan dengan mudah. Sayangnya, rambutnya yang sudah ditata dengan rapi menjadi berantakan lagi karena tertiup angin dan wajahnya yang sudah ber-make up menjadi kotor terkena debu. Ia merapikan dulu riasan dan rambutnya sebelum masuk ke kantor. Ia pun seperti biasa berbaur dengan karyawan lainnya memasuki lift sambil membawa helmnya. Ia tersenyum dan menjawab sapaan rekan-rekan yang sudah mengenalnya selama berjalan menuju ruangannya. Akhirnya ia sampai juga di depan ruangan tempatnya berkutat seharian. Ia melenggang masuk dan melewati kumpulan perempuan yang sedang bergosip ria. Ia tahu mereka, para perempuan bermulut nyinyir yang tak jarang melontarkan kata-kata pedas kepada siapa saja yang tak disukai mereka. Tapi Lea tak mau ambil pusing.

"Selamat pagi." sapanya kepada mereka sambil tersenyum. Meski sebenarnya ia tidak suka dengan tingkah mereka, tapi ia tetap harus berlaku sopan sebagai anak baru di sini dan mereka sudah lebih senior darinya. Mau tak mau ia harus menghormati mereka yang lebih tua. Mereka menatap Lea sejenak. Bukannya menjawab, mereka malah meneliti penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Inilah yang Lea benci dari ketiga perempuan berpenampilan mencolok itu.

"Tumben hari ini penampilannya agak lebih 'wow', ya? Apa emang perasaanku aja?" ucap salah satu perempuan yang berambut pendek sebahu masih sambil meneliti Lea.

"Alah... Palingan dia ikut dandan kayak kita untuk menarik perhatian cowok-cowok di sini." ucap temannya lagi yang ber-make up menor dengan lipstik merah menyala yang menatap Lea dengan cemo'ohannya.

"Iya kali. Maklum, masih anak baru. Niat pengen ngalahin kita nih kayaknya...." timpal temannya yang satu lagi. Cukup sudah! Ia menyapa mereka baik-baik, tapi inilah jawaban mereka. Sungguh tidak bisa ditolerir lagi.

"Maaf, Mbak. Saya gak ada maksud sama sekali seperti yang kalian tuduhkan. Mau seperti apa penampilan saya, saya rasa tak ada untung ruginya bagi kalian. Itu adalah hak saya mau berpenampilan seperti yang saya mau. Saya hanya menyapa baik-baik demi menjaga kesopanan. Permisi!" ucapnya sambil berlalu dari hadapan mereka. Ia tak peduli dengan umpatan yang terlontar dari bibir ketiga perempuan itu dan tatapan rekan-rekan lainnya yang melihat mereka. Ia muak dengan keberadaan mereka selama ia bekerja di sini. Apa memang begini nasib anak baru yang selalu mendapat tekanan dari seniornya di hari-hari pertamanya bekerja? Jika menuruti ego, ingin rasanya Lea menjambak rambut indah berkilau hasil perawatan mahal mereka satu per satu. Tapi ia tak ingin membuat keributan di sini dan berdampak pada nama baik kakaknya dan ayah tirinya selaku petinggi perusahaan yang sudah berbaik hati menerimanya sebagai karyawati di kantor ini. Ia pun masuk ke biliknya dan menaruh helmnya dengan kasar di mejanya.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang